Bls: Seandainya aku bapaknya SBY...
Duhai belahan hatiku, kamu tentu ingin menjadi pemimpin yang membanggakan. Tapi, itu semua tidak bisa kamu dapatkan jika kamu hanya bisa mengolah citra saja. Kamu perlu mencontoh Khalifah Umar. Pemimpin yang di saat negaranya susah, dia menjadi orang yang pertama kali merasakannya, dan di saat negaranya makmur, dia menjadi orang yang terakhir kali menikmatinya. Hayati betul kata-kata bapakmu ini, Nak. Jangan sampai nasihat bapakmu ini masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri apalagi masuk telinga kanan lalu keluar di telinga kanan lagi alias tidak kamu dengarkan sama sekali. Ingat, kamu sendiri sering menegur bawahanmu yang tertidur saat kamu berpidato. Kamu mempermalukan mereka di muka umum. Padahal belum tentu mereka seperti yang kamu sangkakan. Mungkin saja mereka tertidur karena lelah mengurusi rakyat. Lantas siapa yang su'udzan?
Duhai belahan jiwaku, memang benar sebagai pemimpin, perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan, tapi jika dalam keadaan genting masihkah kamu lambat dalam mengambil keputusan? Ingat, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa mengambil keputusan cepat dan tepat di saat yang genting. Masih kurangkah pengalamanmu saat di militer?
Duhai pujaan hatiku, dengarkanlah rakyat-rakyatmu yang setiap hari memohon-mohon kepadamu, "Pak SBY, Pak SBY, mana janjimu dulu? beras murah, pendidikan gratis, blablabla ..." begitulah mereka meminta. Dengarkanlah mereka melalui lubuk hatimu. Jangan kau ikuti omongan-omongan bawahanmu yang kata mereka, "kesejahteraan rakyat sudah meningkat dari tahun kemarin, angka pengangguran menurun blablabla ..." Mereka cuma sedang menjilat kamu. Cobalah lihat sendiri di lapangan. Masih banyak anak yang bunuh diri karena tidak bisa sekolah. Seorang ibu tega membunuh anak-anaknya kemudian dia bunuh diri karena tidak tahan dengan derita hidupnya. Bukalah matamu, anakku ...bukalah mata hatimu
Duhai pujaan jiwaku, aku tahu di dalam lubuk hatimu yang terdalam masih ada kebaikan hati. Yang harus kamu lakukan saat ini adalah layanilah rakyatmu sebagaimana kamu melayani aku, bapakmu yang sudah tua ini. Layanilah mereka dengan sepenuh hatimu. Anggaplah rakyat-rakyatmu itu sebagai bapakmu ini, yang telah merawat kamu sejak kecil dan akhirnya menjadi presiden. Dan dari hati yang terdalam, bapakmu ini sangat bangga kepadamu, Nak ...
v^^