SETENGAH ABAD SILAM DI TANAH ANDALAS. SEORANG PRIA BERTELANJANG KAKI MENEROBOS HUTAN DAN SEMAK BELUKAR
MENURUNI BUKIT SAMBIL MEMBOPONG DURIAN BERBOBOT 4 KG. DURI DAN ONAK YANG MENGGORESTUBUH TAK DIHIRAUKAN.
DARI PERBUKITAN DI SEKITAR DANAU SINGKARAK, SUMATERA BARAT,
ITU DURIO ZIBETHINUS DIBAWA KE PASAR SOLOK.
pengorbanan pria itu menembus hutan tak sia-sia. Di Pasar Solok, durian dengan bobot di atas
rata-rata itu terjual dengan harga fantastis! “Nilainya kami tak tahu persis.
Yang jelas ketika itu setara dengan harga sahalai sarawa dalam bahasa Minang artinya
sehelai celana panjang, ,” kata Drs Bushamsyah, tim eksplorasi durian Balat Penelitian Tanaman Buah
(Balitbu)Tropika, Solok,Sumatera Barat. Pria itu lalu kembali ke rumah dengan muka berseri-seri sambil membawa sehelai celana.
Di masa itu sahcilai scirawo— berupa celana panjang setinggi lutut— meski terbuat dari kain kasar seperti karung terigu tergolong mewah.
“Jarang orang memakainya di zaman itu,” kata Bushamsyah. Mania durian berbobot 4 kg berani membeli dengan harga tinggi karena daging buah tebal.
Kebanyakan biji hanya seukuran jempol orang dewasa. Rasanya? Manis, legit, dan pulen.
Dan peristiwa itu, durian dan bukit di bagian timur Danau Singkarak itu lantas dijuluki
durian sahalai sarawa.
Paling dicari
Sejak itu sahalai sarawa menjadi durian paling dicari.
Namanya pun melegenda seperti petruk di Pulau Jawa. Pada 2004 Bushamsyah
melihat pohon induk setinggi 30 m mulai mengering Sebagian mati karena tersambar halilintar.
Diameter pohon besar. Dua pria dewasa tak cukup untuk memeluknya. Sayang,
durian legendaris itu tak bisa dipulihkan. Pada 2006, pohon
yang dimiliki Tiar Sutankayo di Dusun Lapau Pulau, Nagari Singkarak itu mati. Pria yang
membawa durian itu Ke Pasar Solok ialah paman liar Sutankayo.
Toh, nama sahalai sarawa telanjur membekas di benak warga Solok Hingga kini setiap durian besar,
berdaging tebal, dan berbiji kempes yang laku terjual dengan harga tinggi di nagari nan
elok—asal kata sebutan Solok—dijuluki sahalai sarawa. ltulah yang kerap membingungkan banyak
mania durian. Kebanyakan pedagang durian mengaku durian itu keturunan dan biji sahalai sarawa
yang asli.
Sejak 2005 Balitbu melakukan
eksplorasi untuk mengetahui sahalai sarawa yang sifatnya paling mirip dengan induknya.
Ditemukanlah durian asal biji sahalai sarawa berumur l5tahun milik Asril di Nagari Aripan,
Solok, yang daging buahnya manis, legit dan pulen seperti sahalai sarawa tentunya. Bedanya
bobot buah hanya 2,1—2,8 kg. Daging buah tebal dengan ukuran biji sedang. Durian itulah yang
rasanya paling mantap di antara keturunan sahalai sarawa lainnya.
Parak kopi
Sebetulnya di kabupaten yang terkenal dengan beras soloknya itu ada durian legendaris lain
yang tak kalah dengan sahalal sarawa: durian parak kopi. Julukan itu dalam bahasa Minangkabau
artinya kebun kopi.
Puluhan tahun silam sebuah durian dari Kampung Aripan Atas yang berumur di atas 100 tahun diakui
mania sebagai durian enak ia tumbuh di sela-sela kebun kopi milik Datuk Itam sehingga
disebut parak kopi. Daging buah parak kopi putih kekuningan dan tebal dengan biji kempes
sebanyak 20—25%. Rasanya sangat manis, legit, dan agak pulen meski tak sepulen sahalai sarawa.
Karena kualitasnya itu, harga parak kopi 3—4 kali hipat durian lokal biasa. Parak kopi berbobot
1,5 kg tetap diburu mania meski dibandrol Rp20.000—Rp25000. Bandingkan dengan durian lokal
yang harganya Rp7.000— RplO.000 dengan bobot 2—3 kg.
Seperti sahalai sarawa, nama parak kopi pun kerap disematkan pada durian lain untuk mendongkrak
harga jual. Itu karena sebagian besar durian di Solok memang tumbuh di sela-sela kopi rakyat.
Durian milik Datuk itam Basa artinya Datuk hitam Besar disimpulkan sebagai parak kopi asli
lantaran rasanya paling unggul ketimbang parak kopi ‘palsu’ dan pohonnya paling tua saat ini.
Kini setiap musim durian, parak kopi selalu ditunggu mania meski buah belum jatuh. Sayang,
kondisi pohon yang sehat hanya separuhnya, sisanya tinggal ranting yang mengering.
Durian lokal
Selain menelusuni jejak 2 durian legendarnis itu Balitbu juga menemukan 3
durian lokal lain yang layak masuk kriteria durian unggul. Ketiganya kunyik, rao 1, dan rao 2.
Yang disebut pertama daging buah paling menarik karena kuning seperti kunyit Daging buah tebal
karena 45—60% biji kempes. Rasanya manis agak pulen, tapi agak berserat Bobot buah bervariasi
dari 1,6—2 kg.
Rao 1 oocok buat mania durian yang menyukai rasa agak pahit Bobot rao 1 paling besar,
2,6—3,3 kg. Sedangkan rao 2 rasanya manis, legit, dan sangat pulen seperti sahahai sarawa.
Kini kelima durian hasil eksplorasi itu tengah dievaluasi Bahitbu untuk dikembangkan lebih
Lanjut Merekalah durian terlezat dari 3.000 tanaman durian yang ada di Nagari Aripan—sentra
durian di Solok
Tim eksplorasi pun menyimpulkan Aripan, sebuah nagari di Kecamatan Singkarak, yang tenletak 8 km barat laut Kota Sohok, menyimpan
potensi sebagai sentra durian sepanjang tahun. Di sana selama 2007— 2008 ‘. banyak buah salek
yang muncoul pada Mei—juni di samping panen raya pada Oktober— Desember.
Buah salek itu—termasuk sahalai sarawa, parak kopi, kunyik, rao 1, dan rao 2—bisa berasal dan
pohon yang sama atau dari pohon berbeda dan terjadi secara bergantian. Durian off season yang
muncul alami itu kualitasnya bervariasi dan yang rasanya biasa hingga enak Untuk
mempertahankan banyaknya buah di luar musim itu Aripan layak dikembangkan sebagai sentra
durian multivarietas spesifik lokasi.
Sumber : MegazineNews
MENURUNI BUKIT SAMBIL MEMBOPONG DURIAN BERBOBOT 4 KG. DURI DAN ONAK YANG MENGGORESTUBUH TAK DIHIRAUKAN.
DARI PERBUKITAN DI SEKITAR DANAU SINGKARAK, SUMATERA BARAT,
ITU DURIO ZIBETHINUS DIBAWA KE PASAR SOLOK.
pengorbanan pria itu menembus hutan tak sia-sia. Di Pasar Solok, durian dengan bobot di atas
rata-rata itu terjual dengan harga fantastis! “Nilainya kami tak tahu persis.
Yang jelas ketika itu setara dengan harga sahalai sarawa dalam bahasa Minang artinya
sehelai celana panjang, ,” kata Drs Bushamsyah, tim eksplorasi durian Balat Penelitian Tanaman Buah
(Balitbu)Tropika, Solok,Sumatera Barat. Pria itu lalu kembali ke rumah dengan muka berseri-seri sambil membawa sehelai celana.
Di masa itu sahcilai scirawo— berupa celana panjang setinggi lutut— meski terbuat dari kain kasar seperti karung terigu tergolong mewah.
“Jarang orang memakainya di zaman itu,” kata Bushamsyah. Mania durian berbobot 4 kg berani membeli dengan harga tinggi karena daging buah tebal.
Kebanyakan biji hanya seukuran jempol orang dewasa. Rasanya? Manis, legit, dan pulen.
Dan peristiwa itu, durian dan bukit di bagian timur Danau Singkarak itu lantas dijuluki
durian sahalai sarawa.
Paling dicari
Sejak itu sahalai sarawa menjadi durian paling dicari.
Namanya pun melegenda seperti petruk di Pulau Jawa. Pada 2004 Bushamsyah
melihat pohon induk setinggi 30 m mulai mengering Sebagian mati karena tersambar halilintar.
Diameter pohon besar. Dua pria dewasa tak cukup untuk memeluknya. Sayang,
durian legendaris itu tak bisa dipulihkan. Pada 2006, pohon
yang dimiliki Tiar Sutankayo di Dusun Lapau Pulau, Nagari Singkarak itu mati. Pria yang
membawa durian itu Ke Pasar Solok ialah paman liar Sutankayo.
Toh, nama sahalai sarawa telanjur membekas di benak warga Solok Hingga kini setiap durian besar,
berdaging tebal, dan berbiji kempes yang laku terjual dengan harga tinggi di nagari nan
elok—asal kata sebutan Solok—dijuluki sahalai sarawa. ltulah yang kerap membingungkan banyak
mania durian. Kebanyakan pedagang durian mengaku durian itu keturunan dan biji sahalai sarawa
yang asli.
Sejak 2005 Balitbu melakukan
eksplorasi untuk mengetahui sahalai sarawa yang sifatnya paling mirip dengan induknya.
Ditemukanlah durian asal biji sahalai sarawa berumur l5tahun milik Asril di Nagari Aripan,
Solok, yang daging buahnya manis, legit dan pulen seperti sahalai sarawa tentunya. Bedanya
bobot buah hanya 2,1—2,8 kg. Daging buah tebal dengan ukuran biji sedang. Durian itulah yang
rasanya paling mantap di antara keturunan sahalai sarawa lainnya.
Parak kopi
Sebetulnya di kabupaten yang terkenal dengan beras soloknya itu ada durian legendaris lain
yang tak kalah dengan sahalal sarawa: durian parak kopi. Julukan itu dalam bahasa Minangkabau
artinya kebun kopi.
Puluhan tahun silam sebuah durian dari Kampung Aripan Atas yang berumur di atas 100 tahun diakui
mania sebagai durian enak ia tumbuh di sela-sela kebun kopi milik Datuk Itam sehingga
disebut parak kopi. Daging buah parak kopi putih kekuningan dan tebal dengan biji kempes
sebanyak 20—25%. Rasanya sangat manis, legit, dan agak pulen meski tak sepulen sahalai sarawa.
Karena kualitasnya itu, harga parak kopi 3—4 kali hipat durian lokal biasa. Parak kopi berbobot
1,5 kg tetap diburu mania meski dibandrol Rp20.000—Rp25000. Bandingkan dengan durian lokal
yang harganya Rp7.000— RplO.000 dengan bobot 2—3 kg.
Seperti sahalai sarawa, nama parak kopi pun kerap disematkan pada durian lain untuk mendongkrak
harga jual. Itu karena sebagian besar durian di Solok memang tumbuh di sela-sela kopi rakyat.
Durian milik Datuk itam Basa artinya Datuk hitam Besar disimpulkan sebagai parak kopi asli
lantaran rasanya paling unggul ketimbang parak kopi ‘palsu’ dan pohonnya paling tua saat ini.
Kini setiap musim durian, parak kopi selalu ditunggu mania meski buah belum jatuh. Sayang,
kondisi pohon yang sehat hanya separuhnya, sisanya tinggal ranting yang mengering.
Durian lokal
Selain menelusuni jejak 2 durian legendarnis itu Balitbu juga menemukan 3
durian lokal lain yang layak masuk kriteria durian unggul. Ketiganya kunyik, rao 1, dan rao 2.
Yang disebut pertama daging buah paling menarik karena kuning seperti kunyit Daging buah tebal
karena 45—60% biji kempes. Rasanya manis agak pulen, tapi agak berserat Bobot buah bervariasi
dari 1,6—2 kg.
Rao 1 oocok buat mania durian yang menyukai rasa agak pahit Bobot rao 1 paling besar,
2,6—3,3 kg. Sedangkan rao 2 rasanya manis, legit, dan sangat pulen seperti sahahai sarawa.
Kini kelima durian hasil eksplorasi itu tengah dievaluasi Bahitbu untuk dikembangkan lebih
Lanjut Merekalah durian terlezat dari 3.000 tanaman durian yang ada di Nagari Aripan—sentra
durian di Solok
Tim eksplorasi pun menyimpulkan Aripan, sebuah nagari di Kecamatan Singkarak, yang tenletak 8 km barat laut Kota Sohok, menyimpan
potensi sebagai sentra durian sepanjang tahun. Di sana selama 2007— 2008 ‘. banyak buah salek
yang muncoul pada Mei—juni di samping panen raya pada Oktober— Desember.
Buah salek itu—termasuk sahalai sarawa, parak kopi, kunyik, rao 1, dan rao 2—bisa berasal dan
pohon yang sama atau dari pohon berbeda dan terjadi secara bergantian. Durian off season yang
muncul alami itu kualitasnya bervariasi dan yang rasanya biasa hingga enak Untuk
mempertahankan banyaknya buah di luar musim itu Aripan layak dikembangkan sebagai sentra
durian multivarietas spesifik lokasi.
Sumber : MegazineNews