Dipi76
New member
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.
Sejarah
Masa lalu sebagai bahasa Melayu
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Rumpun bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia. Dari Taiwan dan Hawaii di ujung utara sampai Selandia Baru (Aotearoa) di ujung selatan dan dari Madagaskar di ujung barat sampai Pulau Paskah (Rapanui) di ujung timur.
Austronesia mengacu pada wilayah geografis yang penduduknya menuturkan bahasa-bahasa Austronesia. Wilayah tersebut mencakup Pulau Formosa, Kepulauan Nusantara (termasuk Filipina), Mikronesia, Melanesia, Polinesia, dan Pulau Madagaskar. Secara harafiah, Austronesia berarti "Kepulauan Selatan" dan berasal dari bahasa Latin australis yang berarti "selatan" dan bahasa Yunani nesos (jamak: nesia) yang berarti "pulau".
Jika bahasa Jawa di Suriname dimasukkan, maka cakupan geografi juga mencakup daerah tersebut. Studi juga menunjukkan adanya masyarakat penutur bahasa Melayu di pesisir Sri Langka.
Rumpun bahasa Sunda-Sulawesi (atau Hesperonia Dalam atau Malayo-Polinesia Barat Dalam) adalah cabang dari rumpun bahasa Austronesia yang di dalamnya termasuk bahasa-bahasa yang dituturkan di Sulawesi, Kepulauan Sunda Besar, dan beberapa bahasa daerah terluarnya seperti bahasa Chamoru dan bahasa Palau, seperti dikemukakan oleh Wouk dan Ross (2002).
Dalam penggolongan ini, kelompok lama Malayo-Polinesia Barat (MPB), atau Hesperonia, telah dibagi menjadi kelompok "dalam" (Sunda-Sulawesi) dan "luar" (Kalimantan-Filipina), dan Malayo-Polinesia Barat hanya dianggap sebagai istilah geografis
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuno) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuno yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.Lingua franca dari bahasa Latin yang artinya adalah "bahasa bangsa Frank" adalah sebuah istilah linguistik yang artinya adalah "bahasa pengantar" atau "bahasa pergaulan" di suatu tempat di mana terdapat penutur bahasa yang berbeda-beda. Ayatrohaedi menerjemahkan istilah ini dengan istilah basantara, dari kata "basa" atau "bahasa" dan "antara".
Sebagai contoh adalah bahasa Melayu atau bahasa Indonesia di Asia Tenggara. Di kawasan ini bahasa ini dipergunakan tidak hanya oleh para penutur ibunya, namun oleh banyak penutur kedua sebagai bahasa pengantar.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur". Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Jan Huyghen (atau Huijgen) van Linschoten (lahir di Haarlem, Belanda, 1563 - meninggal di Enkhuizen, 8 Februari 1611) adalah penjelajah, pedagang, penulis, dan sejarawan Belanda beragama Kristen Protestan.
Nama van Linschoten dikenal terutama dari dua tulisan perjalanannya yang dianggap sebagai kunci bagi ekspedisi Cornelis de Houtman ke Nusantara. Van Linschoten menyalin peta pelayaran milik Portugis yang sangat dirahasiakan, sehingga membuka jalan bagi penjelajah Inggris dan Belanda ke Kepulauan Rempah-rempah (Maluku/Nusantara). Akibatnya, pada abad ke-17 dominasi Portugis (berpangkalan di Malaka dan menguasai perdagangan di Maluku) di Nusantara melemah dan berdirilah kongsi dagang VOC (milik Belanda) di Batavia dan EIC (milik Inggris) di Bombay, India.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.Alfred Russel Wallace O.M., F.R.S. (lahir 8 Januari 1823 – meninggal 7 November 1913 pada umur 90 tahun) dikenal sebagai seorang naturalis, penjelajah, pengembara, ahli antropologi dan ahli biologi dari Britania Raya. Ia terkenal sebagai orang yang mengusulkan sebuah teori tentang seleksi alam, dimana kemudian hari malah membuat Charles Darwin lebih terkenal dari dia dengan teorinya sendiri.
Ia banyak melakukan penelitian lapangan, dimana untuk pertama kalinya dilakukan di sungai Amazon di tahun 1846 saat ia masih berusia 23 tahun dan kemudian di Kepulauan Nusantara. Dia ketika itu mengoleksi aneka serangga dari ekspedisi Amazon. Kemudian koleksinya dia bawa pulang ke Eropa yang gandrung terhadap temuan baru dari belahan dunia lain. Koleksi serangga itu laku dijual dan modal itu menjadi titik awal penjelajahan Wallace di Nusantara. Pada perjalanan antara tahun 1848 hingga tahun 1854, Ia tiba di Singapura. Selama delapan tahun kemudian (1854 - 1862)ia menjelajah berbagai wilayah di Nusantara. Dari penjelajahan itu, ia membukukannya ke dalam sebuah catatan yang berjudul The Malay Archipelago. Selama ekspedisinya di Nusantara, diperkirakan dia telah menempuh jarak tidak kurang dari 22.500 kilometer, melakukan 60 atau 70 kali perjalanan terpisah, dan mengumpulkan 125.660 spesimen fauna meliputi 8.050 spesimen burung, 7.500 spesimen kerangka dan tulang aneka satwa, 310 spesimen mamalia, serta 100 spesimen reptil. Selebihnya, mencapai 109.700 spesimen serangga, termasuk kupu-kupu yang paling disukainya.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad adalah ulama, sejarawan, pujangga, dan terutama pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis.
Bersambung
Sumber:
www.Ohio.edu
-dipi-