jmw01
New member
Mamluk ( Arabic: مملوك (singular), مماليك mamālīk (plural), "dimiliki"; juga diterjemahkan sebagai mamluq, mamluke, mameluk, mameluk, mamaluke atau marmeluke) adalah seorang prajurit yang berasal dari kaum budak yang telah masuk Islam. "Fenomena mamluk," sebagai mana David Ayalon menyebutnya, adalah per-politikan penting yang luar biasa besar dan berumur panjang, yang berlangsung dari abad ke 9 sampai abad ke-19 Masehi. Seiring berjalannya waktu, mamluk menjadi kasta militer yang kuat di berbagai masyarakat Muslim. Terutama di Mesir, tetapi juga di Levant, Irak, dan India, kaum mamluk memegang kekuasaan politik dan militer. Dalam beberapa kasus, mereka mendapat kedudukan sebagai sultan, sementara di kasus lain mereka memegang kekuasaan daerah sebagai amir atau beys. Kasus yang paling menonjol, dimana golongan mamluk merebut kesultanan sendiri di Mesir dan Suriah dalam periode yang dikenal sebagai Kesultanan Mamluk (1250-1517). Kesultanan Mamluk terkenal karena memukul mundur bangsa Mongol dan bertempur dengan para Crusaders.
Mereka adalah keturunan dari berbagai variasi tetapi yang paling sering adalah Kipchak Turks*, tergantung pada periode dan wilayah yang bersangkutan. Sewaktu seorang mamluk dibeli, status mereka berada di atas budak biasa, yang tidak diizinkan untuk membawa senjata atau melakukan tugas tertentu. Di tempat-tempat seperti di Mesir, dari dinasti Ayyubiyah hingga ke era Muhammad Ali dari Mesir, mamluk dianggap sebagai "penguasa yang sesungguhnya" dengan status sosial di atas mereka yang terlahir sebagai se-orang Muslim.
*Kipchak Turks : merupakan keturunan dari masyarakat kuno Turkic, selain Cuman Turks
Ikhtisar
Kisah perbudakan militer di masyarakat Islam dimulai dengan para khalifah Abbasiyah abad 9 di Baghdad. Kaum mamluk yang paling awal dikenal sebagai ghilman (istilah lain dari budak) dan dibeli oleh para khalifah awal Abbasiyah . Pada pertengahan abad ke-9, budak-budak tersebut telah menjadi unsur dominan didalam militer. Konflik antara ghilman dan penduduk Baghdad mendorong khalifah al-Mu'tashim untuk memindahkan ibukota ke kota Samarra, namun hal ini tetap tidak berhasil menenangkan ketegangan yang terjadi; khalifah al-Mutawakkil dibunuh oleh beberapa slave-soldiers ini di tahun 861. Bani Abbasiyah membeli slave-soldiers terutama dari daerah dekat Caucasus (terutama Circassian dan Georgian), dan dari daerah utara Laut Hitam ( etnies Kipchak dan etnies Turki lainnya). Mereka yang ditangkap memiliki latar belakang non-Muslim.
Pengguna'an tentara mamluk memberikan penguasa'an pasukan dimana tentara tersebut ( mamluk ) tidak memiliki link ke setiap struktur kekuasaan yang didirikan. Prajurit local yang non-mamluk seringkali lebih setia kepada syekh suku mereka, keluarga mereka, atau bangsawan daripada kepada sultan atau kepada khalifah. Jika seorang komandan berkomplot melawan penguasa, hal itu sering kali tidak memungkin-kan untuk be-konspirasi, tanpa menimbulkan keresahan di kalangan bangsawan. Pasukan Budak mamluk adalah orang asing dari status terendah yang tidak akan bisa berkomplot melawan penguasa dan yang dengan mudah bisa dihukum jika mereka menimbulkan masalah, sehingga menjadi aset militer yang besar.
Setelah keterpecahan the Abbasid Empire, para budak militer, yang dikenal sebagai mamluk atau ghilman, menjadi basis of military power di seluruh dunia Islam. Kaum Fatimiyah Mesir membeli etnies Armenia, Turki dan budak Sudan, yang membentuk sebagian besar militeris mereka dan seringkali administration mereka . The powerful vizier Badr al-Jamali, misalnya, adalah seorang mamluk asal Armenia. Di Iran dan Irak, kaum Buyids menggunakan budak Turki di seluruh kekaisaran, seperti pembangkang al-Basasiri yang pada akhirnya mengantarkan penguasa Saljuq di Baghdad setelah percoba'an pemberontakan yang gagal. Ketika Bani Abbasiyah kemudian kembali meng-kontrol militer atas Irak, mereka juga bergantung pada budak militer mereka yang disebut ghilman.
Di bawah Saladin dan the Ayyubids of Egypt, kekuatan mamluk meningkat sampai mereka mengklaim kesultanan di 1250, memerintah sebagai Kesultanan Mamluk. Para budak Militer terus dipekerjakan di seluruh dunia Islam sampai abad ke-19, ketika rezim modern mulai mendominasi. Devşirme Kekaisaran Ottoman's , atau "mengumpulkan" para budak muda untuk Janissary corps, berlangsung hingga abad ke-17, sementara basis rezim mamluk tumbuh di provinsi Ottoman seperti Irak dan Mesir hingga abad ke-19.
Di bawah Mamluk Sultane of Cairo, para mamlukers dibeli saat mereka masih muda dan dibesarkan di dalam barak-barak di Citadel of Cairo. Karena status particular mereka (tidak ada ikatan sosial atau afiliasi politik) dan pelatihan keras militer , mereka sering kali dipercaya. Pelatihan mereka terdiri dari pendidikan agama dan militer yang ketat untuk membantu mereka menjadi "good Muslim horsemen and fighters". Ketika training mereka telah selesai mereka pun dipulangkan, namun masih tetap terikat pada patron yang telah membeli mereka. Mamluk mengandalkan bantuan dari patron mereka untuk kemajuan karir dan juga reputasi patron dan power yang bergantung pada perekrutan-nya . Seorang mamluk juga "terikat oleh sebuah esprit de corps yang kuat kepada rekan-rekannya dalam household yang sama."
Mamlukers bangga akan asal mereka sebagai budak dan mereka yang dibeli hanya sesudah memenuhi syarat untuk mencapai posisi tertinggi. Hak istimewa yang berkaitan dengan menjadi seorang mamluk sangat lah didambakan, sehingga banyak dari orang bebas Mesir yang mengatur diri mereka untuk dijual dalam rangka untuk mendapatkan akses ke masyarakat yang istimewa. Mamluk berbicara dalam bahasa Arab dan membudayakan identitas mereka dengan mempertahankan nama Mesir. Namun meskipun ber-asal usul yang rendah dan eksklusifitas sikap, mamluk dihormati oleh masyarakat Arab mereka. Mereka mendapat penghargaan dan prestise sebagai "Penjaga sejati Islam dengan memukul mundur baik Tentara Salib dan Mongol". Banyak orang memandang mereka sebagai berkat dari Tuhan untuk umat Islam.
Setelah para mamluk meng-converted ke Islam, banyak dari mereka yang di-training sebagai cavalry soldiers. Mamluk harus mengikuti dictates of furusiyya*, suatu code yang mencakup nilai-nilai seperti keberanian, dan kemurahan hati, dan juga taktik kavaleri, menunggang kuda, memanah dan perawatan luka, dll
*dictates of furusiyya : adalah suatu diktat yang mencakup Arabic knightly martial yiatu , berkuda, memanah, dan menyerang dengan tombak.Ibn Qayyim Al-Jawziyya kemudian hari menambahkan berpedang sebagai disiplin ke-4
Mamluk tinggal di dalam garnisun mereka dan terutama untuk menghabiskan waktu mereka satu sama lain. Hiburan mereka termasuk acara olahraga seperti lomba memanah dan presentations of mounted combat skills setidaknya seminggu sekali . Pelatihan yang intensif dan ketat setiap kali merekrut anggota baru membantu menjamin kelangsungan hidup praktek mamluk.
Sementara mereka tidak lagi benar-benar sebagi budak setelah pelatihan, mereka masih tetap wajib untuk melayani Sultan. Sultan membuat mereka sebagai kekuatan asing, di bawah perintahnya langsung, untuk digunakan dalam hal menangani friksi-friksi suku setempat. Sultan juga bisa mengirim mereka sampai ke daerah-daerah muslim di Iberia.
Sultan memiliki para mamluk dengan jumlah terbesar, tapi amir yang lebih rendah dapat memiliki pasukan pribadi sendiri juga. Banyak para mamluk yang meningkat ke posisi tinggi di seluruh kekaisaran, termasuk dalam komando ketentara'an. Pada awalnya status mereka tetaplah tidak-diwariskan dan seoarng anak lelaki secara ketat dicegah untuk mengikuti ayah mereka (mewarisi apa yang dimiliki ayahnya, terutama kedudukan di dalam pemerintahan) . Akan tetapi, seiring dengan berjalan nya waktu, di tempat-tempat seperti Mesir, pasukan mamluk menjadi terkait dengan struktur kekuasaan yang ada dan mendapatkan pengaruh dalam jumlah yang signifikan terhadap kekuasa'an. Suatu evolusi yang sama terjadi dalam Ottoman Empire dengan para Janissary-nya