Sekelompok Ilmuwan Mencoba Batasi Wewenang Nuklir Trump

Politik

New member
Sekelompok ilmuwan dalam Buletin Ilmuwan Atom, menyusun rencana yang mencoba membatasi wewenang nuklir Trump untuk secara sepihak memerintahkan serangan nuklir. Rencana tersebut mengharuskan Presiden Trump untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Wakil Presiden dan Ketua DPR. Saat ini, Trump sebagai Panglima Tertinggi memiliki wewenang untuk meluncurkan senjata nuklir AS kapan pun.

Oleh: Jeff Daniels (CNBC)

Sekelompok ilmuwan mengajukan sebuah rencana pada Rabu (25/1), yang akan membatasi wewenang nuklir Trump untuk secara sepihak memerintahkan serangan nuklir.

Rencana tersebut akan mengharuskan presiden tersebut untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari dua pejabat lainnya dalam rantai birokrasi presiden—Wakil Presiden dan Ketua DPR—menurut sebuah makalah dalam Buletin Ilmuwan Atom, yang merupakan sebuah advokasi pelucutan senjata global.

Sebagai Panglima Tertinggi, Presiden Amerika Serikat (AS) tersebut saat ini memiliki wewenang untuk memerintahkan militer AS untuk meluncurkan rudal nuklir.

Makalah tersebut diterbitkan sebagai tanggapan atas Presiden Donald Trump yang baru-baru ini membual tentang “tombol nuklirnya” yang “jauh lebih besar dan lebih kuat” daripada milik pemimpin Korea Utara.

Pada bulan November lalu, terdapat diskusi di Komite Hubungan Luar Negeri Senat tentang pembatasan wewenang nuklir trump, setelah beberapa anggota parlemen Demokrat mengutip perilaku Trump yang “tidak stabil”.

“Satu orang saja tidak bisa memerintahkan serangan nuklir,” kata salah seorang penulis tersebut, Lisbeth Gronlund, yang merupakan seorang ilmuwan senior dan Wakil Direktur Program Keamanan Global di Union of Concerned Scientists (UCS). “Tidak ada alasan untuk mempertahankan kebijakan berbahaya ini, karena terdapat alternatif lain yang memungkinkan pejabat lain mengambil keputusan untuk menggunakan senjata nuklir, baik untuk peluncuran pertama, atau peluncuran sebagai tanggapan atas serangan nuklir lain.”

Menurut makalah tersebut, “risikonya tidak hanya sekadar dugaan. Selama skandal Watergate, Presiden Richard Nixon sering mabuk, dan banyak penasihat menganggapnya tidak stabil. Selama persidangan pendakwaan tahun 1974, Nixon mengatakan kepada para wartawan bahwa ‘Saya dapat kembali ke kantor saya lalu menelepon, dan dalam 25 menit, 70 juta orang akan meninggal. ‘”

Makalah ini ditulis bersama David Wright, seorang ilmuwan senior UCS dan Steve Fetter, Profesor di Universitas Maryland.

Para penulis dari makalah tersebut mengatakan bahwa “usulan tersebut berlaku untuk penggunaan senjata nuklir apa pun, terlepas dari apakah itu akan menjadi penggunaan senjata nuklir pertama, atau sebagai tanggapan atas serangan nuklir lain, atau sebagai peringatan serangan.”

Michaela Dodge, seorang analis kebijakan yang berfokus pada kebijakan senjata nuklir di Heritage Foundation, mengatakan bahwa pencegahan adalah bagian penting dalam program nuklir AS, dan kemampuan untuk merespon ancaman dengan cepat.

“Salah satu persyaratan yang sangat penting untuk pencegahan adalah memiliki kewenangan untuk merespon dengan cepat,” kata Dodge. “Wewenang itu hanya terletak pada Panglima Tertinggi, dan saya setuju dengan hal itu.”

Mengubah prosedur saat ini dalam pemberian perintah serangan nuklir, dapat menambahkan beberapa lapisan terhadap “dampak keamanan yang negatif,” katanya.

Analis Heritage itu juga mengatakan bahwa terdapat orang lain yang memiliki pengaruh terhadap keputusan presiden untuk melakukan serangan nuklir.

Pada saat yang sama, jenderal militer pada dasarnya menolak untuk mengikuti apa yang mereka anggap “perintah ilegal,” menurut pensiunan Jenderal Robert Kehler dalam sidang Komite Hubungan Luar Negeri Senat pada bulan November. Kehler adalah mantan komandan di Komando Strategis AS.

Sumber : Sekelompok Ilmuwan Mencoba Batasi Wewenang Nuklir Trump
 
Back
Top