ubay
New member
gilee bener apa indonesia se rapuh ini yah masa sekolah kaya begini dikasih ijin??? gw sumpahin yang ngasih ijin melarat 100 turunan..
>:##>:##:evil::finger::finger:
SURABAYA - Tak hanya sekolah reguler yang membuka pendaftaran siswa baru (PSB). Sekolah Aktivis LGBTiQ, lembaga pendidikan untuk kaum gay, lesbian, dan waria, pada 2008 ini juga mulai menerima murid baru. Sekolah bagi kalangan lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks, dan queer (LGBTiQ), ini di-launching di Surabaya Plaza Hotel, Rabu (25/6). Ini merupakan sekolah pertama di Indonesia.
Saat diluncurkan oleh penggagasnya, GAYa Nusantara, peminat sekolah ini membeludak. Menurut Dede Oetomo (penasihat GAYa Nusantara) sekolah khusus ini dibuka atas dorongan para aktivis gay, lesbian, dan waria, di seluruh tanah air.
Proses belajar-mengajar agak beda dengan yang biasa diterapkan di SMP atau SMA. Para siswa belajar dalam suasana santai. Mentornya dari kalangan akademisi dan aktivis lintas elemen. Jam belajar hanya seminggu dalam 1-2 bulan.
Pada edisi perdana, Sekolah Aktivis LGBTiQ hanya menerima 20 siswa. Biaya pendidikan gratis, karena sekolah ini disokong penuh oleh Humanistisch Instituut voor Ontwikkelingssamenwerking (Hivos), organisasi nonpemerintahan Belanda yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
Seleksi akan dilakukan secara ketat. Para calon siswa wajib menulis esai tentang banyak hal, mulai dari pandangan mereka terhadap berbagai persoalan gay lesbian waria hingga tujuan mereka mengikuti pendidikan khusus ini.
?Kami susun kurikulum sendiri. Nanti, setelah ada penyempurnaan kurikulum, sekolah ini akan kami legalkan. Di mancanegara, sekolah-sekolah semacam ini sudah menjamur, terutama di Eropa dan Amerika,? sambung Dede.
Sekolah khusus gay lesbian waria ini tak perlu harus memiliki lembaga sendiri. ?Ini kan termasuk pendidikan luar sekolah. Jadi, sekolahnya bisa dimana saja. Untuk sementara ini, kami akan menyewa ruangan di hotel,? ujar pengajar FISIP Unair.
Beberapa materi pelajaran yang diberikan misalnya terkait kepemimpinan, manajemen, hingga aspek kepribadian dan sosial. Menurut Dede, yang sering dikeluhkan selama ini adalah kesulitan berinteraksi dengan stake holder, kelompok agamis, masyarakat, dan media masa. ?Kami bekali mereka dengan menghadirkan mentor para profesional di bidangnya,? jelas Dede.
Pujiati, aktivis kaum lesbian, mengatakan, sekolah ini sangat positif untuk mengembangkan potensi kaum gay lesbian dan waria. Ini agar mereka tak sekadar hadir di tengah masyarakat dan menjadi bahan perbincangan, melainkan memiliki pengetahuan ?lebih? dan kemampuan berorganisasi yang terarah.
Rencana membuka sekolah khusus ini sebenarnya sudah lama disuarakan. Tapi, karena faktor dana dan keterbukaan komunitas, sekolah baru bisa terwujud tahun ini.
Keberadaan kaum gay lesbian waria bukan fenomena baru. Komunitas ini menjamur di mana-mana dengan beragam usia, profesi, dan strata. Mereka bukan lagi kaum marjinal seperti yang ditudingkan golongan radikal agama. Mereka memberi warna tersendiri dalam kehidupan.
?Keterbukaan gay lesbian beberapa tahun silam mungkin tidak seperti sekarang. Mereka kini lebih berani tampil dengan segenap perjuangan. Masyarakat juga sudah mulai terbuka dan menerima kehadiran mereka,? lanjut Dede.
Meski demikian, tak mudah menemukan organisasi kaum ini di seluruh penjuru kota Indonesia. Alasannya, sebagian mereka belum memiliki sikap terbuka. Sejumlah tempat mangkal yang dijadikan trade mark nongkrong diinformasikan dari mulut ke mulut. Di Surabaya bisa dijumpai di beberapa pub macam Qemi setiap Kamis serta Home Ball setiap Minggu malam.
Sumber : Surya Online
>:##>:##:evil::finger::finger:
SURABAYA - Tak hanya sekolah reguler yang membuka pendaftaran siswa baru (PSB). Sekolah Aktivis LGBTiQ, lembaga pendidikan untuk kaum gay, lesbian, dan waria, pada 2008 ini juga mulai menerima murid baru. Sekolah bagi kalangan lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks, dan queer (LGBTiQ), ini di-launching di Surabaya Plaza Hotel, Rabu (25/6). Ini merupakan sekolah pertama di Indonesia.
Saat diluncurkan oleh penggagasnya, GAYa Nusantara, peminat sekolah ini membeludak. Menurut Dede Oetomo (penasihat GAYa Nusantara) sekolah khusus ini dibuka atas dorongan para aktivis gay, lesbian, dan waria, di seluruh tanah air.
Proses belajar-mengajar agak beda dengan yang biasa diterapkan di SMP atau SMA. Para siswa belajar dalam suasana santai. Mentornya dari kalangan akademisi dan aktivis lintas elemen. Jam belajar hanya seminggu dalam 1-2 bulan.
Pada edisi perdana, Sekolah Aktivis LGBTiQ hanya menerima 20 siswa. Biaya pendidikan gratis, karena sekolah ini disokong penuh oleh Humanistisch Instituut voor Ontwikkelingssamenwerking (Hivos), organisasi nonpemerintahan Belanda yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
Seleksi akan dilakukan secara ketat. Para calon siswa wajib menulis esai tentang banyak hal, mulai dari pandangan mereka terhadap berbagai persoalan gay lesbian waria hingga tujuan mereka mengikuti pendidikan khusus ini.
?Kami susun kurikulum sendiri. Nanti, setelah ada penyempurnaan kurikulum, sekolah ini akan kami legalkan. Di mancanegara, sekolah-sekolah semacam ini sudah menjamur, terutama di Eropa dan Amerika,? sambung Dede.
Sekolah khusus gay lesbian waria ini tak perlu harus memiliki lembaga sendiri. ?Ini kan termasuk pendidikan luar sekolah. Jadi, sekolahnya bisa dimana saja. Untuk sementara ini, kami akan menyewa ruangan di hotel,? ujar pengajar FISIP Unair.
Beberapa materi pelajaran yang diberikan misalnya terkait kepemimpinan, manajemen, hingga aspek kepribadian dan sosial. Menurut Dede, yang sering dikeluhkan selama ini adalah kesulitan berinteraksi dengan stake holder, kelompok agamis, masyarakat, dan media masa. ?Kami bekali mereka dengan menghadirkan mentor para profesional di bidangnya,? jelas Dede.
Pujiati, aktivis kaum lesbian, mengatakan, sekolah ini sangat positif untuk mengembangkan potensi kaum gay lesbian dan waria. Ini agar mereka tak sekadar hadir di tengah masyarakat dan menjadi bahan perbincangan, melainkan memiliki pengetahuan ?lebih? dan kemampuan berorganisasi yang terarah.
Rencana membuka sekolah khusus ini sebenarnya sudah lama disuarakan. Tapi, karena faktor dana dan keterbukaan komunitas, sekolah baru bisa terwujud tahun ini.
Keberadaan kaum gay lesbian waria bukan fenomena baru. Komunitas ini menjamur di mana-mana dengan beragam usia, profesi, dan strata. Mereka bukan lagi kaum marjinal seperti yang ditudingkan golongan radikal agama. Mereka memberi warna tersendiri dalam kehidupan.
?Keterbukaan gay lesbian beberapa tahun silam mungkin tidak seperti sekarang. Mereka kini lebih berani tampil dengan segenap perjuangan. Masyarakat juga sudah mulai terbuka dan menerima kehadiran mereka,? lanjut Dede.
Meski demikian, tak mudah menemukan organisasi kaum ini di seluruh penjuru kota Indonesia. Alasannya, sebagian mereka belum memiliki sikap terbuka. Sejumlah tempat mangkal yang dijadikan trade mark nongkrong diinformasikan dari mulut ke mulut. Di Surabaya bisa dijumpai di beberapa pub macam Qemi setiap Kamis serta Home Ball setiap Minggu malam.
Sumber : Surya Online