Kalina
Moderator
KOMPAS.com - Wisata yang satu ini memang lain dari yang biasa saya lakukan. Melihat tengkorak di bawah tanah, dalam parit batu atau tambang sepanjang 1,7 km. Yang istimewa adalah tengkorak manusia ini ditata bagaikan dinding berukir, sehingga kita yang berada di dalamnya seolah terhimpit dari awal hingga akhir oleh tulang belulang manusia peninggalan sejak abad kelima.
Catacombes de Paris. Itu nama situs wisatanya. Tempat ini justru sebenarnya pada awalnya sedikit enggan saya kunjungi, seram saja membayangkan berada di bawah tanah, dalam lorong, hanya disajikan pemandangan tengkorak manusia.
Tapi berhubung anak saya yang sulung, justru malah pernah mendatangi Catacombes di Paris itu, saat masih kecil bersama nenek-kakeknya dan sampai saat ini masih saja membicarakannya, jadilah, saat saya harus ke Paris untuk sebuah liputan menyempatkan diri, mengunjungi wisata penampungan tengkorak manusia zaman dulu kala...
Pagi hari pukul 09.30 saya sudah mendatangi situs tersebut. Alamak! Padahal tempat itu mulai dibuka pukul 10.00 tetapi antreannya sudah amat sangat panjang. Saya sampai dibuat bingung. Namun saat saya tanyakan kepada orang terakhir yang mengantre, apakah mereka mengantre untuk mengunjungi Catacombes de Paris atau yang lainnya, jawabannya adalah, "Tentu saja untuk Catacombes".
"Ck.. ck.. ck..," decak saya. Rupanya obyek wisata ini terkenal toh bagi turis mancanegara. Karena orang yang di depan saya datang dari Amerika yang sudah memasukkan tempat wisata Catacombes dalam agendanya yang wajib dikunjungi setelah Disneyland Paris dan Tour Eiffel.
Satu jam sudah saya mengantre di bawah rintikan hujan. Untung setiap saya ke Paris, payung kecil tak pernah ketinggalan. Maklum namanya juga Paris, kota abu-abu saking seringnya hujan. Dan si turis asal Amerika itu meminta izin agar kepalanya boleh ikut berteduh di bawah payung saya.
Herannya, para pengantre lainnya, tetap saja dengan tabah tak meninggalkan antrean, padahal badan mereka sudah basah dan kedinginan. Salut!
Akhirnya datang juga giliran saya memasuki Catacombes. Karena setiap pengunjung yang masuk dibatasi sesuai jumlah yang ditentukan, agar di dalamnya tak terlalu padat manusia, mengingat situs ini termasuk rentan. Awalnya datang sendiri, berkat berbagi payung, jadilah saya mendapatkan teman dadakan. Untung juga karena, terus terang dari tadi saya sedikit grogi takut memikirkan jika nanti tak merasa nyaman.
Harga tiket masuk ke Catacombes 8 euros, anak-anak di bawah 14 tahun gratis. Pengunjung yang berusia di atas 14 tahun hingga 26 tahun membayar setengahnya, yaitu 4 euros saja. Murah kan? Saran saya agar menyewa audio guide, seharga 3 euros karena sangat berguna selama kita di dalam situs tersebut.
Sebenarnya apa sih Catacombes itu? Catacombes de Paris, pada awalnya merupakan sebuah tambang bawah tanah, di mana sejak zaman antik dibuat lorong untuk mengambil bahan kebutuhan pembangunan kota Paris agar tak perlu mengimpor dari negara lainnya. Misalnya batu yang zaman dulu banyak digunakan sebagai bahan utama pembuatan bangunan.
Lorong tersebut berada sekitar 20 hingga 30 meter di bawah permukaan tanah. Dan rupanya di Paris sendiri tersebar sekitar 300 kilometer tambang bawah tanah. Hanya saat ini, baru situs Catacombes ini saja yang dibuka untuk umum.
Awalnya Catacombes ini bukan digunakan sebagai tempat penampungan tengkorak. Begini sejarahnya. Pada abad kelima, dibangun sebuah pemakaman, yaitu Saints-Innocents dengan sebuah gereja berada di dekatnya yaitu Gereja Notre-Dame-des Bois. Pemakaman ini menampung para jenazah untuk daerah di sekitarnya.
Namun menurut keterangan, beberapa tokoh legenda penting juga dimakamkan di pekuburan ini. Dan yang menjadi catatan bersejarah adalah kuburan itu menampung anak-anak Yudea yang dibunuh atas perintah Raja Heroldes. Selama 13 abad, pemakaman ini menampung para jenazah dari daerah sekitarnya, yang rupanya semakin lama menjadi masalah karena terlalu padat. Pemakaman kecil itu berubah menjadi pemakaman nomor satu di Paris!
Hingga pada abad kedelapan, sebuah masalah besar menimpa akibat dari jenazah yang dimakamkan di Saints-Innocents itu. Rupanya pembusukan mayat dalam tanah mencemarkan air sumur. Bahkan sebuah perkebunan anggur tak jauh dari pemakaman itu mengalami masalah karena anggur hasil olahan mereka menjadi rasa cuka, dan tak layak dikonsumasi.
Permasalahan adanya pencemaran itulah yang membuat pemerintah memutuskan untuk menghentikan menguburan jenazah. Tentunya pada awalnya mengalami pertentangan. Pasalnya pada masa itu jenazah wajib dikuburkan dalam tanah secara keagamaan. Tepatnya awal 1780, pemakaman Innocents ditutup.
Pada 1785 Wali Kota Paris memutuskan untuk melakukan sebuah proyek mengambil ide dari proyek di London yang sudah terlaksana dengan sukses. Yaitu menaruh tengkorak yang berada di pemakaman Saints-Innocents untuk ditaruh di dalam lorong bawah tanah (tambang).
Suhu udara dan kemungkinkan lainnya telah dianalisa, agar mayat yang telah berubah menjadi tengkorak bisa bertahan lama. Sebuah lorong di bawah jalan Tombe Issoire, dipilih sebagai tempat pemindahan tengkorak tersebut.
Meskipun dengan pedebatan panjang, akhirnya pada akhir 1785 mulailah pemindahan pertama tulang jenazah dilaksanakan. Tengkorak mayat, dibersihkan dan ditata sebaik mungkin. Bahkan upaca keagamaan pun dilaksanakan agar tengkorak-tengkorak tersebut mendapatkan berkah dari Tuhan di penempatan yang baru.
Proyek itu berjalan dengan sukses selama 15 bulan. Setelah pemakaman Saints-Innocents kosong pemindahan tulang jenazah diberhentikan. Namun rupanya, beberapa pemakaman lainnya, menyambut ide itu sebagai jalan keluar menghentikan kepadatan sebuah pemakaman. Maka beberapa pemakaman di sekitar gereja lainnya turut melakukan pemindahan ke Catacombes di daerah 14 Paris itu.
Korban Revolusi Perancis dan para tahanan perang pun pada 1788 hingga 1792 secara langsung ditempatkan di tempat penaruhan tulang jenazah di Catacombes.
Saat kaki saya mulai memasuki ruangan bawah tanah itu, rasa pengap tiba-tiba menyesakkan dada, lebih karena stres sebenarnya. Maklum saya ini paling takut kalau berada di ruangan tertutup dan gelap pula. Apalagi saya tahu, pemandangan yang akan saya jumpai nantinya tak akan indah.
Pengunjung akan berjalan beberapa meter dalam sebuah lorong sempit. Bagi yang penakut seperti saya lebih baik cari teman he-he-he... Sebelum bertemu dengan rangkaian tengkorak, beberapa peninggalan romawi akan membuat napas sedikit lega, karena selain memang indah juga bagus sekali untuk diambil foto. Barulah kemudian kita akan dipertemukan dengan tumpukan tengkorak!
Beruntung, sesekali teman dadakan saya dari Amerika itu berada masih dekat saya, dan kami pun masih bisa saling bertukar komentar, lumayan menghilangkan stres...
Kalau biasanya saya melihat para turis, asyik difoto dengan latar belakang pemandangan alam nan cantik atau monumen bersejarah yang gagah, kali ini, dengan santainya beberapa turis saya temukan menempelkan muka mereka dekat sekali dengan tumpukan kepala tengkorak sambil meminta, pacar, teman atau saudara mereka mengabadikan kenangan tersebut.
Bahkan ada yang bertingkah seolah akan menciumnya. Hal itu tentu saja membuat pengawas sedikit menegur karena pengunjung dilarang menyentuh dan menggunakan lampu kamera saat pengambil foto. Peninggalan tengkorak dalam Catacombes sangat dijaga kelestariannya.
Sayangnya, begitu penjaga situs wisata itu menghilang, beberapa turis yang bandel, kembali mengulangi kembali kesalahan yang sama.
Tengkorak yang bertumpuk bagaikan tembok melingkar, dinding atau ditata berupa sebuah bola raksasa memang unik. Yang membuat saya kagum adalah, penataan seni dari tulang tengkorak tersebut. Karena di tata bukan secara keselurahan badan, namun tiap tengkorak badan dipisahkan lalu dibuat seolah dinding seni atau pilar, maka kesan seram seperti di film horor, tengkorak berjalan mulai terkikis.
Tak heran, jika mengunjung yang datang beberapa anak-anak sekitar lima hingga sepuluh tahun yang saya temukan justru mereka malah dibuat terpesona. Bahkan seorang bocah, dengan kerasnya berseru di depan sebuah bola raksasa terbuat dari potongan tengkorak "Wowwww... c’est trop cool!" (keren banget).
Banyak sekali sejarah yang bisa dipetik menjadikan pengalaman lebih dalam dan kaya. Berkat alat audio guide yang saya sewa itulah informasi penting bisa saya dapatkan, dari mulai awal berkunjung hingga akhir wisata. Dijelaskan setiap sudut, peninggalan dan mengapa beberapa tengkorak itu ditata sedemikian mungkin lengkap dengan sejarahnya.
Setelah selama kurang lebih satu jam berada di dalam Catacombes berjalan sepanjang dua kilometer, akhirnya pintu keluar terlihat dan sinar matahari mulai tertangkap mata. Karena sejak tadi, di dalam lorong bawah tanah, hanya lampu khusus untuk situs bersejarah itu saja yang menjadi alat penerang. Kadang malah dibiarkan remang, membuat semakin takut saja!
Makanya, bagi mereka yang punya penyakit jantung, maka dilarang keras memasuki tempat wisata ini. Dan anak-anak di bawah 14 tahun harus ditemani oleh orang dewasa. Karena sekali kita masuk, tak ada pintu darurat untuk keluar, begitu yang diterangkan oleh petugas.
Yang jelas, tak ada WC! Kalimat yang keluar dari petugas itu yang membuat saya geli. Ternyata banyak pengunjung yang dibuat kebelet pipis karena ketakutan. Makanya dari awal para pengunjung sudah diperingatkan kemungkinan akan mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan.
Ketika akhirnya saya keluar dari Catacombes, siapa yang menyangka jika daerah pusat kota Paris itu di bawah tanahnya terdapat lautan tengkorak peninggalan zaman dulu. Di atas permukaan tanah di mana bangunan cantik dan megah berdiri, sedangkan 30 meter di bawahnya juga dibangun dinding dan pilar unik, situs wisata yang membawa kenangan bersejarah begitu berarti bagi saya... (DINI KUSMANA MASSABUAU)