Seren Taun dalam Tiga Warna

Kalina

Moderator
BANTEN ? Sebentar lagi pesta seren taun akan kembali digelar di Desa Ciptagelar. Upacara dalam pasal pesta panen itu, pastinya akan kembali menggelar kemegahan, seperti yang lalu-lalu.

Di Jawa barat, sebenarnya pesta rakyat ini merupakan ciri tersendiri. Sebuah budaya yang mungkin berawal dari masa megalitik, terus bertahan hingga jaman moderen kini. Dalam arus adaptasinya, tentu saja banyak hal yang harus disesuaikan. Mungkin beberapa mantera telah dikurangi. Atau sedikit bagian prosesi ditawarkan pada umum. Namun pada intinya sama, sebuah acara penghargaan terhadap nikmat yang kita terima.
Diantara berbagai prosesi yang dilakukan, ada beberapa atraksi yang sebenarnya menarik untuk diperhatikan karena masing-masing perbedaannya. Seperti debus, misalnya. Keahlian kebal senjata ini sebenarnya cukup melegenda di kalangan masyarakat barat Jawa.
Beberapa kali kabarnya kemampuan ini telah dipertunjukkan secara internasional. Namun melihatnya di tanah kelahiran sendiri, ini merupakan satu pengalaman wisata yang menakjubkan. Seperti cerita debus di Dusun Lebak Sibedug, yang teramat mempertontonkan keahlian ini secara frontal. Ini dapat digambarkan dalam kilasan berikut.
?Orang-orang di depan saya tiba-tiba meruyak. Rombongan terpecah dan cenderung chaos. Aksi kekerasan seperti memukul-mukulkan rotan pada tangan dan badan, memenuhi hampir keseluruhan orang yang hadir. Beberapa tubuh tampak limbung dengan golok-golok yang terus ditekan pada badannya. Seorang wanita kemudian tampak mengangkat tangannya ke atas. Dan mulai membeset bagian tapak tangannya dengan sebilah pisau kecil. Darah kemudian tampak menetes. Di sela tangan yang menelungkup dalam pisau.Tampaknya wanita itu gagal mempertunjukan debus di depan khalayak. Mungkin ilmunya kurang kuat, atau ada penganggu disekitarnya.?
Begitulah sedikit gambaran yang bisa dilihat kalau kita sempat melihat prosesi upacara Seren Taun di Lebak Sibedug, Citorek, Jawa Barat. Namun atraksi debus serupa tak terlihat kental di upacara Seren Taun yang digelar juga setiap tahun di Dusun Ciptagelar. Dusun yang berada di pusat pegunungan Halimun tersebut, memakai atraksi debus hanya sebagai pengiring saja. Biasanya debus ditaruh pada barisan pertama. Menjaga gadis-gadis berkemben putih, dengan dandanan bak putri dari keraton. Kata para tetua di sana, puteri-puteri itu harus dipilih yang masih perawan. Sebagai perlambang Dewi Sri, sang dewi padi.
Meski terasa hanya sebagai aksesoris belaka, debus menjadi atraksi yang cukup menakjubkan. Adegan tusuk mata, potong lidah, beset perut, tampak menjadi tak menyakitkan.
Berbeda lagi bila kita membicarakan atraksi debus dalam prosesi Seren Taun di Dusun Cigugur. Karena di acara yang juga dilakukan tiap tahun sekali di desa dekat kota Cirebon itu, sama sekali tak meninggalkan bekas-bekasnya. Alias tak ada sama sekali atraksi debus di dusun ini. Entah juga mengapa, atraksi yang cukup bikin nengok kepala itu bisa lenyap di Cigugur.

Masuk Lumbung
Acara memasukkan padi ke dalam lumbung di tiga tempat tersebut juga berbeda-beda. Di Lebak Sibedug, acara memasukkan padi ke dalam lumbung tak dimasukkan dalam acara yang dapat dilihat umum. Mereka melakukan acara tersebut tersendiri setiap tahun, biasanya dua atau tiga hari sebelum puncak acara berlangsung.
Sementara di Ciptagelar acara prosesi memasukkan padi ke dalam lumbung lebih terlihat vulgar. Semua pihak dapat melihatnya dengan jelas. Satu per satu pocong padi pun dapat dilihat jelas alur masuknya ke dalam lumbung. Abah Anom, tetua adat kampung Ciptagelar seperti membuka saja prosesi itu untuk santapan umum. Segala prosesi dan mantera-mantera pun diperlihatkan apa adanya.
Sedangkan di Cigugur, prosesi memasukkan padi ke dalam lumbung, coba ditawarkan menjadi milik umum. Setiap orang yang hadir boleh mencoba menumbuk padi yang akan dimasukkan ke dalam lumbung. Beberapa pengalaman menarik, bila Anda turut menikmatinya.
 
Back
Top