Dipi76
New member
Nama kecil Opu Daeng Risaju adalah Famajjah. Ia dilahirkan di Palopo pada tahun 1880, dari hasil perkawinan antara Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah to Barengseng. Nama Opu menunjukkan gelar kebangsawanan di kerajaan Luwu. Dengan demikian Opu Daeng Risaju merupakan keturunan dekat dari keluarga Kerajaan Luwu.
Pendidikan yang ditanamkan sejak kecil lebih ditekankan pada persoalan yang menyangkut ajaran dan nilai-nilai moral baik yang berlandaskan budaya maupun agama. Sebagai seorang puteri bangsawan di daerah Luwu, sudah menjadi tradisi bagi keluarga bangsawan untuk mengajarkan kepada keluarga atau anak-anaknya tentang pola perilaku yang harus dimiliki oleh seorang perempuan. Pengajaran tentang tata cara kehidupan seorang bahsawan dilaksanakan baik di istana sendiri maupun di luar lingkungan istana. Materi ajaran yang diberikan misalnya bagaimana gerak-gerik diatur, tingkah laku dan cara bergaul bagi anak bangsawan. Pengajaran itu disalurkan lewat pesan-pesan, ceritera-ceritera yang bersifat dongeng dari orang tua atau inang pengasuh. Diajarkan pula tentang tata cara memimpin, bergaul, berbicara dan memerintah rakyat kebanyakan. Di samping itu, diajarkan pula keharusan senantiasa menampilkan keluhuran budi yang memupuk simpatik orang banyak.
Disamping belajar moral yang didasarkan pada adat kebangsawanan, Opu Daeng Risaju belajar pula peribadatan dan akidah sebagaimana yang diajarkan dalam agama Islam. Dalam tradisi di Luwu, agama dan budaya menjadi satu. Famajjah sejak kecil membaca Al Quran sampai tamat 30 juz. Setelah membaca Al Quran, ia mempelajari fiqih dari buku yang ditulis tangan sendiri oleh Khatib Sulaweman Datuk Patimang, salah seorang tokoh penyebar agama Islam di Sulawesi Selatan. Dalam pengajaran agama tersebut, Famajjah dibimbing oleh seorang ulama. Ilmu lain yang ia pelajari dalam agama yaitu nahwu, syaraf dan balagah. Dengan demikian, Opu Daeng Risaju sejak kecil tidak pernah memasuki pendidikan Barat (Sekolah Umum), walaupun ia keluarga bangsawan, sebagaimana lazimnya aktivitas pergerakan di Indonesia pada waktu itu. Boleh dikatakan, Opu Daeng Risaju adalah seorang yang “buta huruf” latin, dia dapat membaca dengan cara belajar sendiri yang dibimbing oleh saudaranya yang pernah mengikuti sekolah umum.
Setelah dewasa Famajjah kemudian dinikahkan dengan H. Muhammad Daud, seorang ulama yang pernah bermukim di Mekkah. Suami Famajjah adalah anak dari teman dagang ayahnya. Karena menikah dengan keluarga bangsawan dan memiliki pengetahuan yang luas tentang agama, H. Muhammad Daud kemudian diangkat menjadi imam masjid istana Kerajaan Luwu. Nama Famajjah bertambah gelar menjad Opu Daeng Risaju.
Opu Daeng Risaju mulai aktif di organisasi Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII) melalui perkenalannya dengan H. Muhammad Yahya, seorang pedagang Asal Sulawesi Selatan yang pernah lama bermukim di Pulau Jawa. H. Muhammad Yahya sendiri mendirikan Cabang SI di Pare-Pare. Opu Daeng Risaju, ketika berada di Pare-Pare masuk menjadi anggota SI Cabang Pare-Pare bersama suaminya.
Ketika pulang ke Palopo, Opu Daeng Risaju mendirikan cabang PSII di Palopo. PSII cabang Palopo resmi dibentuk pada tanggal 14 januari 1930 melalui suatu rapat akbar yang bertempat di Pasar Lama Palopo (sekarang Jalan Landau), atas prakarsa Opu Daeng Risaju sendiri yang dikoordinasi oleh orang-orang PSII. Rapat ini dihadiri oleh aparat pemerintah Kerajaan Luwu, pengurus PSII pusat, pemuka masyarakat dan masyarakat umumnya. Hadir pengurus PSII pusat yaitu Kartosuwiryo. Ketika berada di Palopo, Kartosuwiryo menginap di rumah Opu Daeng Risaju. Kedatangan Kartosuwiryo diundang langsung oleh Opu Daeng Risaju.
Opu Daeng Risaju dalam rapat akbar tersebut terpilih sebagai ketua, sedangkan Mudehang seorang gadis yang masih saudara Opu Daeng Risaju terpilih sebagai sekretaris. Mudehang terpilih sebagai sekretaris merupakan kebutuhan organisasi karena dia seorang wanita tamatan sekolah dasar lima tahun yang tentu saja mampu membaca dan menulis.
Setelah resmi PSII berdiri di Palopo, Opu Daeng Risaju kemudian menyebarkan sayap perjuangannya. Cara penyebaran yang ia lakukan yaitu melalui familinya yang terdekat kemudian kepada rakyat kebanyakan. Dalam merekrut anggota PSII di mata rakyat kebanyakan dilakukan dengan cara menyebarkan kartu anggota yang bertuliskan lafadz “Ashadu Alla Ilaaha Illallah”. Dengan menggunakan kartu tersebut aspek ideologi tertanam dalam diri anggota, siapa yang memiliki kartu tersebut (menjadi anggota PSII) berarti dia seorang muslim. Dengan cara seperti ini, perjuangan PSII yang dilakukan oleh Opu Daeng Risaju mendapatkan dukungan yang sangat besar dari rakyat. Selain itu, dukungan dari rakyat ini timbul karena status Opu Daeng Risaju sebagai seorang bangsawan yang cukup kharismatis di mata masyarakat.
Dukungan yang begitu besar terhadap perjuangan Opu Daeng Risaju menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah Belanda dan Kerajaan Luwu. Kegiatan Opu Daeng Risaju dianggap sebagai kekuatan politik yang membahayakan pemerintah Belanda. Melalui Kerajaan Luwu berupaya melakukan tekanan-tekanan terhadap kegiatan Opu Daeng Risaju.
Daerah yang pertama kali menjadi tempat pendirian ranting PSII adalah di Malangke, sebuah kota di sebelah utara Palopo. Di malangke Opu Daeng Risaju mengadakan pendaftaran anggota PSII. Selama lima belas hari Opu Daeng Risaju berada di kota ini. Masyarakat di Malangke begitu antusias menerima kedatangan Opu Daeng Risaju. Apalagi di kota ini banyak famili dekat Opu Daeng Risaju.
Kegiatan Opu Daeng Risaju didengar oleh controleur afdeling Masamba (Malangke merupakan daerah afdeling Masamba). Controleur afdeling Masamba kemudian mendatangi kediaman Opu Daeng Risaju dan menuduh Opu Daeng Risaju melakukan tindakan menghasut rakyat atau menyebarkan kebencian di kalangan rakyat untuk membangkan terhadap pemerintah. Atas tuduhan tersebut, pemerintah kolonial Belanda menjatuhkan hukuman penjara kepada Opu Daeng Risaju selama 13 bulan.
Bersambung....
-dipi-
Pendidikan yang ditanamkan sejak kecil lebih ditekankan pada persoalan yang menyangkut ajaran dan nilai-nilai moral baik yang berlandaskan budaya maupun agama. Sebagai seorang puteri bangsawan di daerah Luwu, sudah menjadi tradisi bagi keluarga bangsawan untuk mengajarkan kepada keluarga atau anak-anaknya tentang pola perilaku yang harus dimiliki oleh seorang perempuan. Pengajaran tentang tata cara kehidupan seorang bahsawan dilaksanakan baik di istana sendiri maupun di luar lingkungan istana. Materi ajaran yang diberikan misalnya bagaimana gerak-gerik diatur, tingkah laku dan cara bergaul bagi anak bangsawan. Pengajaran itu disalurkan lewat pesan-pesan, ceritera-ceritera yang bersifat dongeng dari orang tua atau inang pengasuh. Diajarkan pula tentang tata cara memimpin, bergaul, berbicara dan memerintah rakyat kebanyakan. Di samping itu, diajarkan pula keharusan senantiasa menampilkan keluhuran budi yang memupuk simpatik orang banyak.
Disamping belajar moral yang didasarkan pada adat kebangsawanan, Opu Daeng Risaju belajar pula peribadatan dan akidah sebagaimana yang diajarkan dalam agama Islam. Dalam tradisi di Luwu, agama dan budaya menjadi satu. Famajjah sejak kecil membaca Al Quran sampai tamat 30 juz. Setelah membaca Al Quran, ia mempelajari fiqih dari buku yang ditulis tangan sendiri oleh Khatib Sulaweman Datuk Patimang, salah seorang tokoh penyebar agama Islam di Sulawesi Selatan. Dalam pengajaran agama tersebut, Famajjah dibimbing oleh seorang ulama. Ilmu lain yang ia pelajari dalam agama yaitu nahwu, syaraf dan balagah. Dengan demikian, Opu Daeng Risaju sejak kecil tidak pernah memasuki pendidikan Barat (Sekolah Umum), walaupun ia keluarga bangsawan, sebagaimana lazimnya aktivitas pergerakan di Indonesia pada waktu itu. Boleh dikatakan, Opu Daeng Risaju adalah seorang yang “buta huruf” latin, dia dapat membaca dengan cara belajar sendiri yang dibimbing oleh saudaranya yang pernah mengikuti sekolah umum.
Setelah dewasa Famajjah kemudian dinikahkan dengan H. Muhammad Daud, seorang ulama yang pernah bermukim di Mekkah. Suami Famajjah adalah anak dari teman dagang ayahnya. Karena menikah dengan keluarga bangsawan dan memiliki pengetahuan yang luas tentang agama, H. Muhammad Daud kemudian diangkat menjadi imam masjid istana Kerajaan Luwu. Nama Famajjah bertambah gelar menjad Opu Daeng Risaju.
Opu Daeng Risaju mulai aktif di organisasi Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII) melalui perkenalannya dengan H. Muhammad Yahya, seorang pedagang Asal Sulawesi Selatan yang pernah lama bermukim di Pulau Jawa. H. Muhammad Yahya sendiri mendirikan Cabang SI di Pare-Pare. Opu Daeng Risaju, ketika berada di Pare-Pare masuk menjadi anggota SI Cabang Pare-Pare bersama suaminya.
Ketika pulang ke Palopo, Opu Daeng Risaju mendirikan cabang PSII di Palopo. PSII cabang Palopo resmi dibentuk pada tanggal 14 januari 1930 melalui suatu rapat akbar yang bertempat di Pasar Lama Palopo (sekarang Jalan Landau), atas prakarsa Opu Daeng Risaju sendiri yang dikoordinasi oleh orang-orang PSII. Rapat ini dihadiri oleh aparat pemerintah Kerajaan Luwu, pengurus PSII pusat, pemuka masyarakat dan masyarakat umumnya. Hadir pengurus PSII pusat yaitu Kartosuwiryo. Ketika berada di Palopo, Kartosuwiryo menginap di rumah Opu Daeng Risaju. Kedatangan Kartosuwiryo diundang langsung oleh Opu Daeng Risaju.
Opu Daeng Risaju dalam rapat akbar tersebut terpilih sebagai ketua, sedangkan Mudehang seorang gadis yang masih saudara Opu Daeng Risaju terpilih sebagai sekretaris. Mudehang terpilih sebagai sekretaris merupakan kebutuhan organisasi karena dia seorang wanita tamatan sekolah dasar lima tahun yang tentu saja mampu membaca dan menulis.
Setelah resmi PSII berdiri di Palopo, Opu Daeng Risaju kemudian menyebarkan sayap perjuangannya. Cara penyebaran yang ia lakukan yaitu melalui familinya yang terdekat kemudian kepada rakyat kebanyakan. Dalam merekrut anggota PSII di mata rakyat kebanyakan dilakukan dengan cara menyebarkan kartu anggota yang bertuliskan lafadz “Ashadu Alla Ilaaha Illallah”. Dengan menggunakan kartu tersebut aspek ideologi tertanam dalam diri anggota, siapa yang memiliki kartu tersebut (menjadi anggota PSII) berarti dia seorang muslim. Dengan cara seperti ini, perjuangan PSII yang dilakukan oleh Opu Daeng Risaju mendapatkan dukungan yang sangat besar dari rakyat. Selain itu, dukungan dari rakyat ini timbul karena status Opu Daeng Risaju sebagai seorang bangsawan yang cukup kharismatis di mata masyarakat.
Dukungan yang begitu besar terhadap perjuangan Opu Daeng Risaju menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah Belanda dan Kerajaan Luwu. Kegiatan Opu Daeng Risaju dianggap sebagai kekuatan politik yang membahayakan pemerintah Belanda. Melalui Kerajaan Luwu berupaya melakukan tekanan-tekanan terhadap kegiatan Opu Daeng Risaju.
Daerah yang pertama kali menjadi tempat pendirian ranting PSII adalah di Malangke, sebuah kota di sebelah utara Palopo. Di malangke Opu Daeng Risaju mengadakan pendaftaran anggota PSII. Selama lima belas hari Opu Daeng Risaju berada di kota ini. Masyarakat di Malangke begitu antusias menerima kedatangan Opu Daeng Risaju. Apalagi di kota ini banyak famili dekat Opu Daeng Risaju.
Kegiatan Opu Daeng Risaju didengar oleh controleur afdeling Masamba (Malangke merupakan daerah afdeling Masamba). Controleur afdeling Masamba kemudian mendatangi kediaman Opu Daeng Risaju dan menuduh Opu Daeng Risaju melakukan tindakan menghasut rakyat atau menyebarkan kebencian di kalangan rakyat untuk membangkan terhadap pemerintah. Atas tuduhan tersebut, pemerintah kolonial Belanda menjatuhkan hukuman penjara kepada Opu Daeng Risaju selama 13 bulan.
Bersambung....
-dipi-
Last edited: