xraith
New member
”Sesama Bis Kota, Dilarang Saling Mendahului”. Anda pernah mendengar kalimat itu? Mungkin pada awalnya kalimat itu dibuat untuk mengingatkan para sopir bis kota supaya tidak ngebut atau balap-balapan dengan bis kota yang lainnya. Sehingga, kalimat itu jelas tertulis dikaca belakang setiap bis kota. Lama kelamaan, kalimat itu menjadi begitu populer seolah ingin mengingatkan kita supaya tetap menjaga norma dan etika ketika sedang bersaing. Semakin tinggi tingkat persaingan, semakin besar peluang untuk saling menyerang. Bahkan, tak jarang kita saling menjatuhkan.
Persaingan tidak hanya terjadi untuk memperebutkan kursi kepresidenan. Melainkan juga pada semua sektor kehidupan. Persaingan bisnis, terjadi setiap hari. Persaingan dengan teman dikantor, seolah tidak kenal henti. Bahkan persaingan untuk memperebutkan seorang pacar, bukan peristiwa yang langka. Pendek kata, kita seolah hidup dalam lingkungan yang penuh dengan persaingan. Sampai-sampai, ada orang yang berkeyakinan; ”kalau hidup tidak mau bersaing, maka kita bakal tersingkirkan”. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kita sering menemukan orang melakukan apa saja untuk memenangkan persaingan.
Dikantor, persaingan sering melahirkan hubungan yang tidak harmonis diantara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain. Bahkan, antara bos di divisi yang satu dengan bos di divisi yang lain. Akhirnya, anak buah mereka juga mau tidak mau ikut terlibat didalam persaingan tidak sehat itu. Walhasil, hubungan diantara kedua divisi tidak pernah berjalan mulus. Ada saja kata-kata sindiran, memojokkan atau usaha-usaha penjegalan satu sama lain. Meskipun mereka bertemu setiap hari, mereka enggan untuk sekedar saling bertegur sapa.
Tetapi, apakah persaingan selalu berdampak seburuk itu? Tidak juga. Persaingan yang sehat bersifat positif. Bahkan, orang-orang yang bersaing secara sehat dapat mengambil manfaat dari proses persaingan itu. Sebab, persaingan yang sehat memiliki beberapa ciri unik yang semuanya bermotif positif. Ciri-ciri itu antara lain;
Pertama, orang-orang yang bersaing saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Kedua, orang-orang yang bersaing memiliki pertalian batin dan hubungan pribadi yang baik.
Ketiga, orang-orang yang bersaing menerima dengan legowo kemenangan temannya.
Keempat, orang yang kalah bersaing mendedikasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk mendukung kemenangan temannya.
Kelima, orang yang menang bersaing menjaga perasaan dan merangkul temannya yang kalah untuk berbagi kemenangan dengannya.
Sedangkan persaingan yang didasari oleh rasa iri dan keserakahan justru menyebabkan perpecahan dan suasana yang merugikan bagi perusahaan. Sebab, orang-orang yang dirinya diliputi oleh keserakahan selalu ingin menguasai segala hal indah sendirian. Orang semacam ini, tidak akan puas oleh jabatan atau penghasilan yang mereka dapatkan. Selama masih ada orang lain yang lebih dari dirinya, dia akan terus berusaha mengalahkannya. Perasaan iri, sama berbahayanya. Orang-orang yang memelihara rasa iri tidak pernah senang melihat keberhasilan orang lain. Sehingga dia melakukan cara apapun untuk menjatuhkan.
Namun, mengapa hanya ’sesama bis kota’ yang dilarang saling mendahului? Apakah bis kota boleh ’mendahului angkot’, misalnya? Didalam konteks kehidupan manusia, ternyata memang persaingan tidak sehat itu terjadi diantara orang-orang yang berada dalam ’satu komunitas’ atau ’satu profesi’. Misalnya, karyawan iri kepada sesama karyawan. Mereka tidak iri kepada pedagang di pasar. Sebaliknya, pedagang di pasar, iri pada temannya sesama pemilik kios di pasar. Artis iri kepada artis. Pelajar iri kepada pelajar. Trainer, iri kepada trainer. Teman iri kepada teman. Dan sebagainya. Kemudian, dari perasaan iri itu muncullah sifat antipati. Dan ketika seseorang memiliki sikap antipati, maka pasti dia tidak akan pernah bersedia untuk mengulurkan tangan dengan tulus ketika temannya membutuhkan bantuan. Padahal bukankah Tuhan menciptakan kita untuk saling menolong satu sama lain? Jika demikian, mungkin sudah saatnya bagi kita untuk mengikis habis semua perasaan iri yang masih tersisa didalam hati.
Catatan Kaki:
Ketika kita memudahkan jalan seseorang, mungkin dia lupa atas semua kontribusi yang pernah kita berikan. Namun, Tuhan tidak pernah keliru menghitung. Sebab, setiap amal perbuatan; akan diacatat dengan cermat.
Persaingan tidak hanya terjadi untuk memperebutkan kursi kepresidenan. Melainkan juga pada semua sektor kehidupan. Persaingan bisnis, terjadi setiap hari. Persaingan dengan teman dikantor, seolah tidak kenal henti. Bahkan persaingan untuk memperebutkan seorang pacar, bukan peristiwa yang langka. Pendek kata, kita seolah hidup dalam lingkungan yang penuh dengan persaingan. Sampai-sampai, ada orang yang berkeyakinan; ”kalau hidup tidak mau bersaing, maka kita bakal tersingkirkan”. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kita sering menemukan orang melakukan apa saja untuk memenangkan persaingan.
Dikantor, persaingan sering melahirkan hubungan yang tidak harmonis diantara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain. Bahkan, antara bos di divisi yang satu dengan bos di divisi yang lain. Akhirnya, anak buah mereka juga mau tidak mau ikut terlibat didalam persaingan tidak sehat itu. Walhasil, hubungan diantara kedua divisi tidak pernah berjalan mulus. Ada saja kata-kata sindiran, memojokkan atau usaha-usaha penjegalan satu sama lain. Meskipun mereka bertemu setiap hari, mereka enggan untuk sekedar saling bertegur sapa.
Tetapi, apakah persaingan selalu berdampak seburuk itu? Tidak juga. Persaingan yang sehat bersifat positif. Bahkan, orang-orang yang bersaing secara sehat dapat mengambil manfaat dari proses persaingan itu. Sebab, persaingan yang sehat memiliki beberapa ciri unik yang semuanya bermotif positif. Ciri-ciri itu antara lain;
Pertama, orang-orang yang bersaing saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Kedua, orang-orang yang bersaing memiliki pertalian batin dan hubungan pribadi yang baik.
Ketiga, orang-orang yang bersaing menerima dengan legowo kemenangan temannya.
Keempat, orang yang kalah bersaing mendedikasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk mendukung kemenangan temannya.
Kelima, orang yang menang bersaing menjaga perasaan dan merangkul temannya yang kalah untuk berbagi kemenangan dengannya.
Sedangkan persaingan yang didasari oleh rasa iri dan keserakahan justru menyebabkan perpecahan dan suasana yang merugikan bagi perusahaan. Sebab, orang-orang yang dirinya diliputi oleh keserakahan selalu ingin menguasai segala hal indah sendirian. Orang semacam ini, tidak akan puas oleh jabatan atau penghasilan yang mereka dapatkan. Selama masih ada orang lain yang lebih dari dirinya, dia akan terus berusaha mengalahkannya. Perasaan iri, sama berbahayanya. Orang-orang yang memelihara rasa iri tidak pernah senang melihat keberhasilan orang lain. Sehingga dia melakukan cara apapun untuk menjatuhkan.
Namun, mengapa hanya ’sesama bis kota’ yang dilarang saling mendahului? Apakah bis kota boleh ’mendahului angkot’, misalnya? Didalam konteks kehidupan manusia, ternyata memang persaingan tidak sehat itu terjadi diantara orang-orang yang berada dalam ’satu komunitas’ atau ’satu profesi’. Misalnya, karyawan iri kepada sesama karyawan. Mereka tidak iri kepada pedagang di pasar. Sebaliknya, pedagang di pasar, iri pada temannya sesama pemilik kios di pasar. Artis iri kepada artis. Pelajar iri kepada pelajar. Trainer, iri kepada trainer. Teman iri kepada teman. Dan sebagainya. Kemudian, dari perasaan iri itu muncullah sifat antipati. Dan ketika seseorang memiliki sikap antipati, maka pasti dia tidak akan pernah bersedia untuk mengulurkan tangan dengan tulus ketika temannya membutuhkan bantuan. Padahal bukankah Tuhan menciptakan kita untuk saling menolong satu sama lain? Jika demikian, mungkin sudah saatnya bagi kita untuk mengikis habis semua perasaan iri yang masih tersisa didalam hati.
Catatan Kaki:
Ketika kita memudahkan jalan seseorang, mungkin dia lupa atas semua kontribusi yang pernah kita berikan. Namun, Tuhan tidak pernah keliru menghitung. Sebab, setiap amal perbuatan; akan diacatat dengan cermat.