Setelah Terjebak Benih Palsu, Kini Terjerat Utang

urhee

New member
"Sebagian besar dari sawah di desa ini gagal panen. Petani baru sadar, benih yang dipakai palsu setelah tanaman dirawat dua bulan lebih," kata Sarman (42), petani di Desa Sinar Mulya, Kecamatan Simpang, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatera Selatan.

Sarman hanya satu dari ratusan, atau mungkin ribuan, petani pada beberapa daerah di Provinsi Sumatera Selatan yang tertipu memakai benih palsu. Bahkan, mereka yang kebanyakan meminjam uang untuk modal membeli benih ternyata mengalami gagal panen karena benih yang ditanam tidak memberikan hasil yang maksimal atau nihil sama sekali.

Akibat tak adanya perhatian pemerintah, petani bukan hanya jadi korban benih palsu. Para petani juga menjadi korban para produsen pupuk palsu.

Akhirnya, petani jadi bulan-bulanan karena benih yang ditanam tidak mungkin menghasilkan. Ketika mereka berusaha mencari harapan terakhir dengan memberikan pupuk, ternyata pupuknya pun palsu. Kerugian yang berlipat-lipat.

Karnandi (42), petani setempat, mengatakan, ia baru saja membeli pupuk jenis TS seharga Rp 20.000 per kantong. Pupuk ini berguna untuk merangsang pertumbuhan tanaman pada awal musim tanam.

Pada saat pupuk TS disebar ke sawah, pupuk tersebut tidak langsung mencair. Padahal, pupuk TS seharusnya langsung larut ke tanah setelah disebar ke sawah. Dari kasus inilah, petani bernama Sarman kemudian melaporkan ke petugas pertanian desa.

Dari hasil penelitian petugas, Sarman memperoleh informasi bahwa pupuk TS itu palsu. Pupuk palsu tersebut berwarna putih kehitaman, sedangkan pupuk TS yang asli putih seperti susu. "Bagaimana petani tidak khawatir dengan pemalsuan benih dan pupuk? Seharusnya, awal tanam musim hujan merupakan kesempatan meningkatkan produktivitas padi. Tapi, ternyata, mereka masih dibayangi ancaman benih dan pupuk palsu."

Kasus benih palsu sangat ironis karena petani baru dapat menyadarinya setelah dua bulan merawat sawah. Petani yang selalu berpikir sederhana, tak pernah curiga dengan keaslian bibit yang beredar di pasar.

Apabila pemerintah tidak melindungi mereka dengan mengawasi secara ketat kualitas benih yang dipasarkan dan menjatuhkan sanksi pidana berat kepada produsen benih/pupuk palsu, petani akan terus menjadi sasaran empuk orang jahat.

Berat rasanya Kompas membayangkan, bagaimana Sarman mencangkul lebih dari 900 meter persegi lahan miliknya, tetapi akhirnya hanya 200 meter persegi yang menghasilkan panen akibat tertipu benih palsu. Sebagian tanaman padinya tak berbulir. Sebagian lainnya mengering dan mati dalam usia tanam sekitar dua bulan.

Menurut Sarman, hal ini tidak dialami dirinya sendiri. Sekitar 200 petani di Desa Sinar Mulya juga mengalami nasib naas ini.

Korban penipuan benih dan pupuk palsu ternyata juga meluas hingga Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Di wilayah itu sekitar dua desa mengalami gagal panen, yakni Rantau Bayur dan Muara Telang.

Hasnan Habib, salah seorang petani setempat, mengaku mengalami gagal panen karena menanam benih palsu. Benih merek Ciherang tersebut dibelinya dari sebuah kios pertanian setempat dengan harga Rp 27.000 per kantong dengan isi 5 kilogram.

"Dalam perjalanan masa tanam hingga sekitar dua bulan, tanaman padi memang bisa tumbuh. Namun, setelah itu banyak yang tidak berbulir, sebagian bahkan mengering dan mati," kata Hasnan.

Akibat gagal panen ini, kerugian material yang dialami petani tidaklah sedikit. Sarman, misalnya, menuturkan bahwa dia masih menanggung berbagai biaya tanam. Padahal, ia praktis tidak memperoleh penghasilan lebih untuk menutup ongkos produksi.

Menurut dia, sejumlah biaya yang harus dibayar di antaranya upah tanam Rp 700.000, upah membajak Rp 700.000, semai benih Rp 400.000, namping atau membersihkan rumput di pematang Rp 200.000, dan biaya makan-minum selama tanam Rp 500.000.

"Jadi, total saya masih punya tanggungan utang Rp 2,5 juta. Kalau panen semua, lahan padi saya bisa menghasilkan sekitar 5 juta. Tetapi, karena gagal panen, untuk menutup utang saja belum ada," kata Sarman.

Saat ini Kepolisian Daerah Sumsel telah menahan dua tersangka, yakni CT (35) dan Shd (39), dua pria asal Kalidoni, Kota Palembang. Selai itu, ada seorang tersangka perempuan yang belum memenuhi panggilan, Slh (32). CT adalah pegawai Dinas Pertanian Sumsel dan Slh pegawai di Kantor Unit Koperasi Banyuasin.

Para tersangka memanfaatkan momentum keterlambatan penyaluran bantuan benih dari pemerintah pusat. Saat petani terdesak harus menanam, mereka menyalurkan benih palsu yang lebih murah.

"Keduanya ditangkap di sebuah pabrik kecil pembuat benih palsu. Mereka mengemas sama persis, memalsu merek, dan menjualnya seharga Rp 6.000 per kilogram," kata Komisaris Besar Sugeng Priyanto, Kepala Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Sumsel.

Saat dikonfirmasi, pihak Dinas Pertanian Sumsel juga mengaku sudah mendengar kasus tersebut.

Oleh: Boni Dwi Pramudyanto



Sumber: Kompas
 
Hail Indonesia's government!!! Where the hell did our tax goes?!? |:mad: |:mad:

Go & praise yourself please!!! :finger:
 
OMG... :shock: bakalan saya cekek tuh orang, kurangajar!!! soalnya dulu sempet ketipu sama benih juga nih!!
 
Waks..... gile bener dah nipu petani gitu.....

Ngapain coba tuh orang pke nipu petani..... klo mo nipu tuh sama orang yg duitnya banyak alias tajir :D

Yah...... pemerintah makin lama makin edan >_<
 
Back
Top