nurcahyo
New member
SHALAT DAN BERSUCI BAGI YANG SAKIT
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan :
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Bagaimana cara orang sakit shalat dan bersuci ..?" [Abdullah Imran, Riyadh]
Jawaban :
Bagi yang sedang sakit terdapat beberapa hukum yang khusus dan mesti di pelihara.
Sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam di utus Allah dengan membawa agama yang hanif (lurus) berdasarkan kemudahan dan keringanan.
Allah berfirman.
"Artinya : Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan" [Al-Hajj : 78]
Ayat lain :
"Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" [Al-Baqarah : 187]
Ayat lain :
"Artinya : Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu" [At Taghaabun : 16]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Artinya : Sesungguhnya agama itu mudah".
[1] Yang sakit wajib bersuci dengan air, wudlu dari hadas kecil dan mandi dari hadas besar.
[2] Jika tak mampu menggunakan air karena takut bertambah sakit atau terlambat sembuh, hendaklah ia bertayamum.
[3] Tayamum caranya dengan menyapukan tanah suci atau dinding tembok yang berdebu dengan kedua tangan ke bagian muka dan kedua telapak tangannya. Jika tak mampu bertayamum sendiri, maka bisa dibantu orang lain.
[4] Boleh bertayamum dengan dinding atau yang lainnya bila berdebu dan suci.
[5] Jika tak ada dinding yang berdebu, maka tidak dilarang menaruhkan tanah ke sapu tangan atau wadah penyaring lalu tayamum.
[6] Jika bertayamum untuk satu shalat dan masih tetap suci ketika shalat lain tiba, maka tayamum tak perlu diulangi.
[7] Yang sakit wajib mensucikan badannya dari berbagai najis. Jika tak mampu shalat sebagaimana cara biasa, maka shalatlah sesuai dengan keadaannya dan shalatnya sah.
[8] Yang sakit wajib membersihkan atau mencopot pakaiannya dari najis serta berpakaian suci. Jika tak mampu, shalatlah seadanya.
[9] Yang sakit wajib shalat di atas tempat yang suci termasuk kain sparai tidurnya. Jika tak mampu, shalatlah apa adanya.
[10] Yang sakit wajib shalat fardhu walau sambil bersandar kepada dinding, tiang atau tongkat.
[11] Jika ia tak mampu shalat sambil berdiri, lakukanlah sambil duduk ; sebaiknya duduk sila ketika saat berdiri dan ruku' serta duduk iftirasy pada saat sujud.
[12] Jika tak mampu sambil duduk, shalatlah sambil berbaring dengan menghadap kiblat dan samping kanan lebih baik dari yang kiri. Bila tak mampu menghadap kiblat, menghadaplah kemana saja.
[13] Jika tak mampu sambil berbaring, lakukanlah dengan terlentang ; kaki mengarah ke kiblat dengan sedikit kepala ke atas agar menghadap kiblat. Jika tak mampu kakinya ke arah kiblat, lakukanlah apa adanya.
[14] Yang sakit wajib sujud dan ruku. Jika tak kuasa, berisyarahlah dengan kepalanya ; anggukkan kepala ketika sujud lebih rendah dari pada ketika ruku. Jika ia hanya mampu ruku' saja, dan sujud tak kuasa, maka ruku'lah sebagaimana biasa lalu isyarah ketika sujud dan begitu pula bila sebaliknya.
[15] Jika ia tak mampu isyarah dengan kepalanya ketika ruku' atau sujud, maka isyarahlah dengan matanya dengan sedikit pejam ketika ruku dan pejam seluruhnya ketika sujud. Dan tak dibenarkan isyarah dengan jemari tangan, sebagaimana dilakukan oleh sebagian yang sakit.
[16] Jika tak mampu isyarah dengan kedipan matanya, maka shalatlah dengan hatinya ; berniat ketika ruku', sujud, berdiri dan duduk.
[17] Yang sakit wajib shalat tepat pada waktunya sesuai dengan kemampuannya sebagaimana telah diterangkan.
[18] Jika sulit baginya shalat sesuai waktunya, maka ia boleh melakukan jama' antara Zuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya, baik jama' taqdim atau takhir.
[19] Sedangkan shalat Fajar (Subuh) tak boleh dijama', baik dengan shalat sebelumnya atau sesudahnya, sebab shalat Fajar mempunyai waktu tersendiri.
[Disalin dari kitab Fatawa Syekh Muhammad Al-Shaleh Al-'Utsaimin, edisi Indonesia 257 Tanya Jawab, Fatwa-Fatwa Al-'Utsaimin, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Gema Risalah Press, hal. 141-143 alih bahasa Prof.DRs.KH.Masdar Helmy]
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan :
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Bagaimana cara orang sakit shalat dan bersuci ..?" [Abdullah Imran, Riyadh]
Jawaban :
Bagi yang sedang sakit terdapat beberapa hukum yang khusus dan mesti di pelihara.
Sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam di utus Allah dengan membawa agama yang hanif (lurus) berdasarkan kemudahan dan keringanan.
Allah berfirman.
"Artinya : Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan" [Al-Hajj : 78]
Ayat lain :
"Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" [Al-Baqarah : 187]
Ayat lain :
"Artinya : Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu" [At Taghaabun : 16]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Artinya : Sesungguhnya agama itu mudah".
[1] Yang sakit wajib bersuci dengan air, wudlu dari hadas kecil dan mandi dari hadas besar.
[2] Jika tak mampu menggunakan air karena takut bertambah sakit atau terlambat sembuh, hendaklah ia bertayamum.
[3] Tayamum caranya dengan menyapukan tanah suci atau dinding tembok yang berdebu dengan kedua tangan ke bagian muka dan kedua telapak tangannya. Jika tak mampu bertayamum sendiri, maka bisa dibantu orang lain.
[4] Boleh bertayamum dengan dinding atau yang lainnya bila berdebu dan suci.
[5] Jika tak ada dinding yang berdebu, maka tidak dilarang menaruhkan tanah ke sapu tangan atau wadah penyaring lalu tayamum.
[6] Jika bertayamum untuk satu shalat dan masih tetap suci ketika shalat lain tiba, maka tayamum tak perlu diulangi.
[7] Yang sakit wajib mensucikan badannya dari berbagai najis. Jika tak mampu shalat sebagaimana cara biasa, maka shalatlah sesuai dengan keadaannya dan shalatnya sah.
[8] Yang sakit wajib membersihkan atau mencopot pakaiannya dari najis serta berpakaian suci. Jika tak mampu, shalatlah seadanya.
[9] Yang sakit wajib shalat di atas tempat yang suci termasuk kain sparai tidurnya. Jika tak mampu, shalatlah apa adanya.
[10] Yang sakit wajib shalat fardhu walau sambil bersandar kepada dinding, tiang atau tongkat.
[11] Jika ia tak mampu shalat sambil berdiri, lakukanlah sambil duduk ; sebaiknya duduk sila ketika saat berdiri dan ruku' serta duduk iftirasy pada saat sujud.
[12] Jika tak mampu sambil duduk, shalatlah sambil berbaring dengan menghadap kiblat dan samping kanan lebih baik dari yang kiri. Bila tak mampu menghadap kiblat, menghadaplah kemana saja.
[13] Jika tak mampu sambil berbaring, lakukanlah dengan terlentang ; kaki mengarah ke kiblat dengan sedikit kepala ke atas agar menghadap kiblat. Jika tak mampu kakinya ke arah kiblat, lakukanlah apa adanya.
[14] Yang sakit wajib sujud dan ruku. Jika tak kuasa, berisyarahlah dengan kepalanya ; anggukkan kepala ketika sujud lebih rendah dari pada ketika ruku. Jika ia hanya mampu ruku' saja, dan sujud tak kuasa, maka ruku'lah sebagaimana biasa lalu isyarah ketika sujud dan begitu pula bila sebaliknya.
[15] Jika ia tak mampu isyarah dengan kepalanya ketika ruku' atau sujud, maka isyarahlah dengan matanya dengan sedikit pejam ketika ruku dan pejam seluruhnya ketika sujud. Dan tak dibenarkan isyarah dengan jemari tangan, sebagaimana dilakukan oleh sebagian yang sakit.
[16] Jika tak mampu isyarah dengan kedipan matanya, maka shalatlah dengan hatinya ; berniat ketika ruku', sujud, berdiri dan duduk.
[17] Yang sakit wajib shalat tepat pada waktunya sesuai dengan kemampuannya sebagaimana telah diterangkan.
[18] Jika sulit baginya shalat sesuai waktunya, maka ia boleh melakukan jama' antara Zuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya, baik jama' taqdim atau takhir.
[19] Sedangkan shalat Fajar (Subuh) tak boleh dijama', baik dengan shalat sebelumnya atau sesudahnya, sebab shalat Fajar mempunyai waktu tersendiri.
[Disalin dari kitab Fatawa Syekh Muhammad Al-Shaleh Al-'Utsaimin, edisi Indonesia 257 Tanya Jawab, Fatwa-Fatwa Al-'Utsaimin, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Gema Risalah Press, hal. 141-143 alih bahasa Prof.DRs.KH.Masdar Helmy]