Susahnya jadi orang miskin di negeri ini. Jangankan mendapatkan jaminan perlindungan dari negara, bahkan orang miskin ini kerap dipenlakukan seenaknya. Hal nilah yang terjadi pada Yuni (26 tahun). Yuni mengaku ditipu saat mengurus pembuatan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Yuni tadinya ingin membuat SKTM untuk kakaknya yang sedang dirawat di rumah sakit (RS). Keluarga mereka tidak masuk dalam daftar Gakin, sehingga Yuni pun berinisatif membuatkan SKTM utuk meringankan biaya RS. Kakaknya, Siti (32), didiagnosis menderita kanker dan dirawat di RSUD Cengkareng.
Dengan memiliki SKTM, menurut Yuni, akan mendapatkan potongan biaya sebesar 50 persen, “Tapi memang, bikinnya muter-muter,” katanya.
SKTM memang bertujuan untuk membantu warga miskin yang tidak terakomodasi saat pendataan Rumah Tangga Sasaran (RTS) untuk program Gakin. Skema pembayaran pasien SKTM berbeda dengan pasien Gakin.
Jika pada pasien Gakin 100 persen biaya perawatan rumah sakit ditanggung oleh negara, sementara pasien SKTM masih harus menanggung 50 persen total biaya rumah sakit.
Namun, sejumlah rumah sakit tidak memperlakukan skema tersebut secara ketat. Keluarga yang diketahui benar-benar kurang mampu kerap hanya dimintai kontribusi.
Untuk mengurus SKTM ini, Yuni harus mendapatkan surat pengantar den RT, kemudian berlanjut ke RW, kelurahan, dan puskesmas kecamatan. Setelah itu, ke kelurahan lagi untuk mendapatkan cap, kemudian mendapatkan surat rujukan dari puskesmas. “Orang puskesmas datang ke rumah untuk melihat apakah benar tidak mampu,” katanya.
Beberapa waktu kemudian, datang dua orang yang meminta pungutan dengan dalih uang kontribusi Dinas Kesehatan. “Daripada ibuu nanti harus membayar Rp 15 juta, mending Ibu bayar sekarang saja Rp 1 juta,” ungkap dua oknum tersebut.
Uang itu, katanya, untuk kontribusi SKTM. Nanti setelah membayar uang Rp 1 juta ini, tinggal membayar biaya RS legi sebesar Rp 5 juta. Yuni pun percaya. Karena ia tak sanggup membayar perawatan saudaranya, ia pun membayarkan uang itu kepada mereka.
Ia kemudian bertanya pada pihak rumah sakit, dan ternyata pembayaran untuk pasien pemegang SKTM baru dilakukan menjelang pasiennya dipulangkan. “Bayaran ternyata baru diminta sebelum pulang, bukan saat dirawat. Itu pun karena tahu kami orang kuran mampu, hanya diminta kontribusi sukarela,” katanya.
Yuni pun sangat kesal karena telah kehilangan uang Rp 1 juta dengen sia-sia. Pihak rumah sakit dan Dinas Kesehatan lepas tangan ketika dikonfirmasi mengenai ada oknum mengatasnamakan mereka. Pihak tersebut hanya menyuruh Yuni untuk hati-hati, “Padahal, uang itu juga dulu saya pinjam.”
Menurut Yuni, dia bukan satu-satunya korban. Yuni pun juga mendapatkan cerita yang serupa dari orang lain. Semuanya orang miskin, malah dijadikan korban,” katanya,
Republika, maghfiroh yenny
Yuni tadinya ingin membuat SKTM untuk kakaknya yang sedang dirawat di rumah sakit (RS). Keluarga mereka tidak masuk dalam daftar Gakin, sehingga Yuni pun berinisatif membuatkan SKTM utuk meringankan biaya RS. Kakaknya, Siti (32), didiagnosis menderita kanker dan dirawat di RSUD Cengkareng.
Dengan memiliki SKTM, menurut Yuni, akan mendapatkan potongan biaya sebesar 50 persen, “Tapi memang, bikinnya muter-muter,” katanya.
SKTM memang bertujuan untuk membantu warga miskin yang tidak terakomodasi saat pendataan Rumah Tangga Sasaran (RTS) untuk program Gakin. Skema pembayaran pasien SKTM berbeda dengan pasien Gakin.
Jika pada pasien Gakin 100 persen biaya perawatan rumah sakit ditanggung oleh negara, sementara pasien SKTM masih harus menanggung 50 persen total biaya rumah sakit.
Namun, sejumlah rumah sakit tidak memperlakukan skema tersebut secara ketat. Keluarga yang diketahui benar-benar kurang mampu kerap hanya dimintai kontribusi.
Untuk mengurus SKTM ini, Yuni harus mendapatkan surat pengantar den RT, kemudian berlanjut ke RW, kelurahan, dan puskesmas kecamatan. Setelah itu, ke kelurahan lagi untuk mendapatkan cap, kemudian mendapatkan surat rujukan dari puskesmas. “Orang puskesmas datang ke rumah untuk melihat apakah benar tidak mampu,” katanya.
Beberapa waktu kemudian, datang dua orang yang meminta pungutan dengan dalih uang kontribusi Dinas Kesehatan. “Daripada ibuu nanti harus membayar Rp 15 juta, mending Ibu bayar sekarang saja Rp 1 juta,” ungkap dua oknum tersebut.
Uang itu, katanya, untuk kontribusi SKTM. Nanti setelah membayar uang Rp 1 juta ini, tinggal membayar biaya RS legi sebesar Rp 5 juta. Yuni pun percaya. Karena ia tak sanggup membayar perawatan saudaranya, ia pun membayarkan uang itu kepada mereka.
Ia kemudian bertanya pada pihak rumah sakit, dan ternyata pembayaran untuk pasien pemegang SKTM baru dilakukan menjelang pasiennya dipulangkan. “Bayaran ternyata baru diminta sebelum pulang, bukan saat dirawat. Itu pun karena tahu kami orang kuran mampu, hanya diminta kontribusi sukarela,” katanya.
Yuni pun sangat kesal karena telah kehilangan uang Rp 1 juta dengen sia-sia. Pihak rumah sakit dan Dinas Kesehatan lepas tangan ketika dikonfirmasi mengenai ada oknum mengatasnamakan mereka. Pihak tersebut hanya menyuruh Yuni untuk hati-hati, “Padahal, uang itu juga dulu saya pinjam.”
Menurut Yuni, dia bukan satu-satunya korban. Yuni pun juga mendapatkan cerita yang serupa dari orang lain. Semuanya orang miskin, malah dijadikan korban,” katanya,
Republika, maghfiroh yenny