Kalina
Moderator
SINGAPURA - Hakim Eddy Tham dari Pengadilan Singapura kemarin menjatuhkan hukuman penjara 21 bulan kepada Tay Pey Key. Dia dinyatakan bersalah menyiksa Setiani, pembantunya yang berasal dari Indonesia, setiap hari selama lima bulan.
"Pengadilan sangat terkejut atas kekerasan yang Anda lakukan kepada korban. Penyiksaan yang Anda lakukan berlangsung secara terus-menerus selama lima bulan. Itu menunjukkan kamu kejam dan tidak berperasaan," kata Tham kepada Tay, seperti yang dilansir harian Singapura New Strait Times (NST) kemarin.
Hakim Tham lalu membacakan beberapa kesaksian yang menceritakan aksi kekerasan yang dilakukan Tay kepada Setiani. Suatu waktu, Tay memukulkan batang aluminium ke punggung dan lengan Setiani hingga batang itu patah. Tay juga memukulkan patahan batang tersebut ke bagian mata Setiani hingga bengkak.
"Fakta-fakta itu menunjukkan bahwa kamu tidak punya rasa kemanusiaan. Meski melihat korban menderita, kamu terus menyiksanya," cetus Tham. Dalam sidang sebelumnya, Tay mengaku bersalah atas empat dakwaan yang dituduhkan kepadanya. Dia berdalih menyiksa Setiani karena kondisinya tak labil usai melahirkan. Kemarin perempuan berusia 26 tahun itu tampak tak terkejut atas vonis yang dijatuhkan kepadanya.
Kekerasan yang dilakukan Tay kepada Setiani berlangsung mulai September 2005 hingga Januari 2006. Kasus itu terkuak ketika 14 Januari lalu Setiani yang tak tahan atas perlakuan majikannya menyelinap saat semua anggota keluarga Tay tertidur. Dia menuju kantor polisi dan melaporkan kekerasan yang dialami.
Sayang, NST tidak menjelaskan secara detail mengenai identitas Setiani, satu di antara puluhan ribu warga Indonesia yang mengais dolar di Singapura. Saat ini tercatat sekitar 150 ribu pembantu asing bekerja di negara kota tersebut. Sebagian besar datang dari Indonesia, Filipina, dan Sri Lanka.
Pada 2005, Human Rights Watch mengatakan bahwa para pembantu di Singapura sering mengalami kekerasan fisik dan verbal. Mereka juga memiliki jam kerja panjang tanpa libur yang memadai. Namun, tudingan itu langsung dibantah pemerintah Singapura.
"Pengadilan sangat terkejut atas kekerasan yang Anda lakukan kepada korban. Penyiksaan yang Anda lakukan berlangsung secara terus-menerus selama lima bulan. Itu menunjukkan kamu kejam dan tidak berperasaan," kata Tham kepada Tay, seperti yang dilansir harian Singapura New Strait Times (NST) kemarin.
Hakim Tham lalu membacakan beberapa kesaksian yang menceritakan aksi kekerasan yang dilakukan Tay kepada Setiani. Suatu waktu, Tay memukulkan batang aluminium ke punggung dan lengan Setiani hingga batang itu patah. Tay juga memukulkan patahan batang tersebut ke bagian mata Setiani hingga bengkak.
"Fakta-fakta itu menunjukkan bahwa kamu tidak punya rasa kemanusiaan. Meski melihat korban menderita, kamu terus menyiksanya," cetus Tham. Dalam sidang sebelumnya, Tay mengaku bersalah atas empat dakwaan yang dituduhkan kepadanya. Dia berdalih menyiksa Setiani karena kondisinya tak labil usai melahirkan. Kemarin perempuan berusia 26 tahun itu tampak tak terkejut atas vonis yang dijatuhkan kepadanya.
Kekerasan yang dilakukan Tay kepada Setiani berlangsung mulai September 2005 hingga Januari 2006. Kasus itu terkuak ketika 14 Januari lalu Setiani yang tak tahan atas perlakuan majikannya menyelinap saat semua anggota keluarga Tay tertidur. Dia menuju kantor polisi dan melaporkan kekerasan yang dialami.
Sayang, NST tidak menjelaskan secara detail mengenai identitas Setiani, satu di antara puluhan ribu warga Indonesia yang mengais dolar di Singapura. Saat ini tercatat sekitar 150 ribu pembantu asing bekerja di negara kota tersebut. Sebagian besar datang dari Indonesia, Filipina, dan Sri Lanka.
Pada 2005, Human Rights Watch mengatakan bahwa para pembantu di Singapura sering mengalami kekerasan fisik dan verbal. Mereka juga memiliki jam kerja panjang tanpa libur yang memadai. Namun, tudingan itu langsung dibantah pemerintah Singapura.