Kalina
Moderator
PHOENIX - Makin ketat saja pemeriksaan penumpang di bandara Amerika Serikat. Pemerintah federal AS kemarin memperkenalkan sistem pemeriksaan baru dengan menggunakan sinar X yang bisa menembus pakaian seseorang. Dengan demikian, gambar yang muncul di layar petugas pemeriksa adalah tubuh telanjang orang tersebut. Tujuannya, mencari bahan peledak atau senjata lain yang disembunyikan di balik baju atau lolos dari alat pendeteksi logam.
Dalam tahap awal, baru Bandara Sky Harbor International di Phoenix, negara bagian Arizona, AS, yang menjajal kemampuan sistem pemeriksaan tersebut. Alat tersebut akan digunakan di terminal terbesar di Bandara Sky Harbor selama 90 hari. Setelah itu, Badan Keamanan Transportasi (TSA) yang memperkenalkan sistem tersebut mengusungnya ke beberapa bandara di negara bagian lain.
Dalam uji coba di Bandara Sky Harbor selama akhir pekan ini, sistem tersebut hanya digunakan sebagai back-up. Artinya, sistem itu baru digunakan jika ada penumpang yang tidak lolos dalam pemeriksaan pertama, yaitu pendeteksi logam. "Kami tawarkan dulu, apakah dia mau menggunakan alat ini atau diperiksa menggunakan tangan oleh petugas. Pemeriksaan ini 100 persen sukarela," kata Jubir TSA Nico Melendez.
Cara kerja sistem tersebut adalah setiap penumpang yang tidak lolos alat pendeteksi logam diminta masuk ke ruangan seukuran lemari baju. Mereka harus berdiri di depan pemindai sinar X dan mengangkat tangan setinggi telinga dengan telapak tangan menghadap ke depan. Setelah itu, mereka harus berbalik agar alat pemindai bisa memeriksa bagian belakang badan. secara keseluruhan, proses tersebut hanya memakan waktu satu menit.
"Pemeriksaan itu sangat cepat. Saya merasa tidak ada masalah dengan alat tersebut," tutur Kelsi Dunbar, penumpang asal Seattle, negara bagian Washington, yang kemarin menjajal alat senilai USD 100 ribu (sekitar Rp 900 juta) buatan American Science and Engineering Inc. itu. "Saya percaya TSA. Saya percaya mereka benar-benar berusaha agar semuanya berjalan cepat dan lancar," lanjut perempuan berusia 25 tahun itu.
Meski digunakan untuk tujuan keamanan, Barry Steinhardt, ketua proyek teknologi dan kebebasan dari Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU), menilai alat tersebut terlalu jauh melanggar privasi seseorang. "Itu sama saja dengan pemeriksaan telanjang. Anda tidak boleh diperiksa dengan telanjang hanya untuk naik pesawat. Jutaan warga AS akan menyebutnya sebagai aksi pornografi," kritiknya kemarin.
Namun, TSA membantahnya. Agar tak terkesan vulgar, dia memodifikasi tampilan di layar hingga yang muncul adalah tubuh orang yang sedang diperiksa, tapi dalam bentuk garis. Petugas yang memeriksa tidak boleh melihat layar hasil sinar X karena ada petugas khusus untuk itu. "Alat tersebut tidak bisa menyimpan atau memindah gambar orang yang diperiksa karena langsung terhapus," tegas Melendez.
Dalam tahap awal, baru Bandara Sky Harbor International di Phoenix, negara bagian Arizona, AS, yang menjajal kemampuan sistem pemeriksaan tersebut. Alat tersebut akan digunakan di terminal terbesar di Bandara Sky Harbor selama 90 hari. Setelah itu, Badan Keamanan Transportasi (TSA) yang memperkenalkan sistem tersebut mengusungnya ke beberapa bandara di negara bagian lain.
Dalam uji coba di Bandara Sky Harbor selama akhir pekan ini, sistem tersebut hanya digunakan sebagai back-up. Artinya, sistem itu baru digunakan jika ada penumpang yang tidak lolos dalam pemeriksaan pertama, yaitu pendeteksi logam. "Kami tawarkan dulu, apakah dia mau menggunakan alat ini atau diperiksa menggunakan tangan oleh petugas. Pemeriksaan ini 100 persen sukarela," kata Jubir TSA Nico Melendez.
Cara kerja sistem tersebut adalah setiap penumpang yang tidak lolos alat pendeteksi logam diminta masuk ke ruangan seukuran lemari baju. Mereka harus berdiri di depan pemindai sinar X dan mengangkat tangan setinggi telinga dengan telapak tangan menghadap ke depan. Setelah itu, mereka harus berbalik agar alat pemindai bisa memeriksa bagian belakang badan. secara keseluruhan, proses tersebut hanya memakan waktu satu menit.
"Pemeriksaan itu sangat cepat. Saya merasa tidak ada masalah dengan alat tersebut," tutur Kelsi Dunbar, penumpang asal Seattle, negara bagian Washington, yang kemarin menjajal alat senilai USD 100 ribu (sekitar Rp 900 juta) buatan American Science and Engineering Inc. itu. "Saya percaya TSA. Saya percaya mereka benar-benar berusaha agar semuanya berjalan cepat dan lancar," lanjut perempuan berusia 25 tahun itu.
Meski digunakan untuk tujuan keamanan, Barry Steinhardt, ketua proyek teknologi dan kebebasan dari Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU), menilai alat tersebut terlalu jauh melanggar privasi seseorang. "Itu sama saja dengan pemeriksaan telanjang. Anda tidak boleh diperiksa dengan telanjang hanya untuk naik pesawat. Jutaan warga AS akan menyebutnya sebagai aksi pornografi," kritiknya kemarin.
Namun, TSA membantahnya. Agar tak terkesan vulgar, dia memodifikasi tampilan di layar hingga yang muncul adalah tubuh orang yang sedang diperiksa, tapi dalam bentuk garis. Petugas yang memeriksa tidak boleh melihat layar hasil sinar X karena ada petugas khusus untuk itu. "Alat tersebut tidak bisa menyimpan atau memindah gambar orang yang diperiksa karena langsung terhapus," tegas Melendez.