Situs Sekala Berak terabaikan

Administrator

Administrator
Situs megalitik Sekala Berak! Wah, apa itu?” Seorang warga balik bertanya sambil garuk-garuk kepala. Untuk itu maka kita akan diantarkan menuju ke lokasi situs megalitik yang kerap disambangi peneliti arkeologi Sumatera.

Kota Liwa menuju Situs Sekala Berak, di kawasan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat

Begitu tiba di lokasi, akan dapat kita lihat batu-batu besar megalitik yang mengesankan. Sejumlah warga tengah berjalan-jalan sore. Meski tinggal berdekatan dan kerap main ke situ, ternyata mereka juga kurang mengerti soal artefak bernilai tinggi itu.

Kita dapat temui juga batu menhir setinggi empat meteran, Sementara beberapa anak muda setempat nongkrong di areal situs yang lapang itu.

Situasi serupa juga berlangsung di Pagar Alam. Masyarakat yang tinggal di sekitar situs batu kubur atau arca ular melilit manusia di Tanjung Aro juga tak tahu-menahu soal benda bersejarah itu. Mereka malah sering mengaitkannya dengan legenda Si Pahit Lidah. “Itu, Ran, sepasang kekasih yang berhubungan intim yang dililit ular, terus dikutuk si Pahit Lidah jadi batu,” kata Sunainah (60), warga Tanjung flo, Pagar Alam.

Begitulah, masyarakat di Lampung, Sumsel, dan Jambi memang tak banyak tahu soal kekayaan tinggalan sejarah di kampung halamannya sendiri. Kalaulah menyadari keberadaannya, mereka kerap meyakininya sebagai bagian tempat sakral dan perlu diberi sesajen.


Jelas tak sepenuhnya mereka salah. Soalnya, informasi yang tertera di situs-situs itu juga sangat minim atau malah kadang tidak ada sama sekali. Bahkan, ada juru pelihara yang tak tahu-menahu soal peninggalan bersejarah yang dijaganya.

Lebih menyedihkan lagi, sebagian situs itu dibiarkan terbengkalai begitu saja. Masyarakat malah iseng mengusili peninggalan masa lalu itu. Candi Bahal I di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Tapanuli Selatan, misalnya, dipenuhi coret-coretan, Sisa-sisa pembakaran makanan serta sisa pakaian tertinggal di halaman candi.



Ironi
Ironi lebih besar menyangkut kehidupan di sekitar situs-situs bersejarah di pantai barat Sumatera. Bertolak belakang dengan kejayaan masa lalu, kehidupan masyarakat saat ini justru memprihatinkan. Keterbela
kangan terpampang jelas dan kota-kota yang dulu pernah jadi pusat kebudayaan masa lalu, seperti Liwa, Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, atau Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah.

Infrastruktur dan fasilitas publik di kota-kota itu minim. Selain jalan raya yang rusak parah, sebagian lokasi harus ditempuh dengan perahu lewat sungai. Rumah-rumah penduduk tak terawat dan ekonomi merayap lamban.

Peradaban masa lain itu seperti terputus begitu saja dengan masa kini. Masyarakat pantai barat Sumatera dulu sudah mengembangkan teknologi perikanan laut dan perdagangan internasional. Kini, pamor jalur laut dan perikanan itu meredup.

Para nelayan di Pasar Pantai, Bengkulu, misalnya, tak mewarisi teknologi penangkapan ikan laut dari masa lain. Pada zaman modern ini mereka masih mengandalkan perahu kecil, pancing, dan jaring terbatas.

Potensi
Zaman sudah berubah dan orang takc bisa terus dibuai romantisme sejarah. Masyarakat setempat berharap pemerintah pusat dan daerah mau menjawab tantangan untuk membangkitkan kemajuan pantai barat Sumatera yang kini tertinggal dibandingkan dengan kawasan tengah dan timur Sumatera. Apalagi, kawasan ini menyimpan banyak potensi, terutama perkebunan, perikanan laut, pertambangan, dan wisata.

Ada beberapa kebun teh besar dirintis sejak zaman Belanda sekitar tahun 1928 dan terus berproduksi sampai kini. Sebut saja perkebunan teh Gunung Dempo, Pagar Alam, Sumatera Selatan, dan di Kayu Aro, Kerinci, Jambi. Teh olahan dari sini masih menjadi langganan negara-negara Eropa.

Kebun kopi terhampar luas di wilayah Pagan Alan, Lampung, dan Bengkulu. Pala berkembang diAceh Selatan,

sementara karet di Aceh Barat. Pertambangan diwakili Sawah Lunto yang merupakan kota tambang batu bara tua sejak zaman Belanda. Perijkanan sudah lama ditekuni masyarakat nelayan pantai barat seperti di Krui, Lampung Barat, dan Bengkulu.

Soal wisata, jangan tanya lagi. Kawasan barat Sumatera dikaruniai pantai indah, gunung, hutan taman nasional, air terjun, danau, ngarai, atau lembah menawan. Di beberapa tempat, berbagai obyek itu menyatu dalam satu area penuh pesona, seperti Kerinci, Jambi, yang kerap dijuluki “sekapal tanah surga di dunia”.
“Banyak potensi wisata yang seharusnya bisa digarap di pantai barat Sumatera. Sayang, masih sia-sia karena ditelantarkan begitu saja,” kata Nurdin Ahmad, Ketua Dewan Pariwisata Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.


kompas
 
Bls: Situs Sekala Berak terabaikan

wah sayang sekali ya,situ peninggalan yang sangat berharga di sia sia kan
 
Back
Top