nurcahyo
New member
Stress Pasca-Trauma, Picu Serangan Jantung
Lihat Gambar
KapanLagi.com - Studi atas para veteran militer yang menderita stress pasca-trauma mendapati bahwa makin kuat kecemasan seseorang, makin besar resiko mereka terserang sakit jantung, kata beberapa peneliti, Senin (1/1).
Hubungan antara stress dan sakit jantung telah lama diakui, dan para peneliti di Harvard School of Public Health di Boston mendapati bahwa hubungan yang ada di antara 2.000 veteran di daerah Boston.
Gangguan stress pasca-trauma, atau PTSD, yang pernah disebut sebagai 'kelelahan tempur', juga dapat menyerang orang yang mengalami peristiwa yang menimbulkan trauma. Itu ditandai oleh kecemasan, terulangnya pengalaman dan dihindarinya dorongan yang berhubungan dengan pengalaman.
Berdasarkan pada tindakan yang umum dipakai mengenai gejala gangguan stress yang digunakan oleh studi Harvard tersebut, setiap langkah yang menandai peningkatan gejalan meningkatkan resiko serangan jantung sebesar 26%, kata laporan tersebut.
"Pola dampak ini menunjukkan bahwa orang dengan tingkat gejala (gangguan stress pasca-trauma) yang lebih tinggi bukan hanya mudah melaporkan tingkat nyeri dada yang lebih tinggi atau gejala fisik lain tapi mungkin menghadapi resiko lebih tinggi bagi perkembangan sakit jantung koroner," kata penulis studi tersebut Laura Kubzansky dalam 'Archives of General Psychiatry'.
Satu studi yang tak berkaitan dalam jurnal yang sama dari Belanda mendapati veteran yang menderita gangguan stress pasca-trauma kurang sensitif terhadap nyeri dibandingkan dengan rekan mereka yang tak menghadapi gangguan tersebut.
Dua-puluh empat veteran Belanda dijadikan objek temperatur yang bervariasi oleh para peneliti di Central Military Hospital dan Rudolph Magnus Institute of Neuroscience, Utrecht, yang dipimpin oleh Elbert Geuze. Semua 12 orang itu, yang menderita gangguan stress pasca-trauma mencatat nyeri tersebut 'tak terlalu hebat' dibandingkan dengan mereka yang tak mengalami gangguan itu.
Gambar yang diambil dari otak veteran tersebut selama percobaan temperatur menunjukkan mereka yang mengalami gangguan memproses rasa nyeri secara berbeda di beberapa daerah otak, yang berkaitan dengan suasana kejiwaan dan indra pengenalan. (*/bun)
Lihat Gambar
KapanLagi.com - Studi atas para veteran militer yang menderita stress pasca-trauma mendapati bahwa makin kuat kecemasan seseorang, makin besar resiko mereka terserang sakit jantung, kata beberapa peneliti, Senin (1/1).
Hubungan antara stress dan sakit jantung telah lama diakui, dan para peneliti di Harvard School of Public Health di Boston mendapati bahwa hubungan yang ada di antara 2.000 veteran di daerah Boston.
Gangguan stress pasca-trauma, atau PTSD, yang pernah disebut sebagai 'kelelahan tempur', juga dapat menyerang orang yang mengalami peristiwa yang menimbulkan trauma. Itu ditandai oleh kecemasan, terulangnya pengalaman dan dihindarinya dorongan yang berhubungan dengan pengalaman.
Berdasarkan pada tindakan yang umum dipakai mengenai gejala gangguan stress yang digunakan oleh studi Harvard tersebut, setiap langkah yang menandai peningkatan gejalan meningkatkan resiko serangan jantung sebesar 26%, kata laporan tersebut.
"Pola dampak ini menunjukkan bahwa orang dengan tingkat gejala (gangguan stress pasca-trauma) yang lebih tinggi bukan hanya mudah melaporkan tingkat nyeri dada yang lebih tinggi atau gejala fisik lain tapi mungkin menghadapi resiko lebih tinggi bagi perkembangan sakit jantung koroner," kata penulis studi tersebut Laura Kubzansky dalam 'Archives of General Psychiatry'.
Satu studi yang tak berkaitan dalam jurnal yang sama dari Belanda mendapati veteran yang menderita gangguan stress pasca-trauma kurang sensitif terhadap nyeri dibandingkan dengan rekan mereka yang tak menghadapi gangguan tersebut.
Dua-puluh empat veteran Belanda dijadikan objek temperatur yang bervariasi oleh para peneliti di Central Military Hospital dan Rudolph Magnus Institute of Neuroscience, Utrecht, yang dipimpin oleh Elbert Geuze. Semua 12 orang itu, yang menderita gangguan stress pasca-trauma mencatat nyeri tersebut 'tak terlalu hebat' dibandingkan dengan mereka yang tak mengalami gangguan itu.
Gambar yang diambil dari otak veteran tersebut selama percobaan temperatur menunjukkan mereka yang mengalami gangguan memproses rasa nyeri secara berbeda di beberapa daerah otak, yang berkaitan dengan suasana kejiwaan dan indra pengenalan. (*/bun)