spirit
Mod
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik dan PMNA No 3 Tahun 1997 telah dikeluarkan pada Januari lalu. Salah satu yang diatur adalah penggantian model sertifikat tanah dari bentuk fisik menjadi sertifikat elektronik.
Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Kementerian ATR Dwi Purnama menjelaskan, pelaksanaan pergantian ke sertifikat elektronik (sertifikat-el) akan dilakukan secara bertahap. Aturan ini juga berlaku untuk seluruh sertifikat tanah yang ada di Indonesia, baik yang baru atau pun lama.
Saat ini terdapat lebih dari 70 juta bidang tanah yang terdaftar dan memiliki sertifikat secara fisik. Dengan aturan ini, artinya seluruh sertifikat tanah yang ada di masyarakat akan ditarik digantikan sertifikat elektronik.
Dwi mengatakan, rencananya pelaksanaan pergantian sertifikat akan dipertimbangkan berdasarkan penunjukan daerah. Pergantian sertifikat elektronik pada instansi Pemerintah akan pertama kali dilakukan.
Tahap berikutnya akan dilaksanakan oleh badan hukum karena peralatan dan pemahaman elektronik yang dinilai lebih siap.
"Prioritas instansi pemerintah karena instansi pemerintah lebih mudah menyimpan data elektronik," kata Dwi Purnama di Jakarta, Rabu 3 Februari 2021.
Lebih lanjut menurut Dwi, hal ini merupakan rangkaian dari transformasi digital yang sedang bergulir di Kementerian ATR/BPN. Di mana tahun lalu telah diberlakukan empat layanan elektronik yang telah disediakan. Yaitu Hak Tanggungan Elektronik, Pengecekan Sertifikat, Zona Nilai Tanah dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah.
Menurut Dwi, sertifikat elektronik ini bertujuan menciptakan efisiensi pendaftaran tanah, kepastian hukum dan perlindungan hukum, dan mengurangi jumlah sengketa, konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan. Serta menaikkan nilai registering property dalam rangka memperbaiki peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB).
Dia menegaskan, pendaftaran tanah secara elektronik akan meningkatkan efisiensi baik pada simpul input, proses maupun output. Sekaligus mengurangi pertemuan fisik antara pengguna dan penyedia layanan.
"Selain sebagai upaya minimalisasi biaya transaksi pertanahan, hal ini juga efektif untuk mengurangi dampak pandemi," kata Dwi.
.