Administrator
Administrator
Setiap orang tentu memiliki motivator. Begitu juga dengan Tania Ruiz. Siapakah motivator Tania? “Star Wars (film) telah memotivasi saya untuk menjadi astronom,” katanya.
Tania masih berusia kanak-kanak ketika Star Wars diputar untuk pertama kali. Dia mengaku tidak pernah bosan menyaksikan alur cerita Star Wars karena terkesan dengan filosofi Star Wars. “Perang Bintang” yang disajikan sutradara George Lucas sungguh membekas di hatinya. Banyak pertanyaan yang dia simpan terkait adegan film tersebut.
”Sayaingin tahu darimana light saber (senjata khas ksatria Jedi). Saya penasaran dengan galaksi,”kenangnya.
Seperti anak kecil pada ümumnya, Tania juga senang berkhayal. Dia membayangkan sedang melayang di antara bintang walau saat itu dia tidak tahu bentuk bintang yang sebenarnya. Dia menganggap bintang sebagai sesuatu yang memiliki lima sisi”. Khayalan Tania semakin jauh. “Saya sering bermimpi bisa bertemu dengan ksatria jedi,” tuturnya polos.
Selama bertahun-tahun, Tania kecil bermimpi bisa duduk di salah satu sisi bintang. Dia juga senang melihat gambar-gambar planet dalam ensiklopedia. Didampingi ayahnya, Tania kerap mengeja nama-nama planet dan bintang. Ada satu konstelasi yang kerap dia sebut. “Saya sangat suka nama Big Dipper,” kenangnya. Big Dipper adalah konstelasi yang terdiri atas tujuh bintang. Dia melukis Big Dipper di tembok kamarnya. “Tunggu ya Big Dipper. Suatu hari saya pasti akan mengunjungimu,” kata Tania kecil.
Ayah Tania sengaja menempelkan hiasan berbentuk bintang di langit-langit kamar Tania supaya si putri kecil tidak lagi mencoret-coret dinding. Upaya sang ayah ternyata berhasil. Dinding kamar Tania kembali bersih. Tidak ada coretan Big Dipper dan bulatan-bulatan berbagai ukuran yang dia sebut “planet”.
Kerap kali ketika hendak tidur, Tania turun dari ranjang, lantas berbaring di atas lantai dan menatap hiasan bintang di langit-langit kamarnya. Kenapa dia memilih berbaring di atas lantai, bukan di atas ranjang? “Saat berbaring di atas lantai, jarak bintang dan saya kian jauh. Tepat seperti kenyataan,” sebut astronom, sekaligus ilmuwan astrofisika ini.
Dan penjelasan sang ayah, Tania mengerti jarak bintang dan bumi sebenarnya jauh. Jarak antara setiap konstelasi bintang dan bumi pun berbeda. Jarak konstelasi Andromeda-Bumi, misalnya berbeda dengan jarak antara Big Dipper dengan Bumi. Suatu malam, tiba-tiba Tania menghambur ke kamar orang tuanya. “Ayah, saya ingin jadi ahli perbintangan,” serunya.
Tidak seperti cita-cita seorang anak yang bisa berubah kapan pun,ternyata Tania tetap pada pendiriannya hal itu dibuktikan saat Tania lulus dari Sekolah Menengah Umum, Perempuan yang lahir di New Jersey ini memilih jurusan astronomi di Case Western
Reserve University, Cleveland, Amerika Serikat. Universitas mi dipilib karena lokasinya dekat dengan teleskop raksasa diArizona.
Untuk menjadi mahasiswa astronomi, Tania mesti mengikuti beberapa tes khusus,Tania lolos tes dengan sukses. Dia bersorak setelah dinyatakan lolos sebagai mahasiswa astronomi Case Western Reserve University. Namun, beberapa hari sesudahnya dia justru dipanggil pejabat universitas. Apa yang salah? Ternyata pejabat universitas menawarkan supaya Tania kuliah di salah satu Ivy League. Tentu Tania terkejut. Dia tidak menyangka bakal menenima tawaran semenarik itu.
Kebahagiaannya semakin bertambah. Berbekal surat rekomendasi dari Case Western Reserve University,Tania pun mendaftar ke tiga Ivy League, yaitu Harvard University, Cambridge University, dan jurusan astrofisika di Harvard- Smithsonian Center. Ketiga universitas menerima Tania. Perempuan cerdas ini kembali bimbang. Dia akhirnya memilih dua universitas, yaitu Cambridge University dan Harvard-Smithsonian Center. Seorang yang cerdas belum tentu mulus dalam pelajaran. Pada masa awal kuiiah, perempuan keturunan Amerika Latin dan Jerman-Inggris ini kerap mengeluh. “Nilai matematika saya sangat buruk’ kenangnya.
BukanTania namanya kalau cepat putus asa. Dia mengejar semua ketertinggalan, Tania menghabiskan waktu berjam-jam dalam perpustakaan, mencoba memecahkan kasus perhitungan angka. Dia membuat catatan kecil yang memuat rumus matematika. Pemikiran ini hanya bertahan beberapa bulan sebelum Tania menyadari sesuatu.
“Sepertinya saya tidak berbakat menjadi ilmuwan,” paparnya.
Dia bahkan sempat sakit karena terlalu fokus memikirkan cita- cita dan masa depannya. Di tengah sakit yang dirasakan, Tania lagi-lagi mengubah pemikirannya. “Itu adalah pemikiran yang negatif. Saya harus membuang jauh pemikiran itu,” terang pengagum kelompok musik KISS ini.
Setiap orang pasti pernah merasakan jatuh. Demikian juga Tania. Namun, dia bertekad untuk bangkit, bukan menikmati “jatuh”-nya. Susah-payah dia mengejar semua pelajaran yang sempat terbengkalai karena sakit dan berusaha memperbaiki hal-hal yang belum maksimal, termasuk membangun relasi dengan beberapa kelompok studi universitas.
sindo