Tanya tentang Biografi Imam Hanafi

zoeratmand

New member
Para moderator dan pembaca, ada yang tau biografi imam Hanafi?
Kalau ada mohon bantuannya untuk share ya, atau kalau sudah ada threadnya mohon saya diberi tahu, terima kasih..

oia, kalau ada sekalian Imam Syafi'i, Malik bin Anas dan Imam Hambali..

Matur nuwun.. [<:)
 
Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (80-150 H) yang terkenal dengan sebutan “Imamul A`dzham” (Imam Agung) adalah salah satu dari ulama besar dan termasuk fukaha terpandang Ahlusunnah. Nama lengkap beliau Abu Hanifah Nu’man Ibn Tsabit bin Nu’man bin Zuthi bin Marzaban Tsabit. Beliau keturunan Iran dan berasal dari kota Kabul. Kakek Abu Hanifah berasal dari mawali (budak yang dimerdekakan). Abu Hanaifah sendiri dilahirkan pada tahun 80 Hijrah di kota Kufah. Abu Hanifah belajar ilmu-ilmu agama dari seorang ulama terkenal bernama Hammad bin Abi Sulaiman dan ulama Mekah serta Madinah. Abu Hanifah tinggal di kota Kufah di mana semangat berpikir rasional yang dipengaruhi kegiatan keilmuan di kota sangat kuat. Kota Kufah letaknya jauh dari Mekah dan Madinah yang banyak terdapat ahli hadis. Oleh karena itu, penafsiran hukum yang dilakukan Abu Hanifah lebih banyak dipengaruhi oleh ijtihad dengan menggunakan pikiran atau ar ra’yu...

Dalam pandangan ulama Ahlusunnah, Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit termasuk fukaha terbesar. Menurut keterangan dari Abu Hanifah sendiri, beliau pernah belajar fikih dan ushul kepada Imam Ja’far ash-Shadiq. Tetapi pendapatnya tersebut ditolak oleh kalangan Ahlusunnah. Banyak sekali riwayat yang menceritakan bahwa Abu Hanifah pernah berjumpa dengan Imam Bagir di kota Madinah dimana ayah dari Imam ash Shadiq ini mengatakan bahwa metodologi qiyas yang dianut oleh Abu Hanifah telah menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad. Sebagai seorang ulama, Imam Abu Hanifah dikenal sangat tegas dalam pendirian. Dia tidak takut mengatakan yang benar di depan penguasa. Abu Hanifah hidup pada dua masa dinasti yang berbeda, hidup pada masa Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbasiyah. Imam Abu Hanifah masyhur sebagai ulama yang tidak tinggal diam ketika melihat kezaliman. Tidak dapat tenang melihat kejahatan merajalela. Dia juga dikenal sebagai pendukung ahlul bait, yakni keturunan Ali r.a.

Seperti diketahui bahwa para penguasa Dinasti Bani Umayyah sangat membenci keturunan Ali r.a.. Mereka memandang bahwa keturunan Ali r.a. adalah sebuah ancaman dan bom waktu yang setiap saat dapat menghancurkan Dinasti Bani Umayyah. Oleh karena itu, ahlul bait menjadi sasaran dan objek kesewenang-wenangan dan kezaliman.

Perlakuan Khalifah Yazid bin Abdul Malik pernah menghabisi keturunan Ali r.a. ketika terjadi pemberontakan di wilayah Kufah. Lalu dia memerintahkan pasukannya untuk menghabisi keturunan Ali r.a.. Pembunuhan pun dilakukan terhadap keturunan Ali r.a.. Melihat kezaliman terjadi, Abu Hanifah pun melancarkan kritik dan protes tegas. Akibatnya, Abu Hanifah ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Akan tetapi, dia tetap sabar dan teguh dengan pendiriannya meskipun harus mengalami siksaan fisik.

Begitu pula saat Dinasti Bani Abbasiyah berkuasa, Abu Hanifah tetap melancarkan kritikannya demi menegakkan kebenaran. Dia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara karena kritikannya terhadap paham Mu’tazilah tentang Alquran sebagai ciptaan dan makhluk.

Selain tegas dan teguh juga ada cerita yang mengisahkan bahwa pribadi Abu Hanifah tidak tergoda dan tergiur dengan uang atau harta.

Dikisahkan, suatu hari Abu Hanifah diundang ke istana karena sang permaisuri bertengkar dengan khalifah. Abu Hanifah diminta untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara permaisuri dan khalifah. Harun al Rasyid bertanya kepada Abu Hanifah, ”Berapa jumlah yang diperbolehkan agama seorang laki-laki menikahi wanita?” Dengan tegas Abu Hanifah menjawab, ”Empat orang!” Lalu Harun al Rasyid pun berkata kepada istrinya, ”Kamu dengar itu?” Akan tetapi, Abu Hanifah kemudian bertanya, ”Apakah syaratnya? Sehingga dia diperbolehkan menikahi lebih dari satu?” Harun al Rasyid menjawab spontan, ”Adil!” Lalu Abu Hanifah bertanya kepada sang permaisuri, ”Apakah khalifah sudah berlaku adil?” Sang permaisuri hanya dapat menggelengkan kepala.

Sang permaisuri pun menjadi senang dengan keberanian Abu Hanifah. Ketika Abu Hanifah hendak meninggalkan istana, sang permaisuri memberikan sejumlah uang dirham kepadanya. Akan tetapi, Abu Hanifah menolak pemberian sang permaisuri sembari berkata, ”Anda tidak perlu memberi aku uang karena aku tadi tidak sedang membela Anda, tetapi kebenaran.”

Abu Hanifah dikenal sebagai ulama yang suka menjauhi penguasa dan orang kaya. Dia lebih menyukai kehidupan yang menyibukkan dirinya dengan memperbaiki akhlak dan menambah ilmu pengetahuan. Abu Hanifah juga dikenal sebagai pribadi yang suka mengajarkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Ketika mengajar dia tidak meminta dan tidak mau menerima bayaran dari pekerjaannya. Dia melakukannya ikhlas hanya karena ingin mengajarkan ilmu pengetahuan.

Bukti yang menegaskan bahwa Abu Hanifah itu suka menjauhi kekuasaan adalah penolakannya untuk menjadi hakim. Pada masa Dinasti Bani Abbasiyah, Abu Hanifah pernah diminta untuk menjadi hakim, tetapi dia menolak. Sikapnya membuat khalifah Dinasti Bani Abbasiyah menjadi marah kepada Abu Hanifah.

Sepanjang hidupnya Imam Abu Hanifah disibukkan dengan ilmu pengetahuan khususnya mengajar Alquran, hadis, dan hukum Islam atau fiqih. Dia meninggal pada tahun 767 M. Usianya 76 tahun. Mazhab fiqihnya berkembang pesat setelah diajarkan oleh murid-muridnya. Salah satu murid Abu Hanifah yang sangat berpengaruh sehingga Mazhab Hanafi bekembang luas adalah Abu Yusuf. Dia seorang hakim pada masa Dinasti Abbasiyah. Dia juga menulis sebuah buku yang sangat terkenal pada masa itu. Bukunya berjudul Kitab al Kharaj. Buku itu hingga sekarang masih bisa didapatkan.

Adapun guru Abu Hanifah sendiri tidak menulis buku, melainkan karya yang ditulis oleh murid-muridnya yang dinisbatkan atau dikaitkan dengan nama Abu Hanifah. Kitab al Fikh al Akbar, buku fiqih ini menurut banyak kalangan ditulis oleh murid-murid dari ceramah-ceramah Abu Hanifah. Lalu buku itu dinisbatkan kepada gurunya.

Dalam perkembangan selanjutnya, mazhab fiqih Hanafi banyak dianut oleh umat Islam di wilayah-wilayah Turki dan Asia Tengah serta India. Mazhab ini juga banyak dianut oleh umat Islam di Syiria dan Mesir. Bahkan, Mazhab Hanafi pernah menjadi mazhab resmi negara Mesir.

Berkaitan dengan masalah iman dan kufr (kekafiran), Abu Hanifah berpendapat bahwa keduanya tidak bertambah dan tidak berkurang. Dasar iman adalah tashdiq (pembenaran), sedangkan dasar kekafiran adalah inkar (pengingkaran). Dalam kajian jab’r dan ikhtiar, beliau berkeyakinan bahwa manusia itu bebas untuk beramal. Abu Hanifah memperhatikan sumber perbuatan manusia dimana dalam hal ini beliau menyatakan: “Dalam kaitannya dengan qadha dan qadar, perbuatan manusia seperti pantulan cahaya matahari yang kembali ke matahari itu sendiri.” Di antara ciri khas fatwa yang dikeluarkan Abu Hanifah yang dicatat oleh para peneliti dan para fukaha adalah transparansi, ketegasan dan toleransi.



Sumber:
imam+abu+hanifah58.jpg





-dipi-
 
matur nuwun mba dipi, apa di buku yang mba dipi baca terdapat karya2nya juga?boleh di share mba? :D kalau bisa ketiga imam yang lain juga... :D

wah wah wah, maruk banget ya saya...:D, tapi just for be my referensi ae, maaf lho mba kalo "keterlaluan" meminta,,hehehe, kalao pun gak ada saya juga sangat berterima kasih untuk share ini... [<:)

terima kasih mba dipi...
 
Assalamu'alaikum..


IMAM HANAFI R.A. (Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi)


Location: Irak

Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar.


BIOGRAPHY


Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib r.a, dimana suatu saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti) untuk berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa akibat pertikaian politik yang mengguncang ummat islam pada saat itu, Ali r.a mendoakan agar keturunan Tsabit kelak akan menjadi orang orang yang utama di zamannya, dan doa itu pun terkabul dengan hadirnya Imam hanafi, namun tak lama kemudian ayahnya meninggal dunia.


Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri.

Disamping kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya sebagai ahli fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di zamannya, seperti Imam hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid muridnya. Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam Syafi’i ” Abu Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “. karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk bermusyawarah tentang hukum hukum islam serta menetapkan hukum hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut. Jumlah hukum yang telah disusun oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu, 38 ribu diantaranya berkaitan dengan urusan agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan dunia.

Metode yang digunakan dalam menetapkan hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal pokok :
1. Al Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum.
2. Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal hal yang global yang ada dalam Al Quran.
3. Fatwa sahabat (Aqwal Assahabah) karena mereka semua menyaksikan turunnya ayat dan mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadis dan para perawinya. Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat.
4. Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran, Hadis maupun Aqwal Asshabah.
5. Istihsan yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain yang menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya Qiyas atau Qiyas tersebut berlawanan dengan Nash.
6. Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.
7. ‘Urf yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat.






PERSONAL INFORMATION
Imam Abu Hanifah pernah bercerita : Ada seorang ilmuwan besar, Atheis dari kalangan bangsa Romawi. Ulama-ulama Islam membiarkan saja, kecuali seorang, yaitu Hammad guru Abu Hanifah, oleh karena itu dia segan bila bertemu dengannya.

Pada suatu hari, manusia berkumpul di masjid, orang atheis itu naik mimbar dan mau mengadakan tukar fikiran dengan sesiapa saja, dia hendak menyerang ulama-ulama Islam. Di antara shaf-shaf masjid ada seorang laki-laki muda, bangkit. Dialah Abu Hanifah dan ketika sudah berada dekat depan mimbar, dia berkata: "Inilah saya, hendak tukar fikiran dengan tuan". Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap merendahkan diri karena usia mudanya. Namun dia pun angkat berkata: "Katakan pendapat tuan!".
Ilmuwan atheis itu heran akan keberanian Abu Hanifah, lalu bertanya:

Atheis : "Pada tahun berapakah Tuhanmu dilahirkan?"
Abu Hanifah : "Allah berfirman: "Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan"
Atheis : "Masuk akalkah bila dikatakan bahwa Allah ada pertama yang tiada apa-apa sebelum-Nya?, Pada tahun berapa Dia ada?"
Abu Hanifah : "Dia berada sebelum adanya sesuatu."
Atheis : "Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!"
Abu Hanifah : "Tahukah tuan tentang perhitungan?"
Atheis : "Ya".
Abu Hanifah : "Angka berapa sebelum angka satu?"
Atheis : "Tidak ada angka (nol)."
Abu Hanifah : "Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha Esa yang hakiki tidak ada yang mendahuluiNya?"
Atheis : "Dimanakah Tuhanmu berada sekarang? Sesuatu yang ada pasti ada tempatnya."
Abu Hanifah : "Tahukah tuan bagaimana bentuk susu? Apakah di dalam susu itu keju?"
Atheis : "Ya, sudah tentu."
Abu Hanifah : "Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bahagian mana tempatnya keju itu sekarang?"
Atheis : "Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu diseluruh bahagian."
Abu Hanifah : "Kalau keju makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Ta'ala? Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!"
Atheis : "Tunjukkan kepada kami Dzat Tuhanmu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?"
Abu Hanifah : "Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal?"
Atheis : "Ya, pernah."
Abu Hanifah : "Sebelumnya ia berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu?"
Atheis : "Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya."
Abu Hanifah : "Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada disana?"
Atheis : "Ya, masih ada."
Abu Hanifah : "Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau menguap seprti gas?"
Atheis : "Entahlah, kami tidak tahu."
Abu Hanifah : "Kalau tuan tidak mengetahui bagaimana zat maupun bentuk roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk mengutarakan Dzat Allah Ta'ala?"
Atheis : "Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahNYA? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai arah?"
Abu Hanifah : "Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap?"
Atheis : "Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.
Abu Hanifah : "Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta'ala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya langit dan bumi."
Atheis : "Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?"
Abu Hanifah : "Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya."
Atheis : "Bagaimana kita boleh makan dan minum di syurga tanpa buang air kecil dan besar?"
Abu Hanifah : "Tuan sudah mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia."
Atheis : "Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan?"
Abu Hanifah : "Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang."
"Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang sedang Allah kerjakan sekarang?" tanya Atheis .

"Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan", pinta Abu Hanifah. Ilmuwan atheis itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas.

"Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?". Ilmuwan atheis mengangguk. "Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang atheis yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu".

Para hadirin puas dengan jawaban yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan orang atheis itu.


Source: lelakipenggenggamhujan.blogspot.com

3 Imam yang lain.. Tinggal Click! :D
IMAM MALIKI
IMAM SYAFI'I
IMAM HAMBALI (AHMAD BIN HANBAL)

Monggo di baca.. :D
 
Back
Top