Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menggurui lho, saya cuma ingin
berbagi pengalaman saja. Siapa tahu, dan harapan saya, pengalaman saya
ini bisa berguna untuk rekan-rekan pengendara motor yang lain.
Sewaktu masih baru pakai motor, saya beranggapan yang namanya skill
atau keahlian mengendarai motor hanya perlu untuk kecepatan tinggi.
Waktu itu buat saya yang penting adalah bagaimana ngerem dengan benar
tanpa "ngunci" ban belakang, bagaimana cara belok dengan benar
(nikung) dan bagaimana "swerve" atau menghindar dari kendaraan di
depan (atau istilah jaman dulu "ngutik"). Jadi fokus saya waktu itu
melatih teknik geber gas dan rem, teknik belok dan juga belajar ngutik
dengan benar.
Setelah satu tahun berlalu, saya merasa kok skill saya mengendarai
motor tidak juga bertambah. Bahkan setiap kali naik motor saya merasa
tegang, nggak bisa merasa santai. Setelah saya pikirkan, saya sampai
pada kesimpulan bahwa ketegangan itu disebabkan karena saya merasa
tidak bisa mengendalikan motor dengan baik.
Pertanyaan berikutnya yang timbul di benak saya adalah: "Kenapa bisa
begitu? Bukannya saya sudah mempelajari teknik "ngebut", teknik
"nikung", teknik "ngerem" dan teknik "ngutik" sebisa mungkin? Kenapa
saya merasa masih kurang, padahal saya sudah beli dan baca buku
mengenai Riding Skill sampai sebanyak 3 buku, dan setiap hari saya
berlatih?". Ternyata jawabannya ada di jalan, tepatnya di kondisi lalu
lintas
Tinggal di Jakarta Timur dan berkantor di seputaran Semanggi berarti
setiap pagi saya menempuh jarak kurang lebih 15 km untuk ke kantor,
dan pulangnya juga sekitar 15 km. Waktu tempuh yang diperlukan dari
atau ke kantor rata-rata 30 menit, yang artinya kecepatan rata-rata
setiap hari sekitar 30 km per jam. Kalau lagi apes (jalanan sangat
macet), bisa sampai 45 menit. Kalau lagi bener-bener apes bisa sampai
1 jam. Alhamdulillah, "bener-bener apes" ini sangat jarang, paling
kalau Jakarta lagi banjir.
Perjalanan 15 km tadi bisa dibagi menjadi 2 bagian:
1. Bagian yang lancar yang memungkinkan motor mencapai kecepatan
minimal 60 km per jam (kadang bisa lebih), dan
2. Bagian yang macet, yang hanya memungkinkan motor merayap dengan
kecepatan 10 km per jam.
Sayangnya, waktu yang saya habiskan di jalan yang macet ini jauh lebih
banyak daripada yang lancar, kalau dibandingkan dari 30 menit, ya
kira-kira 20 menit di kemacetaan dan macet dan 10 menit lancar. Waktu
yang saya habiskan di bagian yang macet ternyata 2 kali lipat dari
waktu yang saya habiskan di bagian yang lancar. Kalau lagi apes dan
lalu lintas macet sekali, bisa-bisa saya menghabiskan 30 menit atau
lebih di kemacetan.
Masalah jarakpun demikian. Dari 15 kilometer tadi, mungkin lebih dari
separuhnya macet. Alias lebih dari 7,5 km jalan macet.
Jadi, skill atau teknik yang saya pelajari seperti teknik ngerem
kecepatan tinggi, nikung atau swerving ternyata jarang terpakai (dan
tidak banyak terpakai) di jalan raya. Sebaliknya, skill mengendarai
motor dengan perlahan yang nggak pernah saya latih, dan cenderung saya
lupakan, ternyata sangat diperlukan di jalan raya.
Setelah menyadari hal tersebut, saya mulai melakukan observasi tentang
bagaimana cara saya mengendarai motor (dan juga bagaimana orang lain
mengendarai motor) di kemacetan, ketika motor bisa berjalan dengan
kecepatan paling tinggi kurang dari 15 km per jam.
Observasi ini saya lakukan di Jl Sultan Agung, yang selalu macet
sampai Jl Tambak, kemudian dilanjutkan di jalan sebelum perempatan
Matraman - Pramuka, terus berlanjut lagi di Jl Pramuka yang dulu
sebelum underpass Pramuka selesai, merupakan biang macet.
Kadang-kadang kalau saya ambil route lain, observasi saya lakukan di
Jl Tendean yang amit-amit macetnya, terus setelah lewat Kuningan,
dilanjutkan di Jl Casablanca yang setiap sore macetnya suaaangat
panjang, biasanya sampai ke By Pass.
Hasil observasi saya ternyata mengecewakan, karena banyak kesalahan
yang saya temukan:
1. Kebiasaan memakai rem depan, ternyata SALAH kalau diterapkan
ketika kita berjalan perlahan.
2. Ketika jalan pelan, saya punya kebiasaan menurunkan dan menyeret
kaki. Saya mengira bahwa menurunkan kaki ketika motor berjalan pelan
akan membantu menjaga keseimbangan, perkiraan ini ternyata SALAH.
3. Melihat ke bawah (ke bagian jalan tepat di depan ban depan motor
kita) ketika motor berjalan pelan, teryata juga SALAH.
4. Melihat ke motor di depan kita ketika jalan pelan, juga SALAH
lagi. Oh ya, saya menyadari bahwa karena kebiasaan no 5 ini, kalau
pengendara motor di depan saya menurunkan kaki untuk menjaga
keseimbangan (yang SALAH), maka saya secara tidak sadar akan ikut
menurunkan kaki juga.
Empat hal di atas merupakan kesalahan, karena:
1. Pemakaian rem depan.
Memakai rem depan ketika jalan pelan ternyata mengganggu
keseimbangan. Apalagi kalau posisi ban depan kita tidak lurus, atau
kita sedang belok perlahan-lahan, memakai rem depan pasti akan membuat
kita jatuh.
Kalau nggak percaya, coba deh cari jalan yang sepi, kemudian
cari putaran (U turn). Ketika berputar, coba pakai rem depan ? jangan
salahkan saya ya, kalau jatuh
2. Menurunkan kaki ketika jalan pelan akan membantu keseimbangan.
Kebiasaan dan asumsi ini salah karena ternyata menurunkan satu
kaki ketika motor berjalan pelan sangat mengganggu keseimbangan.
Ketika kaki kiri dan kanan kita taruh di atas foot peg kiri dan kanan,
beban terbagi rata di antara foot peg kiri dan kanan. Tapi begitu satu
kaki kita turunkan (yang merupakan kebiasaan banyak pengendara motor
ketika motor jalan pelan di kemacetan) keseimbangan tadi tergangu
karena beban jadi lebih banyak ke arah kaki kita turunkan.
Selain itu, menurunkan satu kaki juga berbahaya karena kalau
kita jatuh refleks kita adalah menahan motor dengan kaki. Kaki harus
menahan beban berat badan sekaligus berat motor kita (apalagi moge
yang beratnya bisa lebih dari 200 kilogram) dan resikonya bisa patah
atau, yang sering terjadi, mata kaki terkilir. Wadauu ?!
3. Melihat ke bawah
Ini juga ternyata salah, karena melihat ke bawah (baik ketika
motor jalan pelan atau jalan cepat) sangat mengganggu keseimbangan.
Ada pepatah yang bilang "Lihat ke arah mana kita akan menuju." Kalau
mau ke depan, ya harus lihat ke depan. Kalau melihat ke bawah, pasti
kita akan menuju ke bawah juga ? alias jatuh.
Ini juga boleh dicoba. Coba cari jalan yang sepi, terus kemudkan
motor dengan pelan, lecepatan sekitar 10 km per jam. Kemudian lihat ke
bawah, misalnya ke arah ban depan. Pasti secara otomatis keseimbangan
kita terganggu, akibatnya kaki akan secara otomatis turun, atau kalau
apes ? ya jatuh. Sekali lagi, jangan salahkan saya ya kalau jatuh
hehehe ?!
4. Melihat ke motor yang berada tepat di depan kita.
Saya termasuk sering melakukan kesalahan ini. Ketika di tengah
kemacetan dan motor jalan pelan, saya sering sekali melihat ke motor
di depan saya, ini tidak salah kalau yang saya lihat bukan ban
belakang atau spakbornya : Tapi masalahnya, saya melihat ke arah
spakbor atau ban belakangnya.
Tujuan saya adalah supaya saya nggak nabrak motor di depan saya,
tapi karena posisi ban belakang atau spakbor motor tadi ada di bawah,
akibatnya sama dengan kalau kita melihat ke bawah, yaitum keseimbangan
terganggu dan tanpa sadar kaki turun yang akibatnya keseimbangan lebih
terganggu lagi.
Setelah menyadari semua kesalahan yang saya lakukan tadi, saya segera
melakukan perbaikan dan berlatih mengendarai motor secara
perlahan-lahan. Saat ini, meskipun belum mahir sekali, skill saya
mengendarai motor dengan pelan sudah lumayan dan jauh lebih baik
daripada dulu.
Bagaimana teknik dan cara melatih skill mengendarai motor dengan pelan
yang saya lakukan, akan saya ceritakan kita bahas di bagian kedua dari
tulisan ini.
Salam,
Bob P. Sumitro, Sportster 883
dikutip dari: Miles Bikers Jakarta
berbagi pengalaman saja. Siapa tahu, dan harapan saya, pengalaman saya
ini bisa berguna untuk rekan-rekan pengendara motor yang lain.
Sewaktu masih baru pakai motor, saya beranggapan yang namanya skill
atau keahlian mengendarai motor hanya perlu untuk kecepatan tinggi.
Waktu itu buat saya yang penting adalah bagaimana ngerem dengan benar
tanpa "ngunci" ban belakang, bagaimana cara belok dengan benar
(nikung) dan bagaimana "swerve" atau menghindar dari kendaraan di
depan (atau istilah jaman dulu "ngutik"). Jadi fokus saya waktu itu
melatih teknik geber gas dan rem, teknik belok dan juga belajar ngutik
dengan benar.
Setelah satu tahun berlalu, saya merasa kok skill saya mengendarai
motor tidak juga bertambah. Bahkan setiap kali naik motor saya merasa
tegang, nggak bisa merasa santai. Setelah saya pikirkan, saya sampai
pada kesimpulan bahwa ketegangan itu disebabkan karena saya merasa
tidak bisa mengendalikan motor dengan baik.
Pertanyaan berikutnya yang timbul di benak saya adalah: "Kenapa bisa
begitu? Bukannya saya sudah mempelajari teknik "ngebut", teknik
"nikung", teknik "ngerem" dan teknik "ngutik" sebisa mungkin? Kenapa
saya merasa masih kurang, padahal saya sudah beli dan baca buku
mengenai Riding Skill sampai sebanyak 3 buku, dan setiap hari saya
berlatih?". Ternyata jawabannya ada di jalan, tepatnya di kondisi lalu
lintas
Tinggal di Jakarta Timur dan berkantor di seputaran Semanggi berarti
setiap pagi saya menempuh jarak kurang lebih 15 km untuk ke kantor,
dan pulangnya juga sekitar 15 km. Waktu tempuh yang diperlukan dari
atau ke kantor rata-rata 30 menit, yang artinya kecepatan rata-rata
setiap hari sekitar 30 km per jam. Kalau lagi apes (jalanan sangat
macet), bisa sampai 45 menit. Kalau lagi bener-bener apes bisa sampai
1 jam. Alhamdulillah, "bener-bener apes" ini sangat jarang, paling
kalau Jakarta lagi banjir.
Perjalanan 15 km tadi bisa dibagi menjadi 2 bagian:
1. Bagian yang lancar yang memungkinkan motor mencapai kecepatan
minimal 60 km per jam (kadang bisa lebih), dan
2. Bagian yang macet, yang hanya memungkinkan motor merayap dengan
kecepatan 10 km per jam.
Sayangnya, waktu yang saya habiskan di jalan yang macet ini jauh lebih
banyak daripada yang lancar, kalau dibandingkan dari 30 menit, ya
kira-kira 20 menit di kemacetaan dan macet dan 10 menit lancar. Waktu
yang saya habiskan di bagian yang macet ternyata 2 kali lipat dari
waktu yang saya habiskan di bagian yang lancar. Kalau lagi apes dan
lalu lintas macet sekali, bisa-bisa saya menghabiskan 30 menit atau
lebih di kemacetan.
Masalah jarakpun demikian. Dari 15 kilometer tadi, mungkin lebih dari
separuhnya macet. Alias lebih dari 7,5 km jalan macet.
Jadi, skill atau teknik yang saya pelajari seperti teknik ngerem
kecepatan tinggi, nikung atau swerving ternyata jarang terpakai (dan
tidak banyak terpakai) di jalan raya. Sebaliknya, skill mengendarai
motor dengan perlahan yang nggak pernah saya latih, dan cenderung saya
lupakan, ternyata sangat diperlukan di jalan raya.
Setelah menyadari hal tersebut, saya mulai melakukan observasi tentang
bagaimana cara saya mengendarai motor (dan juga bagaimana orang lain
mengendarai motor) di kemacetan, ketika motor bisa berjalan dengan
kecepatan paling tinggi kurang dari 15 km per jam.
Observasi ini saya lakukan di Jl Sultan Agung, yang selalu macet
sampai Jl Tambak, kemudian dilanjutkan di jalan sebelum perempatan
Matraman - Pramuka, terus berlanjut lagi di Jl Pramuka yang dulu
sebelum underpass Pramuka selesai, merupakan biang macet.
Kadang-kadang kalau saya ambil route lain, observasi saya lakukan di
Jl Tendean yang amit-amit macetnya, terus setelah lewat Kuningan,
dilanjutkan di Jl Casablanca yang setiap sore macetnya suaaangat
panjang, biasanya sampai ke By Pass.
Hasil observasi saya ternyata mengecewakan, karena banyak kesalahan
yang saya temukan:
1. Kebiasaan memakai rem depan, ternyata SALAH kalau diterapkan
ketika kita berjalan perlahan.
2. Ketika jalan pelan, saya punya kebiasaan menurunkan dan menyeret
kaki. Saya mengira bahwa menurunkan kaki ketika motor berjalan pelan
akan membantu menjaga keseimbangan, perkiraan ini ternyata SALAH.
3. Melihat ke bawah (ke bagian jalan tepat di depan ban depan motor
kita) ketika motor berjalan pelan, teryata juga SALAH.
4. Melihat ke motor di depan kita ketika jalan pelan, juga SALAH
lagi. Oh ya, saya menyadari bahwa karena kebiasaan no 5 ini, kalau
pengendara motor di depan saya menurunkan kaki untuk menjaga
keseimbangan (yang SALAH), maka saya secara tidak sadar akan ikut
menurunkan kaki juga.
Empat hal di atas merupakan kesalahan, karena:
1. Pemakaian rem depan.
Memakai rem depan ketika jalan pelan ternyata mengganggu
keseimbangan. Apalagi kalau posisi ban depan kita tidak lurus, atau
kita sedang belok perlahan-lahan, memakai rem depan pasti akan membuat
kita jatuh.
Kalau nggak percaya, coba deh cari jalan yang sepi, kemudian
cari putaran (U turn). Ketika berputar, coba pakai rem depan ? jangan
salahkan saya ya, kalau jatuh
2. Menurunkan kaki ketika jalan pelan akan membantu keseimbangan.
Kebiasaan dan asumsi ini salah karena ternyata menurunkan satu
kaki ketika motor berjalan pelan sangat mengganggu keseimbangan.
Ketika kaki kiri dan kanan kita taruh di atas foot peg kiri dan kanan,
beban terbagi rata di antara foot peg kiri dan kanan. Tapi begitu satu
kaki kita turunkan (yang merupakan kebiasaan banyak pengendara motor
ketika motor jalan pelan di kemacetan) keseimbangan tadi tergangu
karena beban jadi lebih banyak ke arah kaki kita turunkan.
Selain itu, menurunkan satu kaki juga berbahaya karena kalau
kita jatuh refleks kita adalah menahan motor dengan kaki. Kaki harus
menahan beban berat badan sekaligus berat motor kita (apalagi moge
yang beratnya bisa lebih dari 200 kilogram) dan resikonya bisa patah
atau, yang sering terjadi, mata kaki terkilir. Wadauu ?!
3. Melihat ke bawah
Ini juga ternyata salah, karena melihat ke bawah (baik ketika
motor jalan pelan atau jalan cepat) sangat mengganggu keseimbangan.
Ada pepatah yang bilang "Lihat ke arah mana kita akan menuju." Kalau
mau ke depan, ya harus lihat ke depan. Kalau melihat ke bawah, pasti
kita akan menuju ke bawah juga ? alias jatuh.
Ini juga boleh dicoba. Coba cari jalan yang sepi, terus kemudkan
motor dengan pelan, lecepatan sekitar 10 km per jam. Kemudian lihat ke
bawah, misalnya ke arah ban depan. Pasti secara otomatis keseimbangan
kita terganggu, akibatnya kaki akan secara otomatis turun, atau kalau
apes ? ya jatuh. Sekali lagi, jangan salahkan saya ya kalau jatuh
hehehe ?!
4. Melihat ke motor yang berada tepat di depan kita.
Saya termasuk sering melakukan kesalahan ini. Ketika di tengah
kemacetan dan motor jalan pelan, saya sering sekali melihat ke motor
di depan saya, ini tidak salah kalau yang saya lihat bukan ban
belakang atau spakbornya : Tapi masalahnya, saya melihat ke arah
spakbor atau ban belakangnya.
Tujuan saya adalah supaya saya nggak nabrak motor di depan saya,
tapi karena posisi ban belakang atau spakbor motor tadi ada di bawah,
akibatnya sama dengan kalau kita melihat ke bawah, yaitum keseimbangan
terganggu dan tanpa sadar kaki turun yang akibatnya keseimbangan lebih
terganggu lagi.
Setelah menyadari semua kesalahan yang saya lakukan tadi, saya segera
melakukan perbaikan dan berlatih mengendarai motor secara
perlahan-lahan. Saat ini, meskipun belum mahir sekali, skill saya
mengendarai motor dengan pelan sudah lumayan dan jauh lebih baik
daripada dulu.
Bagaimana teknik dan cara melatih skill mengendarai motor dengan pelan
yang saya lakukan, akan saya ceritakan kita bahas di bagian kedua dari
tulisan ini.
Salam,
Bob P. Sumitro, Sportster 883
dikutip dari: Miles Bikers Jakarta