Terpaksa Dicampur Katul

Kalina

Moderator
Akibat Terus Melonjaknya Harga Beras
ARJASA, Jember - Mahalnya harga beras yang seakan tak terkendali, membuat masyarakat -khususnya yang tinggal di pedesaan- benar-benar kelimpungan. Untuk menyiasati agar dapat makan, tak sedikit warga mengoplos beras yang dikonsumsinya dengan beras jagung. Bahkan, ada warga yang mengopolos berasnya dengan katul jagung.

Seperti yang Erje temukan di Dusun Krajan Barat, Desa Candijati, Kecamatan Arjasa, Jember kemarin. Sebagain warga yang tinggal di RT 03 RW 01 saat ini terpaksa makan beras yang dioplos dengan beras jagung. Tak jarang pula mereka mengoplos dengan bahan yang lebih murah, yakni katul jagung.

"Mau bagaimana lagi, harga beras mahal sekali. Orang seperti kami ini mana kuat makan beras kalau tak dicampur," kata Ny Yati, warga RT 03 RW 01 Krajan Barat, Candijati, Arjasa. Hal ini terpaksa dilakukannya agar beras yang dibeli cukup untuk dimakan anggota keluarganya.

Sejak harga beras naik, kata dia, banyak pula tetangganya yang terpaksa mengoplos berasnya dengan bersa jagung atau katul jagung. Hal ini sudah terjadi sejak beras mahal sekitar dua bulan lalu. "Sejak harga beras mahal, saya sudah mencampur beras dengan jagung atau katul jagung. Kira-kira dua bulan ini," ujarnya.

Untuk memenuhi kebutuhan makan sekeluarga, dia harus mengeluarkan uang Rp 10 ribu. Sejak beras mahal, dia harus pintar mengatur keuangan keluarga yang pas-pasan. Sekali belanja, dia membeli beras putih Rp 5.000 atau hanya sekilo beras kelas medium. Lalu beras jagung Rp 2.000.

"Kalau dihitung, untuk nasi dan jagung saja sudah habis Rp 7.000. Sisanya yang Rp 3.000, hanya cukup untuk beli lauk seadanya. Seperti hari ini, saya hanya membeli ikan teri," paparnya. Dia juga sempat menunjukkan menu yang dimakan keluarganya kemarin. Yang ditunjukkan ternyata hanya beras campur jagung, beras campur katul dan ikan teri.

Diakuinya, sejak dia mengoplos berasnya dengan jagung, anak-anaknya sempat protes, sebab makan beras jagung tak seenak makan dengan beras putih. "Anak-anak saat pertama lalu juga protes, makannya kok pakai beras jagung. Tapi kalau adanya cuma ini, mau bagaimana lagi?" cetusnya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Munir, warga setempat. Dia mengaku sangat keberatan dengan harga beras yang melonjak tak karuan. Apalagi, penghasilannya sebagai buruh tani tak menentu. "Penghasilan setiap hari tak tentu, Mas. Kadang sehari hanya dapat Rp 5.000," ujarnya.

Sejak beras mahal, keluarganya sudah tak makan beras murni lagi. Setiap hari keluarganya terpaksa makan beras yang dicampur dengan jagung atau katul jagung. "Kami orang kecil bisa apa. Kalau beras mahal, makan ya dicampur dengan jagung atau katul. Yang penting terasa kenyang," aku bapak dua anak ini.

Hanya saat tertentu saja dia mampu membeli dan makan beras tanpa dicampur jagung atau katul. Misalnya, saat mendapat pekerjaan menjadi operator hand tractor di sawah. "Kalau pas ada duit, bisa makan beras. Tapi kalau nggak ada, ya makan beras jagung atau katul," tuturnya.

Sebagai rakyat kecil, Munir berharap, pemerintah bisa membantu rakyatnya yang kesusahan karena tak mampu membeli beras. Kalau pun pemerintah tak memberi bantuan beras, yang penting harga beras bisa murah kembali.
 
Back
Top