Randy_Muxnahtis
New member
Note: Cerita ini 100% fiksi... Jika ada persamaan hal/karakter, penulis jamin 100% itu hanya kebetulan...
Namaku Jimmy. Aku memiliki dua orang sahabat karib sejak aku masih kecil. Mereka adalah David dan Jennifer. Kami tinggal cukup berdekatan, kami juga pergi ke sekolah yang sama. Kurasa itulah mengapa kami bisa akrab satu sama lain. Tentu saja, hal ini tidak berarti pergaulan kami hanya terbatas kami bertiga. Kami masih ada beberapa teman lain dari sekolah, dari internet, dan sebagainya. Tapi, ya, aku tidak membantah bahwa, hubungan kami dengan teman-teman lain tersebut, tidak akan melebihi kami bertiga. Kami sudah berteman selama sekitar 15 tahun, sejak kami berumur 4-5 tahun.
Sebelum aku melangkah lebih jauh, aku akan bercerita sedikit mengenai latar belakang kami. Aku akan mulai dengan Jennifer. Jennifer adalah gadis yang berpenampilan sedang, tidak terlalu gemuk-tidak terlalu kurus. Berambut hitam, agak panjang, dan berkaca mata, tetapi kadang, dia memakai lensa kontak. Dia hampir tidak pernah ber-make-up yang berlebihan. Kalaupun dia pergi ke pesta atau mall, dia hanya make-up secukupnya. Dan dia bukan tipe orang yang suka memakai celana pndek atau rok mini. David, berkulit agak gelap, berambut pendek, bermuka sedikit jerawat, juga berkaca mata. Aku sendiri punya rambut pendek-cepak, muka agak berjerawat, cukup tinggi, dan juga berkaca mata. Keluarga kami umunya baik-baik saja, kecuali David. David berasal dari keluarga yang berantakan. Orang tuanya bercerai, dan sepertinya orang tuanya juga tidak terlalu memperdulikan David. Aku rasa cukup sekian tentang kami bertiga, sekarang aku akan mulai cerita ini...
"Huh, sebentar lagi liburan, BT kalau gak punya kegiatan waktu libur!" David menggerutu soal libur natal dan tahun baru yang akan tiba sebentar lagi. "Elu ada rencana apa ga, ngapain gitu? Mancing atau apa? Yang penting liburan ada kegiatan?" David bertanya kepadaku. Aku dan david memang lumayan suka memancing. "Ah, bosen ah, masa mancing melulu? Lagian, sekarang lagi musim ujan, ga enak mancing waktu musim ujan, ombak pada gede, bikin pusing kepala." Aku menjawab. "Terus, mau ngapain dong kita?" kata David lagi. "Sama, gue juga BT sich, kalau liburan ga ada kerjaan." Aku mulai berpikir tentang rencana liburan. "Ah, ya, gue tau kita ngapain!" kata David tiba-tiba sambil menepuk tanganya. "Kebetulan, temen kuliah gue punya villa di Puncak. Gimana kalau kita sewa aja villa temen gue itu? Biaya sewa, ongkos, tetek-bengek, kita patungan." David nyengir. "Cuma kita berdua?" Aku bertanya. "Ya.... elu.... ajak Jennifer lah." kata David, kesal. "Cuma bertiga?" Aku ragu-ragu. "Ya... ajak siapa lagi kek, Steven, Jake, Kartika gitu?" kata David enteng. Steven, Jake, dan Kartika adalah juga teman kami bertiga, meskipun tidak begitu dekat. "Lagian, kan lumayan, ada dua cewek, jadi urusan dapur, biar cewek-cewek yang urus. Udah gitu, kalau banyak orang, patungan kita jadi lebih enteng." David berkata sambil nyengir nakal. Aku berpikir sebentar. Memang sich, Steven, Jake, dan Kartika juga senggang liburan nanti, jadi, kenapa tidak ajak mereka aja? Meskipun aku agak tidak setuju dengan perkataan David yang menyerahkan urusan dapur kepada para cewek...
Singkat cerita, aku, David, Jennifer, Steven, Jake, dan Kartika ada di Puncak. Kami menyewa villa kenalan David selama kira-kira sepuluh hari. Tentu saja, aku juga sedikit merubah aturan. David, yang semula berkata bahwa biar cewek-cewek yang mengurus dapur, aku ubah menjadi, kita bagi tugas. Cewek-cewek yang masak, karena cowok ga bisa masak. Tapi kalau mencuci piring, setrika baju, dan sebagainya, berdasarkan giliran. Mencuci baju, ada mesin cuci di villa itu, jadi tugas kami lumayan ringan.
Komplek villa tersebut memiliki fasilitas yang lumayan baik. Ada kolam renang, lapangan tennis, jogging track, dan sebuah playground. Meskipun kami tidak bisa bermain tennis, tapi kami bisa berenang. Aku juga berpikir mau melakukan pendekatan dengan Jennifer, malah, udara dingin Puncak bisa membuat suasana lebih romantis. Jujur aja, aku memang suka Jennifer. Sejak kecil, aku memang sudah suka dia, tapi tentu tidak serius seperti ini. Sore datang, kabut mulai turun. Aku duduk-duduk di teras villa sambil minum kopi, menikmati udara yang sejuk. David, Jennifer, Steven, dan Kartika sedang bermain karu "cap-sa". Jake sedang mencuci piring, karena memang hari ini giliran dia. Setelah ini, kami berencana mau pergi ke Cipanas. Merasakan keramaian Cipanas. Suara ledakan kembang api dan petasan mulai terdengar di sekitar villa. Aku berencana ingin berjalan berdua dengan Jennifer saat di Cipanas nanti. Setelah Jake selesai mencuci, kami bersiap-siap untuk pergi ke Cipanas. Aku yang menyetir mobil. Suasana di Cipanas ramai. Suara terompet, kembang api, petasan terus terdengar. Di pinggir jalan, banyak jual jagung bakar, terompet, dan lain-lain. Aku memarkir mobil di sebuah pinggir jalan, dan kami turun dari mobil. Kami mau merasakan hiruk-pikuk liburan Cipanas dengan berjalan kaki.Setelah turun dari mobil, aku mengedarkan pandangan, mencari Jennifer. Itu dia, sedang memakai jacket birunya. Dengan cepat aku menghampirinya. "Hai, mau jalan sama gue?" kataku. Dia agak kaget, tapi mengangguk. "Cie-cie.... Prikitew...." Steven, Jake, dan Kartika menggoda usahaku. Aku tidak menghiraukan mereka, menggandeng Jennifer, aku dan Jennifer meninggalkan mereka di belakang. Ketika kami berjalan, aku merasa bahwa Jennifer merasa agak tidak nyaman bersamaku. Tetapi dia berusaha menutupinya. Namun, aku, yang suka membaca cerita detektif, masih bisa menangkap gelagat tersebut. Jennifer membuat alasan agar bisa agak menjauh dariku. Dia berpura-pura tertarik dengan sebuah terompet yang lucu, dan berlari menghampiri penjual terompet tersebut. Namun, setelah itu, dia berlari ke arah David, dan bertanya kepada David tentang bagusnya terompet tersebut.
Melihat gelagat tersebut, aku bisa menebak bahwa usahaku tidak akan berhasil. Jennifer suka kepada David, bukan kepadaku. Tapi, aku tidak marah atau cemburu kepada baik jennifer ataupun David. Toh, aku bukan tipe pemaksa dalam mencari pasangan. Jika jennifer suka david, ngapain aku ribut? Anggap saja dia bukan jodohku. Aku dan Jennifer hanya dijodohkan sebagai teman. Tak lebih, dan tak kurang. Dengan santai, meskipun agak sakit hati, aku berjalan menuju David dan Jennifer. Dengan cepat, aku dapat melihat raut wajah bersalah pada Jennifer. Tapi aku hanya tersenyum sambil mengangguk, isyarat "tidak apa-apa". Jennifer mengerti isyaratku, dia ikut tersenyum, dan kami bertiga kemudian berjalan bersama (Jake, Steven, dan Kartika jadi agak telupakan).
Tetapi, aku tidak melihat bahwa David gembira berdampingan bersama Jennifer. Malahan, dia cenderung bersikap kaku, berjalan sambil menatap langit ataupun jalan. Bahkan, sesekali, dia berusaha menghindari Jennifer dan berjalan di sebelahku. Ada apa ini???
Namaku Jimmy. Aku memiliki dua orang sahabat karib sejak aku masih kecil. Mereka adalah David dan Jennifer. Kami tinggal cukup berdekatan, kami juga pergi ke sekolah yang sama. Kurasa itulah mengapa kami bisa akrab satu sama lain. Tentu saja, hal ini tidak berarti pergaulan kami hanya terbatas kami bertiga. Kami masih ada beberapa teman lain dari sekolah, dari internet, dan sebagainya. Tapi, ya, aku tidak membantah bahwa, hubungan kami dengan teman-teman lain tersebut, tidak akan melebihi kami bertiga. Kami sudah berteman selama sekitar 15 tahun, sejak kami berumur 4-5 tahun.
Sebelum aku melangkah lebih jauh, aku akan bercerita sedikit mengenai latar belakang kami. Aku akan mulai dengan Jennifer. Jennifer adalah gadis yang berpenampilan sedang, tidak terlalu gemuk-tidak terlalu kurus. Berambut hitam, agak panjang, dan berkaca mata, tetapi kadang, dia memakai lensa kontak. Dia hampir tidak pernah ber-make-up yang berlebihan. Kalaupun dia pergi ke pesta atau mall, dia hanya make-up secukupnya. Dan dia bukan tipe orang yang suka memakai celana pndek atau rok mini. David, berkulit agak gelap, berambut pendek, bermuka sedikit jerawat, juga berkaca mata. Aku sendiri punya rambut pendek-cepak, muka agak berjerawat, cukup tinggi, dan juga berkaca mata. Keluarga kami umunya baik-baik saja, kecuali David. David berasal dari keluarga yang berantakan. Orang tuanya bercerai, dan sepertinya orang tuanya juga tidak terlalu memperdulikan David. Aku rasa cukup sekian tentang kami bertiga, sekarang aku akan mulai cerita ini...
"Huh, sebentar lagi liburan, BT kalau gak punya kegiatan waktu libur!" David menggerutu soal libur natal dan tahun baru yang akan tiba sebentar lagi. "Elu ada rencana apa ga, ngapain gitu? Mancing atau apa? Yang penting liburan ada kegiatan?" David bertanya kepadaku. Aku dan david memang lumayan suka memancing. "Ah, bosen ah, masa mancing melulu? Lagian, sekarang lagi musim ujan, ga enak mancing waktu musim ujan, ombak pada gede, bikin pusing kepala." Aku menjawab. "Terus, mau ngapain dong kita?" kata David lagi. "Sama, gue juga BT sich, kalau liburan ga ada kerjaan." Aku mulai berpikir tentang rencana liburan. "Ah, ya, gue tau kita ngapain!" kata David tiba-tiba sambil menepuk tanganya. "Kebetulan, temen kuliah gue punya villa di Puncak. Gimana kalau kita sewa aja villa temen gue itu? Biaya sewa, ongkos, tetek-bengek, kita patungan." David nyengir. "Cuma kita berdua?" Aku bertanya. "Ya.... elu.... ajak Jennifer lah." kata David, kesal. "Cuma bertiga?" Aku ragu-ragu. "Ya... ajak siapa lagi kek, Steven, Jake, Kartika gitu?" kata David enteng. Steven, Jake, dan Kartika adalah juga teman kami bertiga, meskipun tidak begitu dekat. "Lagian, kan lumayan, ada dua cewek, jadi urusan dapur, biar cewek-cewek yang urus. Udah gitu, kalau banyak orang, patungan kita jadi lebih enteng." David berkata sambil nyengir nakal. Aku berpikir sebentar. Memang sich, Steven, Jake, dan Kartika juga senggang liburan nanti, jadi, kenapa tidak ajak mereka aja? Meskipun aku agak tidak setuju dengan perkataan David yang menyerahkan urusan dapur kepada para cewek...
Singkat cerita, aku, David, Jennifer, Steven, Jake, dan Kartika ada di Puncak. Kami menyewa villa kenalan David selama kira-kira sepuluh hari. Tentu saja, aku juga sedikit merubah aturan. David, yang semula berkata bahwa biar cewek-cewek yang mengurus dapur, aku ubah menjadi, kita bagi tugas. Cewek-cewek yang masak, karena cowok ga bisa masak. Tapi kalau mencuci piring, setrika baju, dan sebagainya, berdasarkan giliran. Mencuci baju, ada mesin cuci di villa itu, jadi tugas kami lumayan ringan.
Komplek villa tersebut memiliki fasilitas yang lumayan baik. Ada kolam renang, lapangan tennis, jogging track, dan sebuah playground. Meskipun kami tidak bisa bermain tennis, tapi kami bisa berenang. Aku juga berpikir mau melakukan pendekatan dengan Jennifer, malah, udara dingin Puncak bisa membuat suasana lebih romantis. Jujur aja, aku memang suka Jennifer. Sejak kecil, aku memang sudah suka dia, tapi tentu tidak serius seperti ini. Sore datang, kabut mulai turun. Aku duduk-duduk di teras villa sambil minum kopi, menikmati udara yang sejuk. David, Jennifer, Steven, dan Kartika sedang bermain karu "cap-sa". Jake sedang mencuci piring, karena memang hari ini giliran dia. Setelah ini, kami berencana mau pergi ke Cipanas. Merasakan keramaian Cipanas. Suara ledakan kembang api dan petasan mulai terdengar di sekitar villa. Aku berencana ingin berjalan berdua dengan Jennifer saat di Cipanas nanti. Setelah Jake selesai mencuci, kami bersiap-siap untuk pergi ke Cipanas. Aku yang menyetir mobil. Suasana di Cipanas ramai. Suara terompet, kembang api, petasan terus terdengar. Di pinggir jalan, banyak jual jagung bakar, terompet, dan lain-lain. Aku memarkir mobil di sebuah pinggir jalan, dan kami turun dari mobil. Kami mau merasakan hiruk-pikuk liburan Cipanas dengan berjalan kaki.Setelah turun dari mobil, aku mengedarkan pandangan, mencari Jennifer. Itu dia, sedang memakai jacket birunya. Dengan cepat aku menghampirinya. "Hai, mau jalan sama gue?" kataku. Dia agak kaget, tapi mengangguk. "Cie-cie.... Prikitew...." Steven, Jake, dan Kartika menggoda usahaku. Aku tidak menghiraukan mereka, menggandeng Jennifer, aku dan Jennifer meninggalkan mereka di belakang. Ketika kami berjalan, aku merasa bahwa Jennifer merasa agak tidak nyaman bersamaku. Tetapi dia berusaha menutupinya. Namun, aku, yang suka membaca cerita detektif, masih bisa menangkap gelagat tersebut. Jennifer membuat alasan agar bisa agak menjauh dariku. Dia berpura-pura tertarik dengan sebuah terompet yang lucu, dan berlari menghampiri penjual terompet tersebut. Namun, setelah itu, dia berlari ke arah David, dan bertanya kepada David tentang bagusnya terompet tersebut.
Melihat gelagat tersebut, aku bisa menebak bahwa usahaku tidak akan berhasil. Jennifer suka kepada David, bukan kepadaku. Tapi, aku tidak marah atau cemburu kepada baik jennifer ataupun David. Toh, aku bukan tipe pemaksa dalam mencari pasangan. Jika jennifer suka david, ngapain aku ribut? Anggap saja dia bukan jodohku. Aku dan Jennifer hanya dijodohkan sebagai teman. Tak lebih, dan tak kurang. Dengan santai, meskipun agak sakit hati, aku berjalan menuju David dan Jennifer. Dengan cepat, aku dapat melihat raut wajah bersalah pada Jennifer. Tapi aku hanya tersenyum sambil mengangguk, isyarat "tidak apa-apa". Jennifer mengerti isyaratku, dia ikut tersenyum, dan kami bertiga kemudian berjalan bersama (Jake, Steven, dan Kartika jadi agak telupakan).
Tetapi, aku tidak melihat bahwa David gembira berdampingan bersama Jennifer. Malahan, dia cenderung bersikap kaku, berjalan sambil menatap langit ataupun jalan. Bahkan, sesekali, dia berusaha menghindari Jennifer dan berjalan di sebelahku. Ada apa ini???