Nama Theodore Permadi Rachmat (TPR) tidak bisa dilepaskan dari perkembangan Grup Astra Memang ia harus berterima kasih kepada pamannya William Soeryadjaya yang memberinya kesempatan untuk ikut membantu mengelola anak-anak perusahaan milik pamannya tersebut. Lulusan Teknik Mesin Institut Tehnologi Bandung tahun 1968, seangkatan dengan Benny Subianto dan Subagio Wiryoatmodjo yang juga dikenal sebagai eksekutif di PT Astra International.
Pada awalnya, ia mencoba untuk berusaha sendiri. Bersama kakaknya Benecditus Purwanto Rachmat sempat mendirikan sebuah perusahaan konstruksi PT Porta Nigra pada tahun 1970. Magang di perusahaan Gevehe B, Belanda. Setahun kemudian dia pindah menjadi salesman alat-alat berat Allis Chalmers Astra. Di tahun 1972 diangkat menjadi direktur pada PT Astra Honda Motor (dahulu PT Federal Motor – perakit sepeda motor Honda). Ini awal kiprahnya di Grup Astra. Sejak tahun 1984, diangkat menjadi presiden direktur di PT Astra International. Hingga pertengahan 1998, ia masih menjabat, kendati keluarga William Soeryadjaya sudah tidak aktif lagi di perusahaan tersebut. Sempat istirahat selama dua tahun, sebelum dipercayakan kembali memimpin perusahaan otomotif terbesar di Indonesia.
Selama berkiprah di Grup Astra, ia tidak hanya menjadi profesional semata. Salah satu “kebaikan dari Om William” adalah juga ikut memberi kesempatan untuk ikut menjadi pemilik pada anak-anak perusahaan. Porsinya memang tidak besar, yaitu sekitar 5 %. “Pemberian” ini tidak hanya diberikan kepada Theodore Permadi Rachmat yang masih terkait keluarga sebagai keponakan, tapi juga kepada profesional lain seperti Benny Subianto, Hagianto Kumala, Subagio Wiryoatmodjo, dan lain-lain.
Melalui pola ini, sejak tahun 1972, TPR telah memiliki andil 1 % pada perusahaan kontruksi PT Surya Semesta Internusa Tbk. Setahun kemudian ikut mendirikan PT Windu Tri Nusantara, sebuah perusahaan investasi, yang pada perkembangannya melakukan penyertaan pada 5 anak perusahaan (PT Mutiara Samudera Lines, PT Kayaba Indonesia, PT Traktor Nusantara, PT Sinar Abadi Cemerlang dan PT Cipta Piranti Tehnik). Ikut andil 2 % pada PT Sunrise Garden, pengembang perumahan Sunrise Garden di Jakarta Barat, 1,5 % di perusahaan HPH PT Emporium Lumber (nantinya dimerger ke dalam PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk, yang ikut dimiliki selama 17 tahun sejak 1980 hingga 1997) dan tercatat sebagai pendiri – andil 10 % – bersama ketiga pamannya (William Soeryadjaya, almarhum Tjia Kian Tie dan Benyamin Arman Suriadjaya) dan almarhum Masagung pada PT Inter Delta Tbk, perusahaan peralatan foto merk Kodak.
Pengembangan bisnisnya dilakukan melalui dua pola, yaitu melalui perusahaan induk dan pribadi. Perusahaan induk pertamanya adalah PT Triple A Jaya yang didirikan bersama istrinya Like Rani Imanto pada tahun 1979. Nantinya tidak hanya unit usaha ini yang berfungsi sebagai perusahaan induk. Lima belas tahun kemudian, mereka menambah lagi dengan sebuah unit usaha yaitu PT Trikirana Investindo Prima. Sedang yang kedua adalah investasi mereka secara pribadi.
Pembentukan PT Triple A Jaya pada awalnya bertujuan untuk mewakili kepemilikannya khususnya pada unit-uinit usaha yang dibentuk di bawah bendera Grup Astra. Sejak 1982 hingga 1997 terkait pada pendirian 2 perusahaan dan akuisisi 17 perusahaan. Beberapa perusahaan di antaranya adalah perusahaan investasi seperti pada PT Pandu Dian Pertiwi (dilepas pada tahun 1996), PT Kelana Bina Persada (5 %), PT Suryaraya Serasi (2,5 %), PT Mitracorp Pacific Nusantara (memiliki 7 anak perusahahaan sebelum nantinya dimergerkan ke dalam PT Astra Graphia Tbk dan dibubarkan pada tahun 2003, lihat tabel kronologis), PT Suryaraya Idaman (induk tiga perusahaan perhotelan di Yogyakarta) dan PT Astra Otoparts Tbk.
Perusahaan lain yang terkait dengan PT Triple A Jaya adalah PT Aneka Komkar Utama (pabrik sarung tangan karet di Tangerang), PT Suryaraya Wahana (akan membangun pabrik pulp di Kalimantan Timur), PT Concretindo Rejeki (pabrik readymix concrete di Cirebon), PT Inkoasku (pabrik wheel rim di Jakarta), dan lalin-lain. Seluruhnya melalui PT Triple A Jaya (anak dan cucu perusahaan) ada 19 perusahaan anak dan 21 perusahaan cucu. Tidak semua eksis dan dimilikinya sekarang. Tercatat ada 10 perusahaan yang didivestasi, 3 perusahaan dimergerkan dan 8 perusahaan dilikuidasi.
Sementara melalui PT Trikirana Investindo Prima tercatat ada 14 perusahaan penyertaan (lihat tabel Daftar Anak Perusahaan Triple A Jaya). Tersisa 12 perusahaan setelah PT Palingda Nasional dan PT Suryaraya Bahtera melakukan merger masing-masing dengan PT Inkoasku dan PT Astra Agro Lestari Tbk di tahun 1994 dan 1997. Keduabelas perusahaan lainnya terdiri dari 8 perusahaan komponen otomotif (PT Gemala Kempa Daya - chassis, PT Inti Ganda Perdana – axle & propeller shaft, PT Inkoasku – wheel rim, PT Pakoakuina - wheel rim, PT Superior Coach - body, PT Tri Dharma Wisesa - brake shoe, PT Trimitra Baterai Prakasa - accu, PT Wahana Eka Paramitra – transmission assy), 2 perusahaan investasi (PT Arjuna Raya Unggul dan PT Persada Khatulistiwa Nusantara) dan masing-masing sebuah perusahaan makanan (PT Mejisinar Kasih) dan transpotasi (PT Puninar Saranaraya)
Investasinya secara pribadi pada awalnya juga dilakukan pada unit-unit usaha Astra. Tapi pada akhirnya juga dilakukan dengan mitra lainnya yang berasal dari non kedua kelompok. Ini mulai dilakukan pada 1987. Ketika itu bermitra dengan Lodewijk Johannes Henry Eman (keluarga F.H. Eman yang memiliki kelompok usaha Udatinda) membentuk PT Pakoakuina untuk memproduksi wheel rim. Dengan keluarga ini, ia memiliki pula kerja sama pada 2 pabrik komponen otomotif yaitu PT Inkoasku dan PT Palingda Nasional.
Setahun kemudian masuk ke industri pengolahan kayu dengan membentuk PT Nusaframia, bekerja sama dengan Dick Arief Gandaatmadja. Dua tahun berikutnya melakukan kerja sama dengan Sae Chang Moolsan Co. Ltd. membentuk PT Saechang Ceramics Indonesia yang memproduksi keramik. Bersamaan ini, ia masuk pula ke bisnis eceran dengan memakai pola waralaba. Dua unit usaha di sektor ini adalah PT Karabha Unggul dan PT Suryaraya Mantaputama. Yang pertama menggandeng Makro untuk mendirikan pusat perkulakan, sedang yang kedua dengan Yaohan untuk bisnis departemen store. Perkulakan Makro dan Departemen Store Yaohan telah didivestasi kepemilikannya sejak 1995.
Sementara investasi pribadi yang dilakukan oleh istrinya, Like Rani Imanto lebih banyak bertindak mewakili kepentingan TPR. Tercatat pertama kali dilakukan pada tahun 1974 dengan mendirikan perusahaan investasi PT Delta Exim yang setahun kemudian mendirikan perusahaan kontruksi PT Delta Sarana Indonesia. Tercatat seluruhnya ada 14 perusahaan yang pendirian dan penyertaan awalnya terkait dengannya. Tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit (PTTunggal Perkasa Plantations, PT Sari Aditya Loka, PT Karya Tanah Subur, PT Sari Lembah Subur, PT Sankawangi, PT Sukses Tani Nusasubur dan PT Suryaraya Bahtera telah dilepas ke PT Astra Agro Lestari Tbk. Kini tersisa 4 perusahaan yaitu PT Catur Reksadaya (dagang), PT Djambi Waras (perkebunan karet), PT Purna Carmatama (sepatu olahraga) dan PT Brahma Binabakti (crumb rubber).
Sumber : girolla.wordpress.com