Pertama kali masuk ke sekolah itu, aku takut. Takut untuk berpikir semuanya akan berubah. Pindah dari satu sekolah ke sekolah yang lain mungkin bukan sesuatu yang menakutkan untuk beberapa orang, apalagi yang sanggup bersosialisasi dengan baik, tapi aku bukan salah satu orang itu.
Orang tuaku memaksaku untuk pindah ke sekolah tersebut, bukan karena keinginanku. Jika ingin mengikuti keinginanku saat itu, mungkin aku ingin tetap saja berada di sekolah yang lama. Namun jika bertanya perasaanku saat ini, aku senang mengikuti perkataan orang tuaku. Walaupun tidak semuanya berakhir dengan baik.
Begitu memasuki sekolah baru, MOS atau biasa dikenal dengan Masa Orientasi Siswa Baru selalu diadakan. Aku berpikir untuk tidak mengikutinya. Untuk apa aku mengikuti hal bodoh itu. Tiga hari MOS diadakan dan 2 hari pertama kulewatkan dengan diam di rumah untuk membantu usaha Orang tua. Akhirnya di hari terakhir Orang tuaku memaksaku untuk datang.
Datang di hari terakhir MOS, tanpa atribut, di saat yang lainnya memakai atribut yang membuat orang manapun akan tertawa. Berjalan dengan santai menuju ke arah salah satu OSIS dan berkata "Eh, u OSIS ya? gw siswa baru nih". Ke-2 hal tersebut membawaku ke salah satu guru yang membimbing urusan kesiswaan. Alhasil, aku harus melewatkan MOS di hari itu dengan pandangan murid lain yang menatapku seakan aku adalah musuh terbesar mereka. Belum berakhir sampai di sana, aku berakhir dengan perjanjian untuk mengikuti MOS di tahun berikutnya atau ijazah tidak keluar.
Aku bukan tipe orang yang bisa bersosialisasi dengan baik, bahkan bisa terbilang sangat polos. Kalau ada lomba orang terpolos dalam hal bersosialisasi, aku yakin setidaknya bisa masuk dalam juara 1,2, atau 3. Kulalui hari itu dengan menjadi pesuruh para anggota OSIS tanpa sadar sedikitpun.
Memasuki hari belajar mengajar, aku memilih bangku yang jauh di belakang, berharap tidak ada yang melihatku karena tidak satupun dari mereka yang aku kenal. Sampai akhirnya ada 1 orang yang berkenalan denganku, dari sanalah aku mulai berkenalan dengan mereka semua. Seminggu pertama kuhabiskan dengan berusaha mengingat nama satu kelas. Hanya 3 orang yang bisa kuingat (._.) . Dengan kepolosanku, aku berusaha mengingat nama mereka dengan menyapa mereka setiap kali bertemu, bahkan walau hanya di lorong kelas. Bayangkan anak baru yang pada saat itu dijuluki "Anak jagoan yang dateng ke MOS di hari terakhir ga pake apa-apa terus datengin OSIS dengan tampang gaya-gayaan terus bilang wei lu osis gue anak baru" *panjang banget yak* jadi kaya orang goblok yang tiap kali ngelewatin orang selalu bilang Halo x, Halo y. Dalam waktu satu hari, mungkin per orang sudah kupanggil minimal 30 kali.
Tapi itu benar-benar membantuku dalam mengingat nama mereka. Cukup 2 hari melakukan itu, dan nama mereka sudah bisa kuingat dengan baik. Kulanjutkan dengan mengenal satu angkatan. Setiap mengenal satu nama baru aku masih tetap melakukan kebiasaan itu. Sampai pada seseorang, aku merasa wow, dia benar-benar cantik, tidak ada kata-kata yang bisa menjelaskan kecantikannya. Setiap kali memanggil namanya, aku merasa ada sesuatu yang aneh, tapi tidak bisa menjelaskan apa itu.
Kupikir mungkin itu perasaanku ingin mengatakan bahwa aku ingin berteman sangat baik dengannya. Dan memang hal itu berakhir dengan aku berteman baik dengan dia dan teman-temannya. Tapi perasaan itu terus datang seakan mendorong aku untuk bisa lebih dekat dengannya. Aku tahu itu tidak baik, karena itu aku mencoba membuat perasaan baru. Aku menciptakan keadaan di mana seakan aku menyukai teman sekolah lama. Tapi aku tahu perasaan itu kosong.
Orang tuaku memaksaku untuk pindah ke sekolah tersebut, bukan karena keinginanku. Jika ingin mengikuti keinginanku saat itu, mungkin aku ingin tetap saja berada di sekolah yang lama. Namun jika bertanya perasaanku saat ini, aku senang mengikuti perkataan orang tuaku. Walaupun tidak semuanya berakhir dengan baik.
Begitu memasuki sekolah baru, MOS atau biasa dikenal dengan Masa Orientasi Siswa Baru selalu diadakan. Aku berpikir untuk tidak mengikutinya. Untuk apa aku mengikuti hal bodoh itu. Tiga hari MOS diadakan dan 2 hari pertama kulewatkan dengan diam di rumah untuk membantu usaha Orang tua. Akhirnya di hari terakhir Orang tuaku memaksaku untuk datang.
Datang di hari terakhir MOS, tanpa atribut, di saat yang lainnya memakai atribut yang membuat orang manapun akan tertawa. Berjalan dengan santai menuju ke arah salah satu OSIS dan berkata "Eh, u OSIS ya? gw siswa baru nih". Ke-2 hal tersebut membawaku ke salah satu guru yang membimbing urusan kesiswaan. Alhasil, aku harus melewatkan MOS di hari itu dengan pandangan murid lain yang menatapku seakan aku adalah musuh terbesar mereka. Belum berakhir sampai di sana, aku berakhir dengan perjanjian untuk mengikuti MOS di tahun berikutnya atau ijazah tidak keluar.
Aku bukan tipe orang yang bisa bersosialisasi dengan baik, bahkan bisa terbilang sangat polos. Kalau ada lomba orang terpolos dalam hal bersosialisasi, aku yakin setidaknya bisa masuk dalam juara 1,2, atau 3. Kulalui hari itu dengan menjadi pesuruh para anggota OSIS tanpa sadar sedikitpun.
Memasuki hari belajar mengajar, aku memilih bangku yang jauh di belakang, berharap tidak ada yang melihatku karena tidak satupun dari mereka yang aku kenal. Sampai akhirnya ada 1 orang yang berkenalan denganku, dari sanalah aku mulai berkenalan dengan mereka semua. Seminggu pertama kuhabiskan dengan berusaha mengingat nama satu kelas. Hanya 3 orang yang bisa kuingat (._.) . Dengan kepolosanku, aku berusaha mengingat nama mereka dengan menyapa mereka setiap kali bertemu, bahkan walau hanya di lorong kelas. Bayangkan anak baru yang pada saat itu dijuluki "Anak jagoan yang dateng ke MOS di hari terakhir ga pake apa-apa terus datengin OSIS dengan tampang gaya-gayaan terus bilang wei lu osis gue anak baru" *panjang banget yak* jadi kaya orang goblok yang tiap kali ngelewatin orang selalu bilang Halo x, Halo y. Dalam waktu satu hari, mungkin per orang sudah kupanggil minimal 30 kali.
Tapi itu benar-benar membantuku dalam mengingat nama mereka. Cukup 2 hari melakukan itu, dan nama mereka sudah bisa kuingat dengan baik. Kulanjutkan dengan mengenal satu angkatan. Setiap mengenal satu nama baru aku masih tetap melakukan kebiasaan itu. Sampai pada seseorang, aku merasa wow, dia benar-benar cantik, tidak ada kata-kata yang bisa menjelaskan kecantikannya. Setiap kali memanggil namanya, aku merasa ada sesuatu yang aneh, tapi tidak bisa menjelaskan apa itu.
Kupikir mungkin itu perasaanku ingin mengatakan bahwa aku ingin berteman sangat baik dengannya. Dan memang hal itu berakhir dengan aku berteman baik dengan dia dan teman-temannya. Tapi perasaan itu terus datang seakan mendorong aku untuk bisa lebih dekat dengannya. Aku tahu itu tidak baik, karena itu aku mencoba membuat perasaan baru. Aku menciptakan keadaan di mana seakan aku menyukai teman sekolah lama. Tapi aku tahu perasaan itu kosong.