Administrator
Administrator
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Tanah Kota Bekasi mendemo Badan Pertanahan Nasional (BPN)-Kantor Pertanahan Kota Bekasi di Jalan Chairil Anwar, Rabu (9/6), terkait dugaan maraknya praktik mafia tanah yang dilakukan oknum pegawai setempat.
Selain membentangkan spanduk dan poster, pengunjuk rasa juga membawa kandang kecil terbuat dari anyaman kawat yang berisi empat ekor tikus putih. Tikus-tikus itu kemudian dilepaskan di dalam gedung BPN Kota Bekasi.
“(Tikus-tikus) ini simbolisasi maraknya aksi mafia tanah di BPN Kota Bekasi,’ ungkap koordinator aksi, Ahmad Sabana.
Aksi mahasiswa melepas tikus putih itu membuat panik sejumlah orang yang tengah mengurus keperluan mereka di sana. Namun, sejumlah aparat keamanan segera menangkap tikus-tikus tersebut sehingga pelayanan kepada warga kembali berjalan.
Ahmad Sabana di sela-sela aksi mengatakan. demontrasi itu dilatarbelakangi banyaknya sengketa tanah di wilayah Kota Bekasi.
“Banyak kasus sengketa tanah yang belakangan terjadi, di antaranya sengketa tanah Pasar Kranji dan Apartemen Mutiara Bekasi, di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Bekasi Selatan, ungkapnya,
Maraknya kasus sengketa tanah itu, kata Sabana, terjadi lantaran ulah segelintir oknum pegawai BPN yang menjadi calo pembuatan sertifikat tanah. Selain itu, tidak sedikit muncul duplikat sertifikat tanah sehingga berujung pada terjadinya konflik.
“Kami menyayangkan sikap Kepala BPN Kota Bekasi, Robinson Simangunsong. Dia terkesan tutup mata terhadap ulah anak buahnya sehingga kasus makelar tanah masih marak di sini,” ujarnya.
Pada aksi itu, para mahasiswa menuntut pemecatan Kepala BPN Kota Bekasi dan oknum pegawai BPN yang terlibat percaloan tanah, pembasmian mafia tanah di Kota Bekasi, penghentian jual beli sertifikat tanah, serta pewujudan landasan reformasi dan sertifikat tanah untuk rakyat.
Menanggapi tuntutan mahasiswa itu, Kepala BPN Kota Bekasi Robinson Simangunsong menyatakan bahwa dugaan adanya mafia tanah tersebut tidak benar adanya. “Dan lagi, tidak mungkin saya membiarkan anak buah saya berkeliaran sebagai calo memeras warga,” ujarnya.
Meski begitu, dia mengakui bahwa persoalan sengketa tanah memang masih terjadi di Kota Bekasi.
“Setiap persoalan akan diselesaikan melalui proses mediasi. Bila gagal, barulah dilanjutkan ke proses peradilan, kata Robinson.
Sumber : Warkot
Selain membentangkan spanduk dan poster, pengunjuk rasa juga membawa kandang kecil terbuat dari anyaman kawat yang berisi empat ekor tikus putih. Tikus-tikus itu kemudian dilepaskan di dalam gedung BPN Kota Bekasi.
“(Tikus-tikus) ini simbolisasi maraknya aksi mafia tanah di BPN Kota Bekasi,’ ungkap koordinator aksi, Ahmad Sabana.
Aksi mahasiswa melepas tikus putih itu membuat panik sejumlah orang yang tengah mengurus keperluan mereka di sana. Namun, sejumlah aparat keamanan segera menangkap tikus-tikus tersebut sehingga pelayanan kepada warga kembali berjalan.
Ahmad Sabana di sela-sela aksi mengatakan. demontrasi itu dilatarbelakangi banyaknya sengketa tanah di wilayah Kota Bekasi.
“Banyak kasus sengketa tanah yang belakangan terjadi, di antaranya sengketa tanah Pasar Kranji dan Apartemen Mutiara Bekasi, di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Bekasi Selatan, ungkapnya,
Maraknya kasus sengketa tanah itu, kata Sabana, terjadi lantaran ulah segelintir oknum pegawai BPN yang menjadi calo pembuatan sertifikat tanah. Selain itu, tidak sedikit muncul duplikat sertifikat tanah sehingga berujung pada terjadinya konflik.
“Kami menyayangkan sikap Kepala BPN Kota Bekasi, Robinson Simangunsong. Dia terkesan tutup mata terhadap ulah anak buahnya sehingga kasus makelar tanah masih marak di sini,” ujarnya.
Pada aksi itu, para mahasiswa menuntut pemecatan Kepala BPN Kota Bekasi dan oknum pegawai BPN yang terlibat percaloan tanah, pembasmian mafia tanah di Kota Bekasi, penghentian jual beli sertifikat tanah, serta pewujudan landasan reformasi dan sertifikat tanah untuk rakyat.
Menanggapi tuntutan mahasiswa itu, Kepala BPN Kota Bekasi Robinson Simangunsong menyatakan bahwa dugaan adanya mafia tanah tersebut tidak benar adanya. “Dan lagi, tidak mungkin saya membiarkan anak buah saya berkeliaran sebagai calo memeras warga,” ujarnya.
Meski begitu, dia mengakui bahwa persoalan sengketa tanah memang masih terjadi di Kota Bekasi.
“Setiap persoalan akan diselesaikan melalui proses mediasi. Bila gagal, barulah dilanjutkan ke proses peradilan, kata Robinson.
Sumber : Warkot