Kalina
Moderator
WASHINGTON - Kali pertama setelah setahun menjabat sebagai presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama menyampaikan state of the union alias pidato kenegaraan tahunan di hadapan kongres Rabu (27/1) malam waktu setempat (kemarin pagi WIB). Ambisi Negeri Paman Sam untuk mempertahankan peringkat pertama di dunia dan kebijakan ekonomi mendominasi pidato 68 menit tersebut.
Secara terang-terangan, pemimpin 48 tahun itu menyebut Tiongkok dan India sebagai dua negara saingan AS. Khususnya, dalam bidang ekonomi. Belakangan, tepatnya pascakrisis ekonomi, dua negara di Benua Asia itu memang terus membayangi prestasi AS sebagai raksasa ekonomi terbesar dunia. Bahkan, di samping ekonomi, Tiongkok diramalkan segera menyalip kekuatan militer AS.
"Selama beberapa dekade, Washington selalu minta kita untuk sabar. Juga, saat permasalahan (ekonomi) yang kita hadapi menjadi semakin parah. Sementara itu, Tiongkok tidak perlu menunggu untuk membangkitkan perekonomiannya. Jerman juga tidak menunggu. India juga tidak," paparnya seperti dikutip The Times of India kemarin (28/1).
Dalam kesempatan itu, Obama mengimbau seluruh jajaran pemerintahan untuk lebih serius membangkitkan perekonomian AS pascakrisis. "Negara-negara tersebut tidak tinggal diam. Negara-negara tersebut tidak ingin hanya berada di posisi kedua. Mereka berusaha keras mengedepankan matematika dan sains. Mereka membangun kembali infrastruktur yang ada," papar presiden ke-44 AS tersebut.
Selain itu, lanjut Obama, negara-negara saingan AS tersebut lebih serius berinvestasi dalam bidang energi ramah lingkungan. "Mereka serius karena ingin menciptakan (lapangan) pekerjaan baru," tandasnya. Karena itu, dia tidak ingin AS tertinggal. Terutama, dalam menciptakan lapangan kerja baru demi bangkitnya perekonomian negeri adidaya tersebut.
Lebih lanjut, Obama mengungkapkan kekhawatirannya jika dua negara Asia itu benar-benar sukses menyalip AS. "Saya rasa, saya tidak akan pernah bisa menerima kenyataan AS berada di posisi kedua. Sekeras apa pun, setidak nyaman dan sesengit apa pun perdebatan yang akan terjadi, sudah saatnya kita menyelesaikan masalah-masalah yang menghambat pertumbuhan kita," tegas presiden keturunan Kenya itu.
Kemarin Obama juga mengakui perubahan fokus agenda politik dari reformasi sistem kesehatan ke penciptaan lapangan kerja. Meski tidak blak-blakan, orang nomor satu di Gedung Putih itu menyadari, kekalahan Partai Demokrat dalam pemilihan senator Massachusetts lalu sedikit banyak ikut mengubah haluan partai.
"Satu di antara sepuluh warga AS masih menganggur. Mayoritas bisnis di negeri ini masih tidak aktif. Jadi, saya paham benar kekhawatiran yang Anda rasakan. Semua itu bukan hal baru," ujarnya.
Untuk kembali membangkitkan perekonomian, Obama mengalihkan anggaran sebesar USD 30 miliar (sekitar Rp 281,7 triliun) yang semula untuk Wall Street ke perbankan. Dengan demikian, para pengusaha kecil dapat memperoleh pinjaman ringan dan memulai kembali bisnis mereka.
Secara terang-terangan, pemimpin 48 tahun itu menyebut Tiongkok dan India sebagai dua negara saingan AS. Khususnya, dalam bidang ekonomi. Belakangan, tepatnya pascakrisis ekonomi, dua negara di Benua Asia itu memang terus membayangi prestasi AS sebagai raksasa ekonomi terbesar dunia. Bahkan, di samping ekonomi, Tiongkok diramalkan segera menyalip kekuatan militer AS.
"Selama beberapa dekade, Washington selalu minta kita untuk sabar. Juga, saat permasalahan (ekonomi) yang kita hadapi menjadi semakin parah. Sementara itu, Tiongkok tidak perlu menunggu untuk membangkitkan perekonomiannya. Jerman juga tidak menunggu. India juga tidak," paparnya seperti dikutip The Times of India kemarin (28/1).
Dalam kesempatan itu, Obama mengimbau seluruh jajaran pemerintahan untuk lebih serius membangkitkan perekonomian AS pascakrisis. "Negara-negara tersebut tidak tinggal diam. Negara-negara tersebut tidak ingin hanya berada di posisi kedua. Mereka berusaha keras mengedepankan matematika dan sains. Mereka membangun kembali infrastruktur yang ada," papar presiden ke-44 AS tersebut.
Selain itu, lanjut Obama, negara-negara saingan AS tersebut lebih serius berinvestasi dalam bidang energi ramah lingkungan. "Mereka serius karena ingin menciptakan (lapangan) pekerjaan baru," tandasnya. Karena itu, dia tidak ingin AS tertinggal. Terutama, dalam menciptakan lapangan kerja baru demi bangkitnya perekonomian negeri adidaya tersebut.
Lebih lanjut, Obama mengungkapkan kekhawatirannya jika dua negara Asia itu benar-benar sukses menyalip AS. "Saya rasa, saya tidak akan pernah bisa menerima kenyataan AS berada di posisi kedua. Sekeras apa pun, setidak nyaman dan sesengit apa pun perdebatan yang akan terjadi, sudah saatnya kita menyelesaikan masalah-masalah yang menghambat pertumbuhan kita," tegas presiden keturunan Kenya itu.
Kemarin Obama juga mengakui perubahan fokus agenda politik dari reformasi sistem kesehatan ke penciptaan lapangan kerja. Meski tidak blak-blakan, orang nomor satu di Gedung Putih itu menyadari, kekalahan Partai Demokrat dalam pemilihan senator Massachusetts lalu sedikit banyak ikut mengubah haluan partai.
"Satu di antara sepuluh warga AS masih menganggur. Mayoritas bisnis di negeri ini masih tidak aktif. Jadi, saya paham benar kekhawatiran yang Anda rasakan. Semua itu bukan hal baru," ujarnya.
Untuk kembali membangkitkan perekonomian, Obama mengalihkan anggaran sebesar USD 30 miliar (sekitar Rp 281,7 triliun) yang semula untuk Wall Street ke perbankan. Dengan demikian, para pengusaha kecil dapat memperoleh pinjaman ringan dan memulai kembali bisnis mereka.