Apabila Anda merasa sakit, maka bersiap-siaplah untuk ongkos berobat yang mahal. Obat bisa Anda dapatkan di apotek atau toko obat. Ada dua resiko yang siap mengikuti pilihan Anda. Jika Anda memilih membeli obat di apotek, maka harganya akan lebih mahal daripada Anda membelinya di toko obat. Apa yang menyebabkan perbedaan harga bisa cukup jauh? Hal ini disebabkan apotek harus menanggung biaya lebih banyak, salah satunya pajak plus biaya promosi besar-besaran dari produsen, yang ujung-ujungnya dibebankan kepada konsumen.
Toko obat bisa memberikan harga lebih murah 20-50%. Misalnya, ada obat darah tinggi yang harus dimakan setiap hari, yang harganya di apotek 4.000-5.000 rupiah per butir, sedang di tokok obat hanya 2.000 per butirnya. Atau suatu obat pelangsing yang bisa dibeli di toko obat seharga 315.000 per kemasan, padahal di apotek 365.000. Akan tetapi, ada hal lain yang lebih penting bagi kesehatan Anda, yakni masalah keamanan obat. Cara yang paling lazim dan mudah untuk mencari obat yang aman adalah di apotek.
Jika Anda lebih memilih untuk membeli obat di toko obat, maka Anda harus berhati-hati terhadap peredaran obat palsu di pasaran. Banyak masyarakat yang masih menggemari karena harganya yang lebih murah.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pernah berhasil menemukan 20 merk obat palsu yang dijual bebas dan terang-terangan. Ini bukti bahwa peredaran barang haram dan berbahaya itu masih sulit diberantas tuntas. Jika melihat "khasiat" yang ditawarkannya, obat yang dipalsukan tergolong bukan dari jenis sembarangan, mulai dari obat untuk pengidap kencing manis, jantung, kankes, darah tinggi, sampai ke cairan infus.
Masih ingatkah Anda beberapa tahun lalu tentang ramainya penarikan obat flu di pasaran, yang mengandung PPA (Phenylpropanolamine) dosis tinggi. Kandungan PPA melewati batas 15mg per tablet terbukti meningkatkan resiko pendarahan di otak dan stroke. Kendati pemerintah Indonesia juga sudah melarangnya, obat-obat itu sampai sekarang masih bebas beredar. Hal ini disebabkan selain pihak produsen belum menariknya dair pasaran, stok obat di apotek masih banyak, dan ironisnya masih banyak konsumen yang menggemarinya.
Berikut akan diuraikan beberapa tips agar Anda bisa memilih dan membeli obat yang aman dna murah, seperti :
1. Pastikan dulu merk obat dan nama industri pembuatnya.
2. Paling aman dan tak mau repot, Anda lebih baik memilih apotek saja. Harganya memang lebih mahal, tapi pengawasannya lebih terjamin.
3. Kemudian perhatikan kode produksi, tanggal kadaluwarsa, ciri-ciri kemasan dan logonya, serta keterangan lainnya. Obat yang palsu biasanya lebih jelek kemasannya.
4. Mintalah kuitansi lengkap dengan catatan nama obat dan tokonya. Sebab, jika kelak timbul persoalan, Anda punya pegangan untuk menuntutnya secara hukum.
5. Jika setelah meminum obat sesuai yang dianjurkan tidak menimbulkan efek kesehatan yang membaik, sebaiknya patut dicurigai. Anda bisa kembali lagi ke dokter karena obatnya tidak cocok, atau kalau mau lebih pasti lagi, Anda bisa memeriksakan diri ke laboratorium.
Dari uraian yang singkat ini, semoga bisa membuka wacana Anda tentang bagaimana seharusnya memilih obat yang aman dan murah. Sehingga tujuan pengobatan tercapai, kualitas hidup meningkat, serta pengeluaran uang bisa seefisien mungkin.
Sumber : Buletin PIO (Pusat Informasi Obat) Magister Farmasi UGM, edisi 7, Desember 2004
Toko obat bisa memberikan harga lebih murah 20-50%. Misalnya, ada obat darah tinggi yang harus dimakan setiap hari, yang harganya di apotek 4.000-5.000 rupiah per butir, sedang di tokok obat hanya 2.000 per butirnya. Atau suatu obat pelangsing yang bisa dibeli di toko obat seharga 315.000 per kemasan, padahal di apotek 365.000. Akan tetapi, ada hal lain yang lebih penting bagi kesehatan Anda, yakni masalah keamanan obat. Cara yang paling lazim dan mudah untuk mencari obat yang aman adalah di apotek.
Jika Anda lebih memilih untuk membeli obat di toko obat, maka Anda harus berhati-hati terhadap peredaran obat palsu di pasaran. Banyak masyarakat yang masih menggemari karena harganya yang lebih murah.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pernah berhasil menemukan 20 merk obat palsu yang dijual bebas dan terang-terangan. Ini bukti bahwa peredaran barang haram dan berbahaya itu masih sulit diberantas tuntas. Jika melihat "khasiat" yang ditawarkannya, obat yang dipalsukan tergolong bukan dari jenis sembarangan, mulai dari obat untuk pengidap kencing manis, jantung, kankes, darah tinggi, sampai ke cairan infus.
Masih ingatkah Anda beberapa tahun lalu tentang ramainya penarikan obat flu di pasaran, yang mengandung PPA (Phenylpropanolamine) dosis tinggi. Kandungan PPA melewati batas 15mg per tablet terbukti meningkatkan resiko pendarahan di otak dan stroke. Kendati pemerintah Indonesia juga sudah melarangnya, obat-obat itu sampai sekarang masih bebas beredar. Hal ini disebabkan selain pihak produsen belum menariknya dair pasaran, stok obat di apotek masih banyak, dan ironisnya masih banyak konsumen yang menggemarinya.
Berikut akan diuraikan beberapa tips agar Anda bisa memilih dan membeli obat yang aman dna murah, seperti :
1. Pastikan dulu merk obat dan nama industri pembuatnya.
2. Paling aman dan tak mau repot, Anda lebih baik memilih apotek saja. Harganya memang lebih mahal, tapi pengawasannya lebih terjamin.
3. Kemudian perhatikan kode produksi, tanggal kadaluwarsa, ciri-ciri kemasan dan logonya, serta keterangan lainnya. Obat yang palsu biasanya lebih jelek kemasannya.
4. Mintalah kuitansi lengkap dengan catatan nama obat dan tokonya. Sebab, jika kelak timbul persoalan, Anda punya pegangan untuk menuntutnya secara hukum.
5. Jika setelah meminum obat sesuai yang dianjurkan tidak menimbulkan efek kesehatan yang membaik, sebaiknya patut dicurigai. Anda bisa kembali lagi ke dokter karena obatnya tidak cocok, atau kalau mau lebih pasti lagi, Anda bisa memeriksakan diri ke laboratorium.
Dari uraian yang singkat ini, semoga bisa membuka wacana Anda tentang bagaimana seharusnya memilih obat yang aman dan murah. Sehingga tujuan pengobatan tercapai, kualitas hidup meningkat, serta pengeluaran uang bisa seefisien mungkin.
Sumber : Buletin PIO (Pusat Informasi Obat) Magister Farmasi UGM, edisi 7, Desember 2004