Dipi76
New member
Tommy Suharto menang dalam kasus Garuda Indonesia
Terbaru 24 Mei 2011 - 19:56 WIB
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan perdata Tommy Suharto atas majalah Garuda Indonesia yang menyebut dia sebagai pembunuh.
"Intinya, yang membuat mengapa gugatan itu dikabulkan adalah tiga surat permintaan maaf yang disampaikan oleh masing-masing pihak PT Indo Multi Media maupun PT Garuda Indonesia," jelas Ferry Firman Nurwahyu, penasihat hukum Tommy Suharto, kepada wartawan BBC Indonesia, Liston Siregar.
"Kecuali dari sejak awal tidak ada surat-surat semacam itu, mungkin harus ada pembuktian lebih lanjut di muka persidangan."
Pihak Tommy Suharto sebenarnya berupaya untuk mencari penyelesaian sengketa perdata secara musyawarah, namun opsi-opsi yang diberika Garuda dan Indo Multi Media tidak bisa diterima.
"Salah satunya mereka mau menyampaikan permohonan maaf secara tertutup. Kita beranggapan anda sudah membuat tulisan itu di Majalah Garuda, tentunya kami juga mengingingkan permintaan maaf itu di media yang sama."
Dalam keputusannya, majelis hakim memutuskan pihak tergugat membayar kerugian materil dan immateriil sebesar Rp12,51 miliar dan memuat permintaan maaf di Majalah Garuda selama tiga bulan berturut-turut dalam ukuran minimal satu halaman penuh.
Tidak relevan
Kasus perdata ini bermula dari sebuah tulisan di majalah inflight Garuda Indonesia sekitar Desember 2009, tentang kawasan wisata Pecatu di Bali, yang dimiliki oleh Tommy Suharto.
Akan tetapi dalam tulisan itu disebutkan juga Tommy Suharto sebagai pembunuh. Memang Tommy Suharto sudah divonis bersalah dalam kasus pembunuhan salah seorang hakim agung, Syafiudddin Kartasasmita pada tahun 2001.
Tommy kemudian diganjar hukuman 15 tahun penjara, namun kemudian hanya menjalani empat tahun dari total penjara itu.
Bagaimanapun kubu Tommy Suharto berpendapat tidak ada relevansi dari kasus itu dalam pemberitaan tentang kawasan wisata Pecatu di sebuah majalah inflight Garuda Indonesia, yang bukan tergolong sebagai media massa, yang dilindungi oleh UU Pers.
"Fakta-fakta itu diungkapkan secara tidak relevan jadi tidak jelas maksud dan tujuannya karena judul artikelnya dan isi artikel mengenai suatu kawasan Pecatu di Bali, yang dikelola oleh Mas Tommy. Namun ada catatan di bawah tulisan tersebut yang menurut kami atau klien kami tidak ada relevansinya dengan judul maupun isi artikel," jelas Ferry Firman.
Perkiraan Ferry Firman Nurwahyu, majalah yang terbit pada Desember 2009 sudah dibaca sekitar satu juta penumpang Garuda Indonesia, baik di jalur domestik maupun luar negeri.
"Berdasarkan data yang kami miliki, penumpang pada bulan Desember itu lebih kurang 900.000 lebih atau hampir satu juta."
BBC Indonesia sudah mencoba menghubungi PT Garuda Indonesia, namun masih belum ada tanggapan.
Sumber: BBC
-dipi-
Terbaru 24 Mei 2011 - 19:56 WIB
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan perdata Tommy Suharto atas majalah Garuda Indonesia yang menyebut dia sebagai pembunuh.
"Intinya, yang membuat mengapa gugatan itu dikabulkan adalah tiga surat permintaan maaf yang disampaikan oleh masing-masing pihak PT Indo Multi Media maupun PT Garuda Indonesia," jelas Ferry Firman Nurwahyu, penasihat hukum Tommy Suharto, kepada wartawan BBC Indonesia, Liston Siregar.
"Kecuali dari sejak awal tidak ada surat-surat semacam itu, mungkin harus ada pembuktian lebih lanjut di muka persidangan."
Pihak Tommy Suharto sebenarnya berupaya untuk mencari penyelesaian sengketa perdata secara musyawarah, namun opsi-opsi yang diberika Garuda dan Indo Multi Media tidak bisa diterima.
"Salah satunya mereka mau menyampaikan permohonan maaf secara tertutup. Kita beranggapan anda sudah membuat tulisan itu di Majalah Garuda, tentunya kami juga mengingingkan permintaan maaf itu di media yang sama."
Dalam keputusannya, majelis hakim memutuskan pihak tergugat membayar kerugian materil dan immateriil sebesar Rp12,51 miliar dan memuat permintaan maaf di Majalah Garuda selama tiga bulan berturut-turut dalam ukuran minimal satu halaman penuh.
Tidak relevan
Kasus perdata ini bermula dari sebuah tulisan di majalah inflight Garuda Indonesia sekitar Desember 2009, tentang kawasan wisata Pecatu di Bali, yang dimiliki oleh Tommy Suharto.
Akan tetapi dalam tulisan itu disebutkan juga Tommy Suharto sebagai pembunuh. Memang Tommy Suharto sudah divonis bersalah dalam kasus pembunuhan salah seorang hakim agung, Syafiudddin Kartasasmita pada tahun 2001.
Tommy kemudian diganjar hukuman 15 tahun penjara, namun kemudian hanya menjalani empat tahun dari total penjara itu.
Bagaimanapun kubu Tommy Suharto berpendapat tidak ada relevansi dari kasus itu dalam pemberitaan tentang kawasan wisata Pecatu di sebuah majalah inflight Garuda Indonesia, yang bukan tergolong sebagai media massa, yang dilindungi oleh UU Pers.
"Fakta-fakta itu diungkapkan secara tidak relevan jadi tidak jelas maksud dan tujuannya karena judul artikelnya dan isi artikel mengenai suatu kawasan Pecatu di Bali, yang dikelola oleh Mas Tommy. Namun ada catatan di bawah tulisan tersebut yang menurut kami atau klien kami tidak ada relevansinya dengan judul maupun isi artikel," jelas Ferry Firman.
Perkiraan Ferry Firman Nurwahyu, majalah yang terbit pada Desember 2009 sudah dibaca sekitar satu juta penumpang Garuda Indonesia, baik di jalur domestik maupun luar negeri.
"Berdasarkan data yang kami miliki, penumpang pada bulan Desember itu lebih kurang 900.000 lebih atau hampir satu juta."
BBC Indonesia sudah mencoba menghubungi PT Garuda Indonesia, namun masih belum ada tanggapan.
Sumber: BBC
-dipi-