tiaseptiani
New member
suatu hari, terjadi sebuah bencana di kampung tetanggaku.
disana terjadi sebuah pembantaian besar-besaran, perang antar suku. di desa tetanggaku itu adalah tempat tinggal dari para suku "Sunny" sedangkan yang membantainya adalah suku "Arqa"
entah apa yang membuat suku Arqa murka dan membantai habis semua penghuni dari suku Sunny. ditengah malam yang biasanya sunyi hanya terdengar suara kicauan serangga namun malam itu jeritan-jeritan ketakutan dan kesakitan sangat jelas terdengar dari rumahku yang jaraknya kanya berkisar 500 meter dari desa mereka
desa kami tidak diserang karena kami bukanlah berasal dari kedua suku itu, jadi kami aman berada dirumah, walau demikian tiap jeritan yang terdengar membuat bulu kuduk berdiri dan membuat hati teriris
selama 2 jam berlangsung, teriakan-teriakan tersebut akhirnya mereda dan yang terlihat hanyalah kobaran api dari kejauhan
aku melihat beberapa orang keluar dari rumah mereka dan menuju desa suku Sunny, aku meminta istriku untuk tetap berada dirumah sementara aku akan ikut dengan orang-orang tersebut melihat keadaan desa suku Sunny
sesampainya disana betapa mengerikan pemandangan yang kami lihat. darah seperti air hujan yang membasahi tanah, semua berwarna merah. mayat yang bergelimpangan dengan luka yang mengerikan di sekujur tubuhnya dapat terlihat betapa kejinya suku Arqa saat membantai mereka tanpa ampun
tanpa memandang Pria, wanita juga anak-anak semua di habisi tanpa terkecuali. kami dari desa tetangga hanya bisa membantu untuk mencari orang yang mungkin masih hidup diantara mayat-mayat ini, namun sepertinya semua sudah tewas
kini yang bisa kami lakukan hanyalah membantu menguburkan mayat-mayat ini sebagaimana mestinya dan melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib.
saat aku berjalan mengelilingi kampung mencari mungkin masih ada mayat yang tergeletak, aku mendengar suara seorang wanita menangis, ku berdiam sebentar dan berusaha memasang telingaku tajam-tajam, terdengar lagi, suara tangisan itu
ku berusaha mencarinya ke semua sudut yang mungkin menjadi sumber dari suara tersebut namun tidak dapat ku temukan siapapun hingga hanya 1 tempat yang tersisa yang belum ku periksa
ku lihat ada tumpukan jerami yang cukup tinggi, ku amati jerami tersebut dan ku dekati, dan dugaanku benar, suara itu berasal dari balik jerami ini
kuangkat perlahan dan sedikit demi sedikit agar tidak membuatnya takut, setelah terangkat semua terlihatlah ada sosok seorang Gadis mungil umurnya sekitar 12 tahun yang sedang bersujud menutupi wajahnya dalam ketakutan
"nak..." sapaku, namun bukan membalas sapaanku gadis tersebut malah berteriak sangat kencang dan ketakutan "Tolong! jangan bunuh saya!! saya tidak mau mati!!" katanya terus meronta-ronta dari pegangaku
"tenang anakku... tenang! bapak bukan dari suku Arqa, bapak kesini untuk menyelamatkanmu.." kataku meyakinkannya
sepertinya anak itu tidak mendengarkanku karena sangat ketakutan, wajar saja bila ia sangat takut, siapapun yang mengalami tragedi semacam ini pasti tidak akan bisa bertahan dari rasa takutnya
"tenanglah nak... bapak ingin menolongmu... tenanglah..." setelah berkali-kali aku meyakinkan gadis tersebut akhirnya ia mulai berhenti berteriak-teriak dan meronta dan kini berubah menjadi rintihan minta tolong yang sangat memilukan.
orang-orang yang datang bersamaku semua menuju tempatku berada karena penasaran dengan suara gaduh yang dibuat oleh gadis ini "lebih baik anak ini kita bawa kedesa kita, akan berbahaya bila suku Arqa tau kalau ada yang selamat" begitulah kata seseorang yang ada di rombongan kami
dengan sangat sayang dan hati-hati ku gendong anak tersebut, tubuhnya sangat ringan. anak ini tenggelam dalam kesedihannya hingga tangisnya sudah menghabiskan semua suaranya menyisakan sesegukan kecil yang keluar dari mulutnya
sesampainya dirumah, istriku sangat terkejut melihat aku menggendong seorang gadis "siapa anak ini pak..?" istriku terlihat khawatir
"tolong ambilkan handuk dan air hangat untuk membasuh anak ini ya bu, sekalian bawakan air putih untuk dia minum" kataku sambil menaruh anak ini di bale-bale tempatku biasa bersantai di depan rumah
tidak lama istriku kembali dan membawakan semua yang ku minta tadi, dibersihkannya anak itu oleh istriku sedangkan aku kembali berbicara pada para warga "anak ini seorang diri... dia membutuhkan kita, anak ini butuh seseorang yang merawatnya"
para warga semua saling menatap satu sama lain kemudian majulah seseorang yang sudah kami anggap sebagai kepala desa kemudian ia berkata "kenapa anak ini tidak tinggal dirumah bapak saja? bukankah selama ini kalian belum mempunyai anak? dengan adanya gadis ini, merupakan kesempatan kalian untuk menjadi orang tua"
mendengar perkataannya itu membuatku tersenyum lebar karena aku sangat senang jika memang aku dan istriku di berikan kesematan untuk membesarkan gadis ini
"dengan senang hati bila bapak-bapak semua mengijinkannya"
sudah diputuskanlah, kalau sang anak akan tinggal dan hidup bersama mereka, sang anak di jaga oleh mereka dan dibesarkan seperti halnya anak kandung mereka sendiri, keluarga mereka kini sangat bahagia walau dalam ingatan terdalam masih terngiang kejadian malapetaka yang menimpa orang tua kandung dan kampung anak itu, namun kini sang anak sudah bahagia walau masih memiliki rasa benci terhadap suku yang membantai keluarganya.
disana terjadi sebuah pembantaian besar-besaran, perang antar suku. di desa tetanggaku itu adalah tempat tinggal dari para suku "Sunny" sedangkan yang membantainya adalah suku "Arqa"
entah apa yang membuat suku Arqa murka dan membantai habis semua penghuni dari suku Sunny. ditengah malam yang biasanya sunyi hanya terdengar suara kicauan serangga namun malam itu jeritan-jeritan ketakutan dan kesakitan sangat jelas terdengar dari rumahku yang jaraknya kanya berkisar 500 meter dari desa mereka
desa kami tidak diserang karena kami bukanlah berasal dari kedua suku itu, jadi kami aman berada dirumah, walau demikian tiap jeritan yang terdengar membuat bulu kuduk berdiri dan membuat hati teriris
selama 2 jam berlangsung, teriakan-teriakan tersebut akhirnya mereda dan yang terlihat hanyalah kobaran api dari kejauhan
aku melihat beberapa orang keluar dari rumah mereka dan menuju desa suku Sunny, aku meminta istriku untuk tetap berada dirumah sementara aku akan ikut dengan orang-orang tersebut melihat keadaan desa suku Sunny
sesampainya disana betapa mengerikan pemandangan yang kami lihat. darah seperti air hujan yang membasahi tanah, semua berwarna merah. mayat yang bergelimpangan dengan luka yang mengerikan di sekujur tubuhnya dapat terlihat betapa kejinya suku Arqa saat membantai mereka tanpa ampun
tanpa memandang Pria, wanita juga anak-anak semua di habisi tanpa terkecuali. kami dari desa tetangga hanya bisa membantu untuk mencari orang yang mungkin masih hidup diantara mayat-mayat ini, namun sepertinya semua sudah tewas
kini yang bisa kami lakukan hanyalah membantu menguburkan mayat-mayat ini sebagaimana mestinya dan melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib.
saat aku berjalan mengelilingi kampung mencari mungkin masih ada mayat yang tergeletak, aku mendengar suara seorang wanita menangis, ku berdiam sebentar dan berusaha memasang telingaku tajam-tajam, terdengar lagi, suara tangisan itu
ku berusaha mencarinya ke semua sudut yang mungkin menjadi sumber dari suara tersebut namun tidak dapat ku temukan siapapun hingga hanya 1 tempat yang tersisa yang belum ku periksa
ku lihat ada tumpukan jerami yang cukup tinggi, ku amati jerami tersebut dan ku dekati, dan dugaanku benar, suara itu berasal dari balik jerami ini
kuangkat perlahan dan sedikit demi sedikit agar tidak membuatnya takut, setelah terangkat semua terlihatlah ada sosok seorang Gadis mungil umurnya sekitar 12 tahun yang sedang bersujud menutupi wajahnya dalam ketakutan
"nak..." sapaku, namun bukan membalas sapaanku gadis tersebut malah berteriak sangat kencang dan ketakutan "Tolong! jangan bunuh saya!! saya tidak mau mati!!" katanya terus meronta-ronta dari pegangaku
"tenang anakku... tenang! bapak bukan dari suku Arqa, bapak kesini untuk menyelamatkanmu.." kataku meyakinkannya
sepertinya anak itu tidak mendengarkanku karena sangat ketakutan, wajar saja bila ia sangat takut, siapapun yang mengalami tragedi semacam ini pasti tidak akan bisa bertahan dari rasa takutnya
"tenanglah nak... bapak ingin menolongmu... tenanglah..." setelah berkali-kali aku meyakinkan gadis tersebut akhirnya ia mulai berhenti berteriak-teriak dan meronta dan kini berubah menjadi rintihan minta tolong yang sangat memilukan.
orang-orang yang datang bersamaku semua menuju tempatku berada karena penasaran dengan suara gaduh yang dibuat oleh gadis ini "lebih baik anak ini kita bawa kedesa kita, akan berbahaya bila suku Arqa tau kalau ada yang selamat" begitulah kata seseorang yang ada di rombongan kami
dengan sangat sayang dan hati-hati ku gendong anak tersebut, tubuhnya sangat ringan. anak ini tenggelam dalam kesedihannya hingga tangisnya sudah menghabiskan semua suaranya menyisakan sesegukan kecil yang keluar dari mulutnya
sesampainya dirumah, istriku sangat terkejut melihat aku menggendong seorang gadis "siapa anak ini pak..?" istriku terlihat khawatir
"tolong ambilkan handuk dan air hangat untuk membasuh anak ini ya bu, sekalian bawakan air putih untuk dia minum" kataku sambil menaruh anak ini di bale-bale tempatku biasa bersantai di depan rumah
tidak lama istriku kembali dan membawakan semua yang ku minta tadi, dibersihkannya anak itu oleh istriku sedangkan aku kembali berbicara pada para warga "anak ini seorang diri... dia membutuhkan kita, anak ini butuh seseorang yang merawatnya"
para warga semua saling menatap satu sama lain kemudian majulah seseorang yang sudah kami anggap sebagai kepala desa kemudian ia berkata "kenapa anak ini tidak tinggal dirumah bapak saja? bukankah selama ini kalian belum mempunyai anak? dengan adanya gadis ini, merupakan kesempatan kalian untuk menjadi orang tua"
mendengar perkataannya itu membuatku tersenyum lebar karena aku sangat senang jika memang aku dan istriku di berikan kesematan untuk membesarkan gadis ini
"dengan senang hati bila bapak-bapak semua mengijinkannya"
sudah diputuskanlah, kalau sang anak akan tinggal dan hidup bersama mereka, sang anak di jaga oleh mereka dan dibesarkan seperti halnya anak kandung mereka sendiri, keluarga mereka kini sangat bahagia walau dalam ingatan terdalam masih terngiang kejadian malapetaka yang menimpa orang tua kandung dan kampung anak itu, namun kini sang anak sudah bahagia walau masih memiliki rasa benci terhadap suku yang membantai keluarganya.