Penemuan vaksin baru untuk melawan virus papiloma manusia (Human Papillomavirus/HPV), virus penyebab kanker leher rahim (serviks), memberikan harapan baru bagi upaya penanganan masalah kesehatan perempuan di dunia.
Situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), yang dipantau, di Jakarta, Selasa (2/2), menyebutkan, vaksin yang ditetapkan hak ciptanya pada akhir 2006 itu terbukti efektif mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang telah menyebabkan sekitar 70% kanker serviks.
Vaksin tersebut, menurut WHO, juga efektif mencegah infeksi HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan hampir 90% dari semua jenis kanker leher rahim. Vaksin, yang semula dikhususkan untuk remaja perempuan itu, pada masa mendatang penggunaannya akan diperluas bagi remaja laki-laki sebelum atau sekitar aktifitas seksual pertama mereka.
Hal itu merupakan kesempatan untuk menyasar segmen populasi yang selama ini sulit dijangkau, yakni remaja yang menginjak dewasa, sehingga sekaligus dapat digunakan untuk memromosikan kesehatan reproduksi remaja dan menguatkan pelaksanaan program kesehatan bagi remaja.
Selain itu jenis vaksin anti HPV lain saat ini juga sedang ditinjau penggunaannya di sejumlah negara dan diharapkan dapat menyelamatkan lebih banyak perempuan dari ancaman kanker leher rahim.
Pengembangan berbagai jenis vaksin anti HPV tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan kaum perempuan di negara-negara berkembang karena kasus kanker leher rahim banyak terjadi di wilayah tersebut. WHO mencatat selama 2005 lebih dari 250.000 perempuan meninggal akibat kanker serviks dan utamanya berasal dari negara-negara berkembang.
"Vaksin pencegah HPV baru ini dapat menyelamatkan ratusan ribu nyawa perempuan di negara berkembang jika diberikan secara efektif," kata Dr Howard Zucker, Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Teknologi Kesehatah dan Farmasi.
Zucker menegaskan, keberadaan vaksin HPV sangat penting dalam upaya untuk memerangi kanker yang mematikan dan merupakan terobosan teknologi yang potensial dalam program pengendalian kanker berdasarkan pencegahan, pemeriksaan dan pengobatan.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa mobilisasi sumber daya untuk memperkuat sistem kesehatan dan pembuatan vaksin HPV harus menjadi prioritas pemangku kepentingan di tingkat nasional dan internasional.
Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang paling sering menyerang wanita di seluruh dunia dan menurut WHO menempati urutan ke-2 sebagai kanker yang sering menjangkiti kaum hawa. Angka kejadian dan tingkat kematian perempuan akibat kanker leher rahim cukup tinggi dan diperkirakan terus meningkat.
WHO memperkirakan kematian akibat kanker leher rahim akan meningkat hingga 25% pada 10 tahun ke depan. Pada tahun 2005 terdapat lebih dari 500.000 kasus baru kanker serviks dan lebih dari 90%-nya terdapat di negara berkembang.
Jika diabaikan kanker serviks yang invasif hampir selalu berkibat fatal. Dalam hal ini proses pemeriksaan (screening) yang baik dan program pengobatan dini terbukti efektif dalam mencegah kanker serviks.
Namun demikian tindakan tersebut membutuhkan biaya cukup besar dan sulit diterapkan di wilayah dengan sumber daya terbatas seperti di negara-negara miskin dan berkembang.
Pengenalan vaksin pencegah kanker serviks dan upaya untuk mendekatkan akses vaksin bagi masyarakat di kawasan tersebut diharapkan dapat menurunkan prevalensi kanker leher rahim serta meminimalkan fatalitas akibat serangan kanker tersebut.
Situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), yang dipantau, di Jakarta, Selasa (2/2), menyebutkan, vaksin yang ditetapkan hak ciptanya pada akhir 2006 itu terbukti efektif mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang telah menyebabkan sekitar 70% kanker serviks.
Vaksin tersebut, menurut WHO, juga efektif mencegah infeksi HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan hampir 90% dari semua jenis kanker leher rahim. Vaksin, yang semula dikhususkan untuk remaja perempuan itu, pada masa mendatang penggunaannya akan diperluas bagi remaja laki-laki sebelum atau sekitar aktifitas seksual pertama mereka.
Hal itu merupakan kesempatan untuk menyasar segmen populasi yang selama ini sulit dijangkau, yakni remaja yang menginjak dewasa, sehingga sekaligus dapat digunakan untuk memromosikan kesehatan reproduksi remaja dan menguatkan pelaksanaan program kesehatan bagi remaja.
Selain itu jenis vaksin anti HPV lain saat ini juga sedang ditinjau penggunaannya di sejumlah negara dan diharapkan dapat menyelamatkan lebih banyak perempuan dari ancaman kanker leher rahim.
Pengembangan berbagai jenis vaksin anti HPV tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan kaum perempuan di negara-negara berkembang karena kasus kanker leher rahim banyak terjadi di wilayah tersebut. WHO mencatat selama 2005 lebih dari 250.000 perempuan meninggal akibat kanker serviks dan utamanya berasal dari negara-negara berkembang.
"Vaksin pencegah HPV baru ini dapat menyelamatkan ratusan ribu nyawa perempuan di negara berkembang jika diberikan secara efektif," kata Dr Howard Zucker, Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Teknologi Kesehatah dan Farmasi.
Zucker menegaskan, keberadaan vaksin HPV sangat penting dalam upaya untuk memerangi kanker yang mematikan dan merupakan terobosan teknologi yang potensial dalam program pengendalian kanker berdasarkan pencegahan, pemeriksaan dan pengobatan.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa mobilisasi sumber daya untuk memperkuat sistem kesehatan dan pembuatan vaksin HPV harus menjadi prioritas pemangku kepentingan di tingkat nasional dan internasional.
Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang paling sering menyerang wanita di seluruh dunia dan menurut WHO menempati urutan ke-2 sebagai kanker yang sering menjangkiti kaum hawa. Angka kejadian dan tingkat kematian perempuan akibat kanker leher rahim cukup tinggi dan diperkirakan terus meningkat.
WHO memperkirakan kematian akibat kanker leher rahim akan meningkat hingga 25% pada 10 tahun ke depan. Pada tahun 2005 terdapat lebih dari 500.000 kasus baru kanker serviks dan lebih dari 90%-nya terdapat di negara berkembang.
Jika diabaikan kanker serviks yang invasif hampir selalu berkibat fatal. Dalam hal ini proses pemeriksaan (screening) yang baik dan program pengobatan dini terbukti efektif dalam mencegah kanker serviks.
Namun demikian tindakan tersebut membutuhkan biaya cukup besar dan sulit diterapkan di wilayah dengan sumber daya terbatas seperti di negara-negara miskin dan berkembang.
Pengenalan vaksin pencegah kanker serviks dan upaya untuk mendekatkan akses vaksin bagi masyarakat di kawasan tersebut diharapkan dapat menurunkan prevalensi kanker leher rahim serta meminimalkan fatalitas akibat serangan kanker tersebut.