Megha
New member
Oleh : Dolly Bastian
Buat para Pasangan MUDA.. om dan tante yg punya keponakan... atau bahkan calon ibu ... perlu baca tentang autisme.. Bisa di share kepada yang masih punya anak kecil supaya ber-hati2... .....
Setelah kesibukan yang menyita waktu, baru sekarang saya bisa dapat waktu luang membaca buku "Children with Starving Brains" karangan Jaquelyn McCandless, MD yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Grasindo.
Ternyata buku yang saya beli di toko buku Gramedia seharga Rp. 50,000,- itu benar-benar membuka mata saya, dan sayang, sayang sekali baru terbit setelah anak saya Joey (27 bln) didiagnosa mengidap Autisme Spectrum Disorder. Bagian satu, bab 3, dari buku itu benar-benar membuat saya menangis.
Selama 6 bulan pertama hidupnya (Agustus 2001 - Februari 2002), Joey memperoleh 3 kali suntikan vaksin Hepatitis B, dan 3 kali suntikan vaksin HiB. Menurut buku tersebut (halaman 54 - 55) ternyata dua macam vaksin yang diterima anak saya dalam 6 bulan pertama hidupnya itu positif mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder yang meledak pada sejak awal tahun 1990 an. Vaksin yang mengandung Thimerosal itu sendiri sudah dilarang di Amerika sejak akhir tahun 2001. Alangkah sedihnya saya, anak yang saya tunggu kehadirannya selama 6 tahun, dilahirkan dan divaksinasi di sebuah rumah sakit besar yang bagus, terkenal, dan mahal di Karawaci Tangerang, dengan harapan memperoleh treatment yang terbaik, ternyata malah "diracuni" oleh Mercuri dengan selubung vaksinasi. Beruntung saya masih bisa memberi ASI sampai sekarang, sehingga Joey tidak menderita Autisme yang parah. Tetapi tetap saja, sampai sekarang dia belum bicara, harus diet pantang gluten dan casein, harus terapi ABA, Okupasi, dan nampaknya harus dibarengi dengan diet supplemen yang keseluruhannya sangat besar biayanya.
Melalui artikel ini saya hanya ingin menghimbau para dokter anak di Indonesia, para pejabat di Departemen Kesehatan, tolonglah baca buku tersebut diatas itu, dan tolong musnahkan semua vaksin yang masih mengandung Thimerosal. Jangan sampai (dan bukan tidak mungkin sudah terjadi) sisa stok yang tidak habis di Amerika Serikat tersebut diekspor dengan harga murah ke Indonesia dan dikampanyekan sampai ke puskesmas-puskesmas seperti contohnya vaksin Hepatitis B, yang sekarang sedang giat-giatnya dikampanyekan sampai ke pedesaan. Kepada para orang tua dan calon orang tua, marilah kita bersikap proaktif, dan assertif dengan menolak vaksin yang mengandung Thimerosal tersebut, cobalah bernegosiasi dengan dokter anak kita, minta vaksin Hepatitis B dan HiB yang tidak mengandung Thimerosal.
Juga tolong artikel ini diteruskan kepada mereka yang akan menjadi orang tua, agar tidak mengalami nasib yang sama seperti saya. Sekali lagi, jangan sampai kita kehilangan satu generasi anak-anak penerus bangsa, apalagi jika mereka datang dari keluarga yang berpenghasilan rendah yang untuk makan saja sulit apalagi untuk membiayai biaya terapi supplemen, terapi ABA, Okupasi, dokter ahli Autisme (yang daftar tunggunya sampai berbulan-bulan) , yang besarnya sampai jutaaan Rupiah perbulannya. Terakhir, mohon doanya untuk Joey dan ratusan, bahkan ribuan teman- teman senasibnya di Indonesia yang sekarang sedang berjuang membebaskan diri dari belenggu Autisme.
"Let's share with others... Show them that WE care!"
Buat para Pasangan MUDA.. om dan tante yg punya keponakan... atau bahkan calon ibu ... perlu baca tentang autisme.. Bisa di share kepada yang masih punya anak kecil supaya ber-hati2... .....
Setelah kesibukan yang menyita waktu, baru sekarang saya bisa dapat waktu luang membaca buku "Children with Starving Brains" karangan Jaquelyn McCandless, MD yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Grasindo.
Ternyata buku yang saya beli di toko buku Gramedia seharga Rp. 50,000,- itu benar-benar membuka mata saya, dan sayang, sayang sekali baru terbit setelah anak saya Joey (27 bln) didiagnosa mengidap Autisme Spectrum Disorder. Bagian satu, bab 3, dari buku itu benar-benar membuat saya menangis.
Selama 6 bulan pertama hidupnya (Agustus 2001 - Februari 2002), Joey memperoleh 3 kali suntikan vaksin Hepatitis B, dan 3 kali suntikan vaksin HiB. Menurut buku tersebut (halaman 54 - 55) ternyata dua macam vaksin yang diterima anak saya dalam 6 bulan pertama hidupnya itu positif mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder yang meledak pada sejak awal tahun 1990 an. Vaksin yang mengandung Thimerosal itu sendiri sudah dilarang di Amerika sejak akhir tahun 2001. Alangkah sedihnya saya, anak yang saya tunggu kehadirannya selama 6 tahun, dilahirkan dan divaksinasi di sebuah rumah sakit besar yang bagus, terkenal, dan mahal di Karawaci Tangerang, dengan harapan memperoleh treatment yang terbaik, ternyata malah "diracuni" oleh Mercuri dengan selubung vaksinasi. Beruntung saya masih bisa memberi ASI sampai sekarang, sehingga Joey tidak menderita Autisme yang parah. Tetapi tetap saja, sampai sekarang dia belum bicara, harus diet pantang gluten dan casein, harus terapi ABA, Okupasi, dan nampaknya harus dibarengi dengan diet supplemen yang keseluruhannya sangat besar biayanya.
Melalui artikel ini saya hanya ingin menghimbau para dokter anak di Indonesia, para pejabat di Departemen Kesehatan, tolonglah baca buku tersebut diatas itu, dan tolong musnahkan semua vaksin yang masih mengandung Thimerosal. Jangan sampai (dan bukan tidak mungkin sudah terjadi) sisa stok yang tidak habis di Amerika Serikat tersebut diekspor dengan harga murah ke Indonesia dan dikampanyekan sampai ke puskesmas-puskesmas seperti contohnya vaksin Hepatitis B, yang sekarang sedang giat-giatnya dikampanyekan sampai ke pedesaan. Kepada para orang tua dan calon orang tua, marilah kita bersikap proaktif, dan assertif dengan menolak vaksin yang mengandung Thimerosal tersebut, cobalah bernegosiasi dengan dokter anak kita, minta vaksin Hepatitis B dan HiB yang tidak mengandung Thimerosal.
Juga tolong artikel ini diteruskan kepada mereka yang akan menjadi orang tua, agar tidak mengalami nasib yang sama seperti saya. Sekali lagi, jangan sampai kita kehilangan satu generasi anak-anak penerus bangsa, apalagi jika mereka datang dari keluarga yang berpenghasilan rendah yang untuk makan saja sulit apalagi untuk membiayai biaya terapi supplemen, terapi ABA, Okupasi, dokter ahli Autisme (yang daftar tunggunya sampai berbulan-bulan) , yang besarnya sampai jutaaan Rupiah perbulannya. Terakhir, mohon doanya untuk Joey dan ratusan, bahkan ribuan teman- teman senasibnya di Indonesia yang sekarang sedang berjuang membebaskan diri dari belenggu Autisme.
"Let's share with others... Show them that WE care!"