spirit
Mod
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana penambahan jabatan presiden sudah sering muncul pada periode kedua jabatan presiden. Peneliti senior LIPI Siti Zuhro menegaskan, meskipun isu ini terus berulang, penambahan masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode tidak relevan.
Menurut dia, tidak ada urgensi sama sekali untuk menambah masa jabatan presiden. Ia menjelaskan, dalam konstitusi Indonesia sudah sangat jelas diatur terkait masa jabatan presiden ini. Pasal 7 UUD 1945 menyatakan masa jabatan presiden adalah lima tahun dan maksimal selama dua periode.
"Konstitusi mengatakan dua periode, ya sudah bahwa akan ada amendemen konstitusi amendemen itu bukan untuk membahas perpanjangan waktu untuk presiden karena kalau itu yang terjadi, ini akan menjadi satu preseden buruk," ujar Siti saat ditemui di Menteng, Jakarta, Ahad (24/11).
Dia menambahkan, isu penambahan jabatan presiden pernah dilontarkan kader Partai Demokrat pada periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski, pada akhirnya rencana tersebut mendapat berbagai penolakan.
"Jadi, menurut saya, apa yang sudah ada dalam teks, dalam konstitusi, itu yang harus diikuti. Kalaupun ada pembahasan amendemen, amendemen itu membahas hal-hal yang tidak untuk memperpanjang periode presiden," katanya.
Ia menuturkan, perlu dicari tahu terlebih dahulu apa urgensinya mengutak-atik masa jabatan presiden. Jika alasannya adalah distorsi yang terjadi di masyarakat, solusi perlu dicari agar hal tersebut tidak terjadi lagi. Karena itu, dia lebih sepakat jika masa jabatan cukup satu periode dengan masa kepemimpinan enam hingga tujuh tahun. Dengan begitu, presiden akan fokus pada pekerjaannya.
Usulan soal masa jabatan presiden ini muncul dari sejumlah pihak. Usulan pertama adalah menambah periode jabatan presiden menjadi maksimal tiga kali. Usulan kedua menambah masa jabatan presiden dari lima tahun menjadi lebih dari lima tahun tetapi hanya menjabat satu periode.
Pakar hukum tata negara Refly Harun lebih menilai masa jabatan presiden seharusnya hanya cukup satu periode tetapi dengan memanjangkan durasi waktu menjadi enam hingga tujuh tahun. Ia juga menilai masih ada opsi lain, yakni periode jabatan presiden bisa dua kali tetapi tidak secara berturut-turut.
Dengan demikian, Refly menambahkan, ada keuntungan yang bisa didapat. Pertama, presiden yang menjabat bisa berkonsentrasi pada masa jabatannya tanpa diganggu ingin dipilih kembali.
Kedua, nantinya tidak akan ada lagi pejawat saat pemilihan presiden. Karena itu, menurut dia, tidak ada lagi potensi penyalahgunaan kekuasaan dengan menggunakan aparatur dan kekuatan yang dimiliki negara. "Selain potensi abuse of power, biar mereka yang pegang kekuasaan kepresidenan berkonsentrasi penuh dengan jabatannya," ujarnya.
Ia menilai rencana penambahan masa jabatan presiden juga harus dipisahkan dari kedudukan Presiden Joko Widodo yang saat ini tengah menjabat. Menurut dia, penambahan masa jabatan seharusnya berlaku untuk presiden setelah Jokowi.
"Jadi, Presiden Jokowi tetap menjabat selama masa lima tahun dan sudah dua periode dan selesai masa jabatan Jokowi sampai 2024. Yang kita pikirkan ini adalah bagaimana desain ke depannya," kata Refly.
.