resepmasakanindo
New member
Rencana penghapusan program beras untuk rakyat miskin (raskin) yang digaungkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno mendapat reaksi keras dari para pakar pangan. Pasalnya, kebijakan itu dinilai telah meresahkan masyarakat.
“Hasil kajian kami, dalam survei yang dilakukan pekan ini, masyarakat lebih suka kebutuhan pangannya terjamin ketimbang jaminan BBM. Kalau raskin dihapus, masyarakat bisa chaos," ujar Ketua Tim Independen Kajian Pangan Universitas Andalas, Jhon Farlis dalam keterangannya, Kamis (6/11/2014).
Dia pun menukil sejarah yang mencatat hancurnya negara-negara sosialis seperti Uni Sovyet, berawal dari kesalahan dalam kebijakan pangan. Jhon juga mengaku heran dengan rencana Menteri BUMN yang ingin menghapus program raskin.
“Selama ini pemerintah begitu ketat dalam menjamin kebutuhan pangan masyarakat, tetapi terlalu longgar dan royal dalam mensubsidi BBM. Orang ingin memperoleh raskin harus dengan syarat tertentu. Tapi BBM bersubsidi, orang kaya pun boleh menikmatinya. Padahal secara nominal, subsidi pangan ini terbilang kecil dibanding subsidi BBM,” keluhnya.
Lebih lanjut Jhon mengatakan, rencana menggantikan pola pembagian raskin dengan e-money, menurutnya juga sangatlah riskan dan butuh biaya lebih mahal. Belum lagi efek e-money yang membuat masyarakat konsumtif tanpa arah.
"Kalau e-money terkesan demokratis, masyarakat bisa membeli apap pun. Tapi masalah kerawanan pangan tidak teratasi. Saat ini 95 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi beras. Kalau beras tidak disubsidi, harga di pasar bisa kacau,” bebernya.
Sementara itu, pakar pertanian Univesitas Negeri Sebelas Maret Solo (UNS) Tuhana mengungkapkan, rencana menghapus raskin dan menggantinya dengan e-money berpotensi melanggar UUD 1945 dan UU Pangan.
“Dari sisi regulasi, negara wajib memberi perlindungan sosial kepada masyarakat miskin, terutama soal pangan. Dalam hal implementasi, kebijakan mengganti Raskin dengan e-money bisa menimbulkan banyak masalah baru,” sebut Tuhana.
Dia berharap Pemerintah mempertahankan program raskin dengan perbaikan dari sisi aturan dan implementasi. Yakni dengan mempertegas petunjuk teknis, pemantauan dan pengawsan terhadap program serta memberi reward dan punishment yang sesuai bagi pelaksana raskin.
“Kalau raskin diganti e-money, ini berbahaya karena raskin sangat bermanfaat buat masyarakat. Implementasinya saja diperbaiki, distribusi dan indikator yang berhak agar berjalan ideal dan tepat sasaran. Selain itu, hubungan tim raskin pusat, provinsi dan kota harus satu persepsi terkait program raskin ini, dari koordinasi hingga pengawasannya,” tutupnya.
Sumber
“Hasil kajian kami, dalam survei yang dilakukan pekan ini, masyarakat lebih suka kebutuhan pangannya terjamin ketimbang jaminan BBM. Kalau raskin dihapus, masyarakat bisa chaos," ujar Ketua Tim Independen Kajian Pangan Universitas Andalas, Jhon Farlis dalam keterangannya, Kamis (6/11/2014).
Dia pun menukil sejarah yang mencatat hancurnya negara-negara sosialis seperti Uni Sovyet, berawal dari kesalahan dalam kebijakan pangan. Jhon juga mengaku heran dengan rencana Menteri BUMN yang ingin menghapus program raskin.
“Selama ini pemerintah begitu ketat dalam menjamin kebutuhan pangan masyarakat, tetapi terlalu longgar dan royal dalam mensubsidi BBM. Orang ingin memperoleh raskin harus dengan syarat tertentu. Tapi BBM bersubsidi, orang kaya pun boleh menikmatinya. Padahal secara nominal, subsidi pangan ini terbilang kecil dibanding subsidi BBM,” keluhnya.
Lebih lanjut Jhon mengatakan, rencana menggantikan pola pembagian raskin dengan e-money, menurutnya juga sangatlah riskan dan butuh biaya lebih mahal. Belum lagi efek e-money yang membuat masyarakat konsumtif tanpa arah.
"Kalau e-money terkesan demokratis, masyarakat bisa membeli apap pun. Tapi masalah kerawanan pangan tidak teratasi. Saat ini 95 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi beras. Kalau beras tidak disubsidi, harga di pasar bisa kacau,” bebernya.
Sementara itu, pakar pertanian Univesitas Negeri Sebelas Maret Solo (UNS) Tuhana mengungkapkan, rencana menghapus raskin dan menggantinya dengan e-money berpotensi melanggar UUD 1945 dan UU Pangan.
“Dari sisi regulasi, negara wajib memberi perlindungan sosial kepada masyarakat miskin, terutama soal pangan. Dalam hal implementasi, kebijakan mengganti Raskin dengan e-money bisa menimbulkan banyak masalah baru,” sebut Tuhana.
Dia berharap Pemerintah mempertahankan program raskin dengan perbaikan dari sisi aturan dan implementasi. Yakni dengan mempertegas petunjuk teknis, pemantauan dan pengawsan terhadap program serta memberi reward dan punishment yang sesuai bagi pelaksana raskin.
“Kalau raskin diganti e-money, ini berbahaya karena raskin sangat bermanfaat buat masyarakat. Implementasinya saja diperbaiki, distribusi dan indikator yang berhak agar berjalan ideal dan tepat sasaran. Selain itu, hubungan tim raskin pusat, provinsi dan kota harus satu persepsi terkait program raskin ini, dari koordinasi hingga pengawasannya,” tutupnya.
Sumber