Kalina
Moderator
Mengingat bahaya global warming, negara-negara maju di dunia mulai menggunakan alternatif bahan bakar biofuel, yaitu bahan bakar yang diperoleh dari pengolahan benda organik. Selain harganya lebih murah, bahan bakar jenis ini lebih ramah lingkungan.
Namun ada penelitian yang menjungkir balikkan fakta ini. Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa biofuel tidak seramah lingkungan seperti yang dibayangkan. Emisi yang dilepaskan dari pembakaran biofuel bila dicampur dengan polutan lain dapat berubah menjadi senyawa kimia berbahaya. "Meningkatnya penggunaan biofuel diperkirakan menjadi hal yang baik karena mengurangi jumlah karbondioksida di atmosfer. Ya, itu bagus, tapi biofuel juga bisa memiliki efek yang merugikan kualitas udara," kata peneliti, Nick Hewitt seperti dilansir Reuters, Senin (14/1/2013).
Hewitt bersama rekan-rekannya dari England's
Lancaster University menguji pengaruh biofuel
terhadap lingkungan. Biofuel yang paling umum
digunakan berasal dari pengolahan tanaman poplar,
willow atau eucalyptus. Jika dibakar, bahan ini
melepaskan zat kimia yang disebut isoprena. Apabila bercampur dengan polutan lain ditambah paparan
sinar matahari, zat ini akan berubah menjadi ozon
beracun. Dalam laporan penelitian yang dimuat jurnal Nature Climate Change, peneliti menjelaskan bahwa ozon dapat menyebabkan penyakit paru-paru.
Negara-negara Eropa telah menerapkan rencana bernama 'skema hijau' untuk memperlambat perubahan iklim dan mengurangi polusi, salah satunya dengan memperbanyak produksi biofuel. Menurut peneliti, rencana tersebut dapat menyebabkan sekitar 1.400 kematian dini per tahun
pada tahun 2020. Kemungkinan buruk tersebut dapat
dihindari dengan menempatkan pabrik biofuel sejauh
mungkin dari pemukiman. Selain itu, diperlukan
rekayasa genetik untuk mengurangi jumlah emisi isoprena. Perbedaan utama antara biofuel dan bahan bakar fosil adalah biofuel dianggap tidak mempengaruhi perubahan iklim, sedangkan bahan bakar fosil akan menambah emisi karbondioksida ke atmosfer.
Beberapa contoh biofuel adalah bioetanol yang dibuat dari fermentasi karbohidrat dan biodiesel dari pengolahan lemak hewani serta tumbuhan.
DetikHealth
Namun ada penelitian yang menjungkir balikkan fakta ini. Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa biofuel tidak seramah lingkungan seperti yang dibayangkan. Emisi yang dilepaskan dari pembakaran biofuel bila dicampur dengan polutan lain dapat berubah menjadi senyawa kimia berbahaya. "Meningkatnya penggunaan biofuel diperkirakan menjadi hal yang baik karena mengurangi jumlah karbondioksida di atmosfer. Ya, itu bagus, tapi biofuel juga bisa memiliki efek yang merugikan kualitas udara," kata peneliti, Nick Hewitt seperti dilansir Reuters, Senin (14/1/2013).
Hewitt bersama rekan-rekannya dari England's
Lancaster University menguji pengaruh biofuel
terhadap lingkungan. Biofuel yang paling umum
digunakan berasal dari pengolahan tanaman poplar,
willow atau eucalyptus. Jika dibakar, bahan ini
melepaskan zat kimia yang disebut isoprena. Apabila bercampur dengan polutan lain ditambah paparan
sinar matahari, zat ini akan berubah menjadi ozon
beracun. Dalam laporan penelitian yang dimuat jurnal Nature Climate Change, peneliti menjelaskan bahwa ozon dapat menyebabkan penyakit paru-paru.
Negara-negara Eropa telah menerapkan rencana bernama 'skema hijau' untuk memperlambat perubahan iklim dan mengurangi polusi, salah satunya dengan memperbanyak produksi biofuel. Menurut peneliti, rencana tersebut dapat menyebabkan sekitar 1.400 kematian dini per tahun
pada tahun 2020. Kemungkinan buruk tersebut dapat
dihindari dengan menempatkan pabrik biofuel sejauh
mungkin dari pemukiman. Selain itu, diperlukan
rekayasa genetik untuk mengurangi jumlah emisi isoprena. Perbedaan utama antara biofuel dan bahan bakar fosil adalah biofuel dianggap tidak mempengaruhi perubahan iklim, sedangkan bahan bakar fosil akan menambah emisi karbondioksida ke atmosfer.
Beberapa contoh biofuel adalah bioetanol yang dibuat dari fermentasi karbohidrat dan biodiesel dari pengolahan lemak hewani serta tumbuhan.
DetikHealth