Administrator
Administrator
Setelah menikah, perempuan biasanya akan memakai nama belakang suaminya. Bahkan, nama suami ini tak hanya dipakai untuk keperluan pergaulan, tetapi juga profesional. Padahal, menurut survei, perempuan yang memakai nama belakang suaminya ternyata lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Setidaknya, hal ini berlaku di Belanda.
Menurut sebuah studi yang dilakukan para psikolog sosial di Tilburg University, Belanda, perempuan yang memakai nama pasangannya dianggap oleh subjek tes lebih perhatian, lebih tergantung, lebih emosional, namun kurang cerdas dan kurang kompeten. Hal ini ditemukan ketika para peneliti membandingkannya dengan perempuan lain yang tetap memakai namanya sendiri.
Urusan nama suami ini ternyata juga mempengaruhi keputusan saat mempekerjakan calon karyawan wanita. Dalam salah satu bagian dari studi tersebut, 50 partisipan diminta untuk menilai seorang calon karyawan wanita berdasarkan e-mail-nya untuk posisi HR Manager, dan mengukur potensi gajinya.
Jika diberitahu bahwa si kandidat menggunakan nama suaminya, partisipan yang menilai cenderung tidak akan mempekerjakannya. Selain itu, gajinya pun ditetapkan lebih rendah Rp 10 jutaan daripada kandidat yang mempertahankan namanya sendiri.
Hasil penelitian ini memang baru awal, dan para peneliti mengakui masih harus melakukan studi lebih lanjut. Namun mereka menyarankan perempuan profesional untuk mempertimbangkan pengaruh dari perubahan nama tersebut terhadap branding diri mereka.
Sumber : female.kompas.com
Senada di Negara kita juga, syarat lamaran kerja selain CV, KTP juga harus clear dari status menikah. Apakah kalian setuju fakta ini?
Menurut sebuah studi yang dilakukan para psikolog sosial di Tilburg University, Belanda, perempuan yang memakai nama pasangannya dianggap oleh subjek tes lebih perhatian, lebih tergantung, lebih emosional, namun kurang cerdas dan kurang kompeten. Hal ini ditemukan ketika para peneliti membandingkannya dengan perempuan lain yang tetap memakai namanya sendiri.
Urusan nama suami ini ternyata juga mempengaruhi keputusan saat mempekerjakan calon karyawan wanita. Dalam salah satu bagian dari studi tersebut, 50 partisipan diminta untuk menilai seorang calon karyawan wanita berdasarkan e-mail-nya untuk posisi HR Manager, dan mengukur potensi gajinya.
Jika diberitahu bahwa si kandidat menggunakan nama suaminya, partisipan yang menilai cenderung tidak akan mempekerjakannya. Selain itu, gajinya pun ditetapkan lebih rendah Rp 10 jutaan daripada kandidat yang mempertahankan namanya sendiri.
Hasil penelitian ini memang baru awal, dan para peneliti mengakui masih harus melakukan studi lebih lanjut. Namun mereka menyarankan perempuan profesional untuk mempertimbangkan pengaruh dari perubahan nama tersebut terhadap branding diri mereka.
Sumber : female.kompas.com
Senada di Negara kita juga, syarat lamaran kerja selain CV, KTP juga harus clear dari status menikah. Apakah kalian setuju fakta ini?