Kalina
Moderator
Warga Tetap Blokade Jalan
JAKARTA - Aksi ratusan warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perum TAS) I yang memblokade jalan sejak Kamis siang lalu menarik perhatian Wapres Jusuf Kalla. Kemarin, di Istana Wapres, Kalla minta aparat keamanan meningkatkan pengamanan objek-objek vital di Jawa Timur.
Itu untuk mengantisipasi kekhawatiran meluasnya aksi pemblokadean jalan raya maupun rel kereta api oleh warga korban lumpur Lapindo tersebut.
"Kita harapkan ada petugas keamanan yang menjaga sehingga tidak ada (objek vital) yang lumpuh," ujar Kalla.
Wapres meminta aparat keamanan memastikan kegiatan perekonomian di Jawa Timur tidak terganggu pemblokadean jalan raya Surabaya-Malang dan rel kereta api Porong-Gempol itu.
Hingga kemarin, aksi ratusan warga Perum TAS I tersebut masih berlangsung. Malah, aksi itu semakin menjadi-jadi. Mereka tetap menolak tawaran Lapindo untuk melakukan resettlement atau relokasi masal ke lokasi yang disediakan.
Aksi warga itu diawali dengan konvoi kendaraan roda dua dari arah Sidoarjo menuju Bundaran Waru (pintu masuk ke Surabaya). Mereka menutup seluruh badan jalan yang dilewati.
Sebagian di antara mereka yang berada di barisan terdepan membentangkan tampar biru sepanjang lebar badan jalan. Lalu, menghalau pengendara lain yang berupaya mendahului barisan mereka dengan cara menyabet-nyabetkan ranting pohon.
Aksi tak simpatik warga Perum TAS I itu praktis membuat kemacetan yang sangat panjang. Sebab, para pengendara motor yang lain takut dan tak berani menyalip barisan tersebut. Mereka terpaksa mengekor di belakang barisan itu. Demikian pula pengendara kendaraan roda empat atau lebih.
"Waduh, kalau begini terus caranya, saya bisa kehilangan pekerjaan," gerutu seorang pengendara motor yang berada persis di sebelah Jawa Pos.
Sekitar pukul 09.20, rombongan warga Perum TAS I itu tiba di Bundaran Waru. Begitu sampai di sana, mereka langsung memblokade akses jalan dari Sidoarjo menuju ke arah Mojokerto dan Surabaya dengan cara memarkir motor mereka melintang selebar badan jalan.
Aparat keamanan sebanyak 3 SSK (Satuan Setingkat Kompi, sekitar 270 personel, Red) yang dipimpin langsung Kapolwiltabes Surabaya Kombespol Anang Iskandar sebenarnya sudah siaga menghadang aksi warga Perum TAS I itu.
Namun, mereka tak langsung bertindak. Padahal, pasukan gabungan dari Polres Sidoarjo, Polwiltabes Surabaya, Polda Jatim, dan Brimob tersebut di-backup dengan 3 unit kendaraan lapis baja yang salah satunya dilengkapi water cannon. Dengan demikian, warga Perum TAS pun leluasa beraksi memacetkan lalu lintas dari arah Sidoarjo ke Mojokerto dan Surabaya yang melewati Bundaran Waru.
"Kami sebenarnya mau ke gubernur, Mas. Tapi, dihadang aparat di sini (Bundaran Waru, Red)," dalih Koes Sulasono, salah satu wakil warga Perum TAS I yang tergabung dalam Tim 16.
Koes melanjutkan, aksi warga Perum TAS itu merupakan kelanjutan aksi mereka sehari sebelumnya. Warga Perum TAS I kecewa karena pemerintah menetapkan kompensasi ganti kerugian untuk mereka berupa relokasi permanen, bukan uang tunai sebagaimana yang didapat korban-korban lain lumpur Lapindo.
Masih kata Koes, Gubernur Imam Utomo telah berjanji, setelah menghadiri rapat dengan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Badan Pertanahan Nasional, Bank Tabungan Negara, dan Koarmatim kemarin, akan menemui perwakilan warga Perum TAS pada malam harinya.
Gubernur berencana menampung aspirasi warga yang menginginkan kompensasi ganti kerugian berupa uang tunai. "Tapi nyatanya, tadi malam (Kamis 23/2, Red) tidak ada pertemuan. Dan gubernur malah menyuruh kami ke rumah dinasnya hari ini (kemarin, Red), nggak mau ngalahi datang ke Sidoarjo. Jadinya, ya begini ini," ujar Koes.
Beberapa saat kemudian, sekitar pukul 09.48, sebagian dari rombongan warga Perum TAS I yang semula berkumpul di sisi selatan Bundaran Waru merangsek ke sisi timur. Mereka menghadang seluruh kendaraan dari arah utara ke selatan.
Melihat kondisi itu, sejumlah aparat keamanan baru bergerak. Sekitar satu SSK pasukan Dalmas dan Brimob menghadang warga dan mendesak mereka kembali ke sisi selatan Bundaran Waru. Beberapa aparat terpaksa bertindak represif kepada warga yang membandel.
Kapolres Sidoarjo AKBP Utomo Heru Cahyono sempat melontarkan keberangannya kepada warga yang membandel tersebut. "Kami tahu, kalian adalah korban (lumpur Lapindo). Tapi kalau begini kelakuan kalian, kalian sudah jadi penjahat," tandasnya.
Sekitar pukul 10.30, warga Perum TAS I menarik diri dari Bundaran Waru, kembali ke Sidoarjo. Sebab, ada informasi dari perwakilan lain bahwa pertemuan dengan gubernur di rumah dinasnya Jl Imam Bonjol, Surabaya, tidak membuahkan hasil seperti yang mereka inginkan.
"Gubernur menyatakan bahwa keputusan pemerintah tetap berupa resettlement (relokasi permanen, Red) untuk kami," ungkap Sumitro, kelompok lain dari perwakilan warga Perum TAS I, yang kemarin pagi bertemu dengan gubernur.
Sumitro menambahkan, karena keputusan pemerintah tak sesuai dengan yang mereka inginkan, gubernur juga berjanji untuk menyampaikan aspirasi warga Perum TAS I tersebut ke menteri ESDM sebagai wakil pemerintah pusat.
Timnas Terancam Defisit
Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengaku Timnas Penanggulangan Semburan Lumpur terancam mengalami defisit keuangan. Diperkirakan, pada 8 Maret mendatang, dana Rp 1,3 triliun yang diperoleh timnas dari Lapindo untuk menangani semburan lumpur di bawah permukaan sudah kandas. "Kami sedang memikirkannya saat ini," ungkap Purnomo.
Berdasar keputusan presiden, Lapindo telah mengalokasikan dana Rp 3,8 triliun untuk penanganan semburan lumpur di Sidoarjo. Sebesar Rp 1,3 triliun digunakan untuk menangani semburan lumpur, sekitar Rp 2,5 triliun untuk penanganan masalah sosial.
Penanganan lumpur kini dilakukan tim nasional yang akan berakhir pada 8 Maret 2007.
JAKARTA - Aksi ratusan warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perum TAS) I yang memblokade jalan sejak Kamis siang lalu menarik perhatian Wapres Jusuf Kalla. Kemarin, di Istana Wapres, Kalla minta aparat keamanan meningkatkan pengamanan objek-objek vital di Jawa Timur.
Itu untuk mengantisipasi kekhawatiran meluasnya aksi pemblokadean jalan raya maupun rel kereta api oleh warga korban lumpur Lapindo tersebut.
"Kita harapkan ada petugas keamanan yang menjaga sehingga tidak ada (objek vital) yang lumpuh," ujar Kalla.
Wapres meminta aparat keamanan memastikan kegiatan perekonomian di Jawa Timur tidak terganggu pemblokadean jalan raya Surabaya-Malang dan rel kereta api Porong-Gempol itu.
Hingga kemarin, aksi ratusan warga Perum TAS I tersebut masih berlangsung. Malah, aksi itu semakin menjadi-jadi. Mereka tetap menolak tawaran Lapindo untuk melakukan resettlement atau relokasi masal ke lokasi yang disediakan.
Aksi warga itu diawali dengan konvoi kendaraan roda dua dari arah Sidoarjo menuju Bundaran Waru (pintu masuk ke Surabaya). Mereka menutup seluruh badan jalan yang dilewati.
Sebagian di antara mereka yang berada di barisan terdepan membentangkan tampar biru sepanjang lebar badan jalan. Lalu, menghalau pengendara lain yang berupaya mendahului barisan mereka dengan cara menyabet-nyabetkan ranting pohon.
Aksi tak simpatik warga Perum TAS I itu praktis membuat kemacetan yang sangat panjang. Sebab, para pengendara motor yang lain takut dan tak berani menyalip barisan tersebut. Mereka terpaksa mengekor di belakang barisan itu. Demikian pula pengendara kendaraan roda empat atau lebih.
"Waduh, kalau begini terus caranya, saya bisa kehilangan pekerjaan," gerutu seorang pengendara motor yang berada persis di sebelah Jawa Pos.
Sekitar pukul 09.20, rombongan warga Perum TAS I itu tiba di Bundaran Waru. Begitu sampai di sana, mereka langsung memblokade akses jalan dari Sidoarjo menuju ke arah Mojokerto dan Surabaya dengan cara memarkir motor mereka melintang selebar badan jalan.
Aparat keamanan sebanyak 3 SSK (Satuan Setingkat Kompi, sekitar 270 personel, Red) yang dipimpin langsung Kapolwiltabes Surabaya Kombespol Anang Iskandar sebenarnya sudah siaga menghadang aksi warga Perum TAS I itu.
Namun, mereka tak langsung bertindak. Padahal, pasukan gabungan dari Polres Sidoarjo, Polwiltabes Surabaya, Polda Jatim, dan Brimob tersebut di-backup dengan 3 unit kendaraan lapis baja yang salah satunya dilengkapi water cannon. Dengan demikian, warga Perum TAS pun leluasa beraksi memacetkan lalu lintas dari arah Sidoarjo ke Mojokerto dan Surabaya yang melewati Bundaran Waru.
"Kami sebenarnya mau ke gubernur, Mas. Tapi, dihadang aparat di sini (Bundaran Waru, Red)," dalih Koes Sulasono, salah satu wakil warga Perum TAS I yang tergabung dalam Tim 16.
Koes melanjutkan, aksi warga Perum TAS itu merupakan kelanjutan aksi mereka sehari sebelumnya. Warga Perum TAS I kecewa karena pemerintah menetapkan kompensasi ganti kerugian untuk mereka berupa relokasi permanen, bukan uang tunai sebagaimana yang didapat korban-korban lain lumpur Lapindo.
Masih kata Koes, Gubernur Imam Utomo telah berjanji, setelah menghadiri rapat dengan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Badan Pertanahan Nasional, Bank Tabungan Negara, dan Koarmatim kemarin, akan menemui perwakilan warga Perum TAS pada malam harinya.
Gubernur berencana menampung aspirasi warga yang menginginkan kompensasi ganti kerugian berupa uang tunai. "Tapi nyatanya, tadi malam (Kamis 23/2, Red) tidak ada pertemuan. Dan gubernur malah menyuruh kami ke rumah dinasnya hari ini (kemarin, Red), nggak mau ngalahi datang ke Sidoarjo. Jadinya, ya begini ini," ujar Koes.
Beberapa saat kemudian, sekitar pukul 09.48, sebagian dari rombongan warga Perum TAS I yang semula berkumpul di sisi selatan Bundaran Waru merangsek ke sisi timur. Mereka menghadang seluruh kendaraan dari arah utara ke selatan.
Melihat kondisi itu, sejumlah aparat keamanan baru bergerak. Sekitar satu SSK pasukan Dalmas dan Brimob menghadang warga dan mendesak mereka kembali ke sisi selatan Bundaran Waru. Beberapa aparat terpaksa bertindak represif kepada warga yang membandel.
Kapolres Sidoarjo AKBP Utomo Heru Cahyono sempat melontarkan keberangannya kepada warga yang membandel tersebut. "Kami tahu, kalian adalah korban (lumpur Lapindo). Tapi kalau begini kelakuan kalian, kalian sudah jadi penjahat," tandasnya.
Sekitar pukul 10.30, warga Perum TAS I menarik diri dari Bundaran Waru, kembali ke Sidoarjo. Sebab, ada informasi dari perwakilan lain bahwa pertemuan dengan gubernur di rumah dinasnya Jl Imam Bonjol, Surabaya, tidak membuahkan hasil seperti yang mereka inginkan.
"Gubernur menyatakan bahwa keputusan pemerintah tetap berupa resettlement (relokasi permanen, Red) untuk kami," ungkap Sumitro, kelompok lain dari perwakilan warga Perum TAS I, yang kemarin pagi bertemu dengan gubernur.
Sumitro menambahkan, karena keputusan pemerintah tak sesuai dengan yang mereka inginkan, gubernur juga berjanji untuk menyampaikan aspirasi warga Perum TAS I tersebut ke menteri ESDM sebagai wakil pemerintah pusat.
Timnas Terancam Defisit
Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengaku Timnas Penanggulangan Semburan Lumpur terancam mengalami defisit keuangan. Diperkirakan, pada 8 Maret mendatang, dana Rp 1,3 triliun yang diperoleh timnas dari Lapindo untuk menangani semburan lumpur di bawah permukaan sudah kandas. "Kami sedang memikirkannya saat ini," ungkap Purnomo.
Berdasar keputusan presiden, Lapindo telah mengalokasikan dana Rp 3,8 triliun untuk penanganan semburan lumpur di Sidoarjo. Sebesar Rp 1,3 triliun digunakan untuk menangani semburan lumpur, sekitar Rp 2,5 triliun untuk penanganan masalah sosial.
Penanganan lumpur kini dilakukan tim nasional yang akan berakhir pada 8 Maret 2007.