nurcahyo
New member
Wapres: Pemerintah Tidak Pernah Intervensi Tatacara Beragama
Kapanlagi.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah atau negara tidak pernah melakukan intervensi terhadap tatacara atau aturan beragama, namun yang selama ini dilakukan pemerintah adalah mengatur bagaimana agar orang dapat menjalankan ajaran agama itu.
Hal tersebut dikemukakan Wapres di Kantor Wapres Jakarta, Jumat, menjawab pertanyaan wartawan seputar pro kontra mengenai poligami yang saat ini berkembang di masyarakat.
Ketentuan bagaimana melaksanakan ajaran agama Islam, katanya, tetap berpegang pada ketentuan Alquran dan Hadits.
Wapres mencontohkan, pemerintah tidak perlu mengatur bagaimana urusan syahadat dan salat. Untuk urusan haji pemerintah perlu mengatur pendaftaran, angkutan pesawat dan lain-lain, tetapi bukan mengatur bagaimana tata cara ibadah haji.
"Demikian juga dengan masalah perkawinan. Pemerintah tidak mengatur soal sah tidaknya menikah, tetapi pemerintah mencatatkan perkawinan tersebut supaya ada aspek legal negara," katanya.
Untuk itu, katanya, pemerintah dalam UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur syarat-syarat bagaimana agar perkawinan itu dapat dicatat.
"Soal PP itu hanya ditambah, jika ingin berpoligami harus ada persetujuan atasan. PNS kan ada atasannya, kalau DPR kan tidak karena dipilih langsung oleh rakyat," katanya.
Karena itu, Wapres sependapat dengan Presiden agar mengenai masalah tersebut kembali saja ke aturan UU yang ada.
"Jangan dikira UU Perkawinan itu hanya berlaku bagi PNS, semua orang kena aturan itu. Siapa yang mau berpoligami tidak akan bisa dicatat," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah berencana memperluas aturan mengenai poligami agar tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah.
Dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 disebutkan aturan mengenai poligami, seperti syarat-syarat dan sanksi yang diberikan pada pelanggarnya.
Pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan yang disahkan pengadilan agama, hanya boleh satu orang suami memiliki satu orang istri dan sebaliknya. Jika menginginkan istri lebih dari satu maka wajib diajukan pada pengadilan agama setempat.
Sementara pengadilan agama bisa memberikan izin kepada suami untuk mempunyai istri lebih dari satu jika antara lain, istri tidak bisa menjalankan kewajibannya dan istri tidak bisa memberikan keturunan itu.
Selain itu, ada juga syarat-syarat bahwa untuk beristri lebih dari satu harus mendapat persetujuan dari pihak istri atau istri-istri sebelumnya.
Kapanlagi.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah atau negara tidak pernah melakukan intervensi terhadap tatacara atau aturan beragama, namun yang selama ini dilakukan pemerintah adalah mengatur bagaimana agar orang dapat menjalankan ajaran agama itu.
Hal tersebut dikemukakan Wapres di Kantor Wapres Jakarta, Jumat, menjawab pertanyaan wartawan seputar pro kontra mengenai poligami yang saat ini berkembang di masyarakat.
Ketentuan bagaimana melaksanakan ajaran agama Islam, katanya, tetap berpegang pada ketentuan Alquran dan Hadits.
Wapres mencontohkan, pemerintah tidak perlu mengatur bagaimana urusan syahadat dan salat. Untuk urusan haji pemerintah perlu mengatur pendaftaran, angkutan pesawat dan lain-lain, tetapi bukan mengatur bagaimana tata cara ibadah haji.
"Demikian juga dengan masalah perkawinan. Pemerintah tidak mengatur soal sah tidaknya menikah, tetapi pemerintah mencatatkan perkawinan tersebut supaya ada aspek legal negara," katanya.
Untuk itu, katanya, pemerintah dalam UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur syarat-syarat bagaimana agar perkawinan itu dapat dicatat.
"Soal PP itu hanya ditambah, jika ingin berpoligami harus ada persetujuan atasan. PNS kan ada atasannya, kalau DPR kan tidak karena dipilih langsung oleh rakyat," katanya.
Karena itu, Wapres sependapat dengan Presiden agar mengenai masalah tersebut kembali saja ke aturan UU yang ada.
"Jangan dikira UU Perkawinan itu hanya berlaku bagi PNS, semua orang kena aturan itu. Siapa yang mau berpoligami tidak akan bisa dicatat," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah berencana memperluas aturan mengenai poligami agar tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah.
Dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 disebutkan aturan mengenai poligami, seperti syarat-syarat dan sanksi yang diberikan pada pelanggarnya.
Pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan yang disahkan pengadilan agama, hanya boleh satu orang suami memiliki satu orang istri dan sebaliknya. Jika menginginkan istri lebih dari satu maka wajib diajukan pada pengadilan agama setempat.
Sementara pengadilan agama bisa memberikan izin kepada suami untuk mempunyai istri lebih dari satu jika antara lain, istri tidak bisa menjalankan kewajibannya dan istri tidak bisa memberikan keturunan itu.
Selain itu, ada juga syarat-syarat bahwa untuk beristri lebih dari satu harus mendapat persetujuan dari pihak istri atau istri-istri sebelumnya.