Dipi76
New member
Warga Tionghoa Kecewa pada Pemerintahan SBY
Maria Natalia | Latief | Sabtu, 21 Januari 2012 | 15:58 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Etnis Tionghoa di Indonesia pesimistis terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terkesan tidak tegas dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Seharusnya pemerintah dalam hal ini mengusut permasalahan bangsa dengan ketegasan, bukan hanya bicara.
"Pemimpin sekarang tidak punya ketegasan. Era ini butuh kata dan perbuatan serta keteladanan. Orang capek mendengar pidato yang bagus-bagus dan berubah-ubah. Bukan hanya etnis Tionghoa, semua etnis di Indonesia pasti merasakan hal itu," ujar anggota Komunitas Glodok, Hermawi Taslim, di Jakarta, Sabtu (21/1/2012).
Hal serupa juga diungkapkan Ester Yusuf, Ketua Yayasan Solidaritas Nusa Bangsa. Menurutnya, dulu, pada zaman orde baru, hampir semua orang melakukan pelanggaran HAM terhadap warga Tionghoa. Namun, hingga kini kasus itu hilang dengan sendirinya tanpa penyelesaian yang jelas. Padahal, warga Tionghoa yang mencintai negara ini, kata dia, berharap ada penegakan hukum dan keadilan.
"Pelanggaran HAM tidak pernah diselesaikan. Bukan hanya etnis Tionghoa yang pernah mengalami pelanggaran HAM, banyak lagi pelanggaran lain terjadi dari etnis-etnis yang lain juga, dianggap seolah tidak ada masalah. Perempuan Tionghoa diperkosa tahun 1990-an, enggak ada penyelesaiannya karena enggak ada saksi," tutur Ester.
"Pemerintah harusnya mengevaluasi diri. Masalah kita berat, jangan karena berat lalu angkat tangan," sambungnya.
Ester berharap, pemerintah memberikan perlindungan sama bagi warga Tionghoa yang telah lama mendiami bumi Indonesia. Selain itu, mereka juga berharap ada penyetaraan dan tidak dipandang sebelah mata hanya karena berasal dari etnis berbeda dan mendapatkan keadilan sama seperti warga negara Indonesia lainnya.
Kompas
-dipi-
Maria Natalia | Latief | Sabtu, 21 Januari 2012 | 15:58 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Etnis Tionghoa di Indonesia pesimistis terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terkesan tidak tegas dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Seharusnya pemerintah dalam hal ini mengusut permasalahan bangsa dengan ketegasan, bukan hanya bicara.
"Pemimpin sekarang tidak punya ketegasan. Era ini butuh kata dan perbuatan serta keteladanan. Orang capek mendengar pidato yang bagus-bagus dan berubah-ubah. Bukan hanya etnis Tionghoa, semua etnis di Indonesia pasti merasakan hal itu," ujar anggota Komunitas Glodok, Hermawi Taslim, di Jakarta, Sabtu (21/1/2012).
Hal serupa juga diungkapkan Ester Yusuf, Ketua Yayasan Solidaritas Nusa Bangsa. Menurutnya, dulu, pada zaman orde baru, hampir semua orang melakukan pelanggaran HAM terhadap warga Tionghoa. Namun, hingga kini kasus itu hilang dengan sendirinya tanpa penyelesaian yang jelas. Padahal, warga Tionghoa yang mencintai negara ini, kata dia, berharap ada penegakan hukum dan keadilan.
"Pelanggaran HAM tidak pernah diselesaikan. Bukan hanya etnis Tionghoa yang pernah mengalami pelanggaran HAM, banyak lagi pelanggaran lain terjadi dari etnis-etnis yang lain juga, dianggap seolah tidak ada masalah. Perempuan Tionghoa diperkosa tahun 1990-an, enggak ada penyelesaiannya karena enggak ada saksi," tutur Ester.
"Pemerintah harusnya mengevaluasi diri. Masalah kita berat, jangan karena berat lalu angkat tangan," sambungnya.
Ester berharap, pemerintah memberikan perlindungan sama bagi warga Tionghoa yang telah lama mendiami bumi Indonesia. Selain itu, mereka juga berharap ada penyetaraan dan tidak dipandang sebelah mata hanya karena berasal dari etnis berbeda dan mendapatkan keadilan sama seperti warga negara Indonesia lainnya.
Kompas
-dipi-