Warning!! Adat Kejawen dan Bid'ah menurut Islam!!

Kalina

Moderator
Islam tidak mengenal istilah atau ajaran kejawen.
Secara bahasa maupun istilah di dalam Al-Quran
dan Al-Hadist tidak ditemukan penjelasan tentang
kejawen. Banyak versi yang mengatakan kejawen
muncul seiring dengan datangnya para Wali (Wali
Songi-red) ke Tanah Jawa dalam rangka menyebarkan ajaran agama Islam. Ketika itu para
Wali melakukan penyebaran agama dengan cara
yang halus, yaitu memasukan unsur budaya dan
tradisi Jawa agar mudah diterima dan dipahami
masyarakat kala itu. Menurut Dosen Komunikasi Antar Budaya,
Universitas Mercu Buana, Sofia Aunul, kejawen
sangat berbeda dengan ajaran islam. Istilah
kejawen Islam muncul setelah para Wali
menyebarkan ajaran Islam. Mereka (Wali Song-red)
memasukan unsur tradisi dan budaya untuk memudahkan penyeberan agama Islam.
“Kejawen dan Islam adalah wujud sinkretisasi
yang pada akhirnya menjadi tradisi yang dijalakan
oleh orang-orang Jawa hingga saat ini.” Bambang Syuhada seorang Ustadz yang memiliki
perhatian khusus terhadap penyimpangan akidah
mengatakan. Kejawen tidak jelas asalnya, banyak
yang mengatakan kejawen muncul pertama kali
setelah datangnya Sunan Kalijaga ke Tanah Jawa.
Kala itu Sunan menyebarkan agama lewat pementasan wayang dan seni tradisi masyarakat
Jawa. Dari situ terdapat penyatuan tradisi budaya
Jawa dan Islam sehingga muncul istilah kejawen.
“Namun, penjelasan itu juga tidak banyak
disediakan dalam litelatur sejarah,” ungkap
Bambang Syuhada yang kerap disapa Ustadz Bambang. Masih Menurut Bambang Syuhada, ritual yang
dilakukan masyarakat kejawen dalam aplikasi
dikehidupannya harus dilihat lebih dalam. Karena
ritual-ritual tersebut dikhawatirkan pada akhirnya
menyimpang dari ajaran agama Islam. “Dalam
kaidah Islam, jika budaya itu berlangsung dan melanggar sisi Tauhid itu menjadi haram, namun
jika budaya itu digunakan hanya sebatas praktek-
prakter muamalah itu dibolehkan,” tutur
Bambang Syuhada yang ditemui di Klinik Asy-Syifa
miliknya di kawasan Tangerang. Ada tradisi kejawen yang diperbolehkan dalam
agama dan terdapat pula dalam Hadist Bukhori.
Pada saat adzan Maghrib, anak-anak disuruh untuk
masuk ke dalam rumah dan diajak ke Mushola
karena pada saat Maghrib setan dan iblis
berkeliaran. Namun, ada juga tradisi seperti mencegah bala, arung laut yang oleh masyarakat
penganut kejawen dicampur dengan bacaan
Shalawat Nabi, Surat Yasin dan Tahlil. “Sebetulnya
Salawat Nabi, bacaan surat Yasin, dan Tahlilnya
tidak menjadi soal, namun jika semua itu dicampur
adukan ke dalam ritual kejawen seperti memberi sesajen menjadi tidak sah (haram-red), sebab
semua itu dipersembahkan untuk yang lain (selain
Allah-red)” papar Ustadz Bambang Syuhada. Mengakarnya ritual-ritual kejawen yang menjadi
tradisi ini bukan tidak mungkin menimbulkan
gesekan (konflik-red) di masyarakat, pasalnya
kondisi ini menyentuh ranah budaya dan agama
yang diyakini masing-masing orang. Ustadz
Bambang Syuhada mengatakan, dibutuhkan peranan ulama-ulama yang berpengaruh di
masyarakat untuk memutus mata rantai bid’ah.
“Barangsiapa mengadakan hal baru dalam
urusan agama, yang tidak ada landasan
hukumnya, Maka ia tertolak” (HR. Bukhori dan
Muslim). Ritual pasang bendera kuning sebagai penanda
ada keluarga yang berduka karena kehilangan
(meninggal-red) orang yang dicintai, sesungguhnya
bukan ajaran agama Islam, itu adalah ritual
hinduisme,” jelas Ustadz Bambang kepada
wartawan OASE. Ia juga menambahkan, hendaklah seorang mukmin yang baik memiliki pemahan
yang dalam atas agama yang ia yakini. Jika
terdapat acara, ritual apapun yang dirasa tidak ada
dasar hukumnya dalam Islam, setiap mukmin
wajib menanyakan dan mengingatkan hal
tersebut. “Islam itu agama yang syamil, kamil, mutakamil, namun jangan mentang-mentang
mudah jadi dimudah-mudahkan dan di campur-
adukan. Islam tidak melarang budaya, hobi,
teknologi, musik asal dimanfaatkan sesuai koridor
Islam. Mahasiswi Fakultas Ekonomi, Universitas Mercu
Buana, Dewi Purnamasari yang juga berdarah
Jawa menuturkan. Sebagai ummat Islam wajib
hukumnya menjalankan kehidupan kita sesuai
dengan apa yang ada di dalam Al-Quran dan Al-
Hadist. Para Salafush Solih pun melarang kita untuk mendekati bid’ah. Namun, menurut mahasiswi
berkacamata ini, masalah kejawen dan segala
ritualnya yang telah membudaya harus disikapi
dengan lembut dan bijak, karena kondisi ini telah
mengakar dan menjadi tradisi turun-temurun.
Mulailah dengan jalan menasehati keluarga dan orang-orang terdekat dengan cara yang baik. “Ini
masalah sensitf, penyampaiannya tidak bisa
dengan frontal, harus pelan-pelan karena banyak
resikonya maka kita juga harus bersikap
hikmah,” ujarnya.

Penulis : Ukhti Dennis
 
PENGERTIAN BID’AH

Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh.
Sebelumnya Allah berfirman.
"Badiiu’ as-samaawaati wal ardli"

“Artinya : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-
Baqarah : 117]
Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa
ada contoh sebelumnya.

Juga firman Allah. "Qul maa kuntu bid’an min ar-rusuli"
“Artinya : Katakanlah : ‘Aku bukanlah rasul
yang pertama di antara rasul-rasul”. [Al-Ahqaf :
9].
Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang
pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah
mendahuluiku.

Dan dikatakan juga : “Fulan mengada-adakan bid’ah”, maksudnya : memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.
 
Dan perbuatan bid’ah itu ada dua bagian :

[1] Perbuatan bid’ah dalam adat istiadat
(kebiasaan) ; seperti adanya penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalamnya penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya). Ini adalah mubah (diperbolehkan) ; karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah.

[2] Perbuatan bid’ah di dalam Ad-Dien (Islam)
hukumnya haram, karena yang ada dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan : “Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan kami, maka
perbuatannya di tolak”.
 
MACAM-MACAM BID’AH

Bid’ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :

[1] Bid’ah qauliyah ‘itiqadiyah : Bid’ah
perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti
ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok- kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.
 
[2] Bid’ah fil ibadah : Bid’ah dalam ibadah :
seperti beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak disyari’atkan oleh Allah : dan bid’ah
dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu : [a]. Bid’ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syari’at Allah Ta’ala, seperti mengerjakan shalat yang tidak
disyari’atkan, shiyam yang tidak disyari’atkan, atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.

. Bid’ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau
shalat Ashar.

[c]. Bid’ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yang sifatnya tidak disyari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir
yang disyariatkan dengan cara berjama’ah dan suara yang keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam

[d]. Bid’ah yang bentuknya menghususkan suatu
ibadah yang disari’atkan, tapi tidak dikhususkan oleh syari’at yang ada. Seperti menghususkan
hari dan malam nisfu Sya’ban (tanggal 15 bulan Sya’ban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasarnya shiyam dan qiyamullail itu di syari’atkan, akan tetapi pengkhususannya
dengan pembatasan waktu memerlukan suatu dalil.
 
HUKUM BID’AH DALAM AD-DIEN

Segala bentuk bid’ah dalam Ad-Dien hukumnya
adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Janganlah kamu sekalian mengada-
adakan urusan-urusan yang baru, karena
sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits
hasan shahih].

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam “Artinya : Barangsiapa mengadakan hal yang
baru yang bukan dari kami maka perbuatannya tertolak”.
Dan dalam riwayat lain disebutkan : “Artinya : Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak didasari oleh urusan kami maka amalannya tertolak”.

Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan
tertolak. Artinya bahwa bid’ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.
 
Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid’ahnya, ada diantaranya yang
menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur, mempersembahkan
sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan- kuburan itu, berdo’a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya. Begitu juga bid’ah seperti bid’ahnya perkataan-
perkataan orang-orang yang melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah. Ada juga bid’ah yang merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdo’a di sisinya. Ada juga bid’ah
yang merupakan fasiq secara aqidah sebagaimana halnya bid’ah Khawarij, Qadariyah dan Murji’ah
dalam perkataan-perkataan mereka dan
keyakinan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid’ah yang merupakan maksiat seperti bid’ahnya orang yang beribadah yang keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan shiyam yang dengan berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma dengan tujuan menghentikan sy*h*w*t jima’ (bersetubuh).
 
Catatan :
Orang yang membagi bid’ah menjadi bid’ah
hasanah (baik) dan bid’ah syayyiah (jelek) adalah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam : “Artinya : Sesungguhnya setiap bentuk bid’ah adalah sesat”. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi semua bentuk bid’ah itu adalah sesat ; dan orang ini (yang membagi
bid’ah) mengatakan tidak setiap bid’ah itu
sesat, tapi ada bid’ah yang baik ! Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitabnya
“Syarh Arba’in” mengenai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap bid’ah
adalah sesat”, merupakan (perkataan yang mencakup keseluruhan) tidak ada sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu merupakan dasar dari dasar Ad-Dien, yang senada dengan sabdanya : “Artinya : Barangsiapa
mengadakan hal baru yang bukan dari urusan
kami, maka perbuatannya ditolak”. Jadi setiap orang yang mengada-ada sesuatu kemudian menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak ada dasarnya dalam Ad-Dien sebagai rujukannya,
maka orang itu sesat, dan Islam berlepas diri
darinya ; baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-perkataan, baik lahir maupun batin.
 
Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakan bahwa bid’ah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar Radhiyallahu‘anhu pada shalat Tarawih : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, juga mereka berkata :
“Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)”, yang tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu
kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya”. Adapun jawaban terhadap mereka adalah : bahwa sesungguhnya masalah-masalah ini ada
rujukannya dalam syari’at, jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu ‘anhu :
“Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, maksudnya
adalah bid’ah menurut bahasa dan bukan bid’ah menurut syariat. Apa saja yang ada
dalilnya dalam syariat sebagai rujukannya jika
dikatakan “itu bid’ah” maksudnya adalah bid’ah menurut arti bahasa bukan menurut syari’at, karena bid’ah menurut syariat itu tidak
ada dasarnya dalam syariat sebagai rujukannya. Dan pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memerintahkan penulisan Al-Qur’an, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka
dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya.
 
Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat secara berjama’ah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhirnya tidak bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban
dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup juga
setelah wafat beliau sampai sahabat Umar
Radhiyallahu ‘anhu menjadikan mereka satu
jama’ah di belakang satu imam. Sebagaimana
mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan merupakan bid’ah dalam Ad-Dien. Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada
rujukannya dalam syariat. Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk
menulis sebagian hadits-hadist kepada sebagian
sahabat karena ada permintaan kepada beliau dan yang dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum adalah ditakutkan tercampur dengan penulisan Al-Qur’an. Ketika Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah
kekhawatiran tersebut ; sebab Al-Qur’an sudah
sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-
hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tidak hilang ; semoga Allah Ta’ala memberi balasan yang baik kepada mereka semua, karena mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah perbuatan orang-orang yang selalu tidak bertanggung jawab.
 
opini Kalina..

Mengenai adat kejawen..

Allah menciptakan berbagai jenis dan bentuk makhluk, termasuk makhluk astral seperti jin. Bahkan setan sebenarnya berasal dari bangsa jin dan manusia. Jadi, kita wajib mengimani keberadaan mereka, sebagai pengakuan terhadap Kebesaran Allah. Namun, akan menjadi haram apabila kita lebih mengandalkan makhluk-makhluk tersebut untuk meminta pertolongan, apalagi sampai lebih percaya pada mereka mengenai masa depan, dari pada percaya pada Allah.
 
mengenai bid'ah..

Walo pun tampaknya baik, kalo gak ada di Islam, sebaiknya jangan dilaksanakan.
 
banyak kalin jumpai orang-orang yang menjalankan adat kejawen dan bid'ah. And actually, kalin bertetangga dengan dukun. :) (tetangga satu-satunya) seandainya Kalin mau cari ribut, kalin akan ikutin perintah Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Haha. Cuman, iman kalin agak lemah.. :( ditambah, ibadah kalin yang masih gak perfect..
 
kalin pernah menjumpai orang yang berpuasa di hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa, misalnya pas lebaran. Tanggal 1. Hahaha. Kalin bilang, kalo puasa pas 1 syawal itu haram. Tapi malah hampir ribut.. Huft, yang penting udah usaha ngasih tau..
 
tapi liat dulu, ajaran islamnya kayak gimana. Pure, atau campuran ama adat kejawen :)
Hati-hati loh..

Kalo seseorang ngajarin pake kata, "kata orang dulu... bla bla bla.." wogh, jangaan serta merta diikutin :D

Ada nih orang di rumah Kalin, ia percaya kalo Pelangi itu "bidadari minum di mata air". Ngaco, kan?
 
tapi liat dulu, ajaran islamnya kayak gimana. Pure, atau campuran ama adat kejawen :)
Hati-hati loh..

Kalo seseorang ngajarin pake kata, "kata orang dulu... bla bla bla.." wogh, jangaan serta merta diikutin :D

Ada nih orang di rumah Kalin, ia percaya kalo Pelangi itu "bidadari minum di mata air". Ngaco, kan?
Yup,.Betul Sekali.
Karena Pada dasarnya,.Secara Historis,..Yg namanya Kejawen itu kan jg sebetulnya AGAMA.
Dan org2 juga gak bisa memungkiri sejarah tersebut,.Dan gak bisa memungkiri PERBEDAAN fundamental dgn Islam.
Gw pribadi juga gak habis pikir,. Knapa ada Merger Agama. spt itu? ? :D
Mnrt gw bukan suatu langkah yg bijak,.Jika seseorg ulama Me-Merger agama spt itu. Jelas perbedaan fundamental tsb akan menimbulkan kontradiksi Intern dan pengaplikasikan dlm kehidupan .
Bayangin ajah,..jika tiap negara , spt itu,..maka "JENIS ISLAM" di dunia tentu banyak sekali...:D

Alangkah bijaksananya jika kejawen tsb dijadikan dan diresmikan mjd suatu agama tersendiri.
Maka akidah islam yg murni dan sesungguhnya Gak tercampur dgn agama itu.
 
hooo begitu ya kak kalin @@
dai nggak pernah percaya sih sama 'kata orang dulu' dsb, tapi ternyata serem juga yah ==;;;
mesti hati2 ngajarin anak ._.
 
Back
Top