Administrator
Administrator
Penggunaan teknologi Hawk-eye system dalam laga penting setingkat Piala Dunia kembali mengemuka, setelah insiden dibatalkannya gol gelandang Inggris Frank Lampard.
Dianulirnya gol Lampard saat Inggris ditaklukkan Jerman, minggu (27/6), membuat FIFA mendapat sorotan tajam. Otoritas tertinggi badan sepak bola dunia didesak untuk segera menggunakan bantuan kamera dengan teknologi Hawk-eye system dalam pertandingan.
Sebab, keputusan wasit asal Uruguay Jorge Larrionda yang menganulir gol Lampard yang jelas-jelas sudah melewati garis gawang sangat merugikan. Wasit tetap bersikukuh dengan keputusannya, meskipun dalam tayangan ulang rekaman video terlihat bola tendangan Lampard melewati garis gawang.
Insiden ini kembali menguatkan perdebatan sengit soal penggunaan video tayangan ulang. Terlebih, Inggris adalah korban kesekian yang harus menderita kekecewaan karena golnya dianulir di Piala Dunia 2010.
Perdana Menteri Inggris David Cameron yang menyaksikan laga Inggris kontra Jerman di Toronto, Kanada mengatakan FIFA harus berbenah. Menurut dia, zaman sudah berubah dan FIFA tidak seharusnya mempertahankan sikap kolotnya untuk tidak memakai teknologi. “ini adalah persoalan yang harus mulai diperhatikan FIFA,” paparnya, dilansir Reuters.
Penggunaan tayangan rekaman ülang untuk menentukan keputusan sudah lama menjadi perdebatan panjang di berbagai cabang olah raga, bukan hanya sepak bola. Namun, tidak seperti sepak bola, cabang lain sudah melirik teknologi. Tenis, misalnya, menerapkan teknologi Hawk-eye system untuk membantu wasit dalam menentukan apakah bola sudah melewati garis atau belum
Teknologi ini sudah dipakai sejak 2005 dan dimanfaatkan pada di pentas grand slam sejak 2007. Teknologi serupa dipakai dalam olahraga kriket. NBA juga sudah membolehkan penggunaan video rekaman ulang untuk memudahkan wasit mengambil keputusan terutama pada momen-momen krusial.
Tayangan video digunakan pada 2 menit terakhir di setiap kuarternya. Kompetisi lain yang sudah menerapkan teknologi adalah National Football League serta Liga Baseball Amerika Serikat.
Kendati permintaan tayangan ulang begitu kuat, FIFA toh tidak bergeming untuk menerapkan teknologi. Presiden FIFA Sepp Blatter memang berjanji akan mendiskusikan soal penggunaan tayangan video tapi dia tetap bersikukuh untuk melarang semua kecanggihan teknologi dipakai di sepak bola.
“Penggunaan teknologi akan merusak ritme permainan dan memungkinkan sebuah tim gagal mencetak gol. Sangat tidak mungkin menghentikan pertandingan setiap dua menit sekali hanya untuk memutuskan sesuatu, ia akan merusak permainan’ papar Blatter.
Pendapat Blatter ini disanggah Guus Hiddink. Pelatih yang sukses membawa Korea Selatan dan Belanda ke semifinal Piala Dunia ini mengatakan Blatter dan FIFA harus berubah.
“Seluruh dunia bereaksi keras dengan sikap keras kepala FIFA yang tetap bersikukuh bahwa teknologi bukan millk sepak bola, Kredibilitas sepak bola ditaruhkan dalam hal ini,” paparnya.
Senada dengan Hiddink, penyerang Jerman Miroslav Klose juga menilai sudah saatnya bagi FIFA untuk berbenah. Dia sepakat kalau wasit perlu dibantu dengan teknologi untuk memutuskan hal-hal sulit.
“Saya tidak terlalu yakin dengan penggunaan tayangan ulang video, tetapi jika ada chip di bola yang bisa mengirim sinyal ke wasit mengapa tidak digunakan? Jika cabang olahraga lain sudah menerapkan teknologi mengapa sepak bola tidak?” papar Klose.
Paul Hawkins penemu Hawk-eye system mengatakan, teknologi tersebut bisa diterapkan dalam Piala Dunia. Terlebih, dalam setiap siaran
langsungnya ada 40 setidaknya kamera televisi yang merekam langsung sebuah pertandingan. “Wasit sepak bola butuh teknologi yang bisa melihat batas garis. Teknologi itu akan membantunya bukan menggantikan tugas mereka,” papar Hawkins.
Sumber : Sindo
Dianulirnya gol Lampard saat Inggris ditaklukkan Jerman, minggu (27/6), membuat FIFA mendapat sorotan tajam. Otoritas tertinggi badan sepak bola dunia didesak untuk segera menggunakan bantuan kamera dengan teknologi Hawk-eye system dalam pertandingan.
Sebab, keputusan wasit asal Uruguay Jorge Larrionda yang menganulir gol Lampard yang jelas-jelas sudah melewati garis gawang sangat merugikan. Wasit tetap bersikukuh dengan keputusannya, meskipun dalam tayangan ulang rekaman video terlihat bola tendangan Lampard melewati garis gawang.
Insiden ini kembali menguatkan perdebatan sengit soal penggunaan video tayangan ulang. Terlebih, Inggris adalah korban kesekian yang harus menderita kekecewaan karena golnya dianulir di Piala Dunia 2010.
Perdana Menteri Inggris David Cameron yang menyaksikan laga Inggris kontra Jerman di Toronto, Kanada mengatakan FIFA harus berbenah. Menurut dia, zaman sudah berubah dan FIFA tidak seharusnya mempertahankan sikap kolotnya untuk tidak memakai teknologi. “ini adalah persoalan yang harus mulai diperhatikan FIFA,” paparnya, dilansir Reuters.
Penggunaan tayangan rekaman ülang untuk menentukan keputusan sudah lama menjadi perdebatan panjang di berbagai cabang olah raga, bukan hanya sepak bola. Namun, tidak seperti sepak bola, cabang lain sudah melirik teknologi. Tenis, misalnya, menerapkan teknologi Hawk-eye system untuk membantu wasit dalam menentukan apakah bola sudah melewati garis atau belum
Teknologi ini sudah dipakai sejak 2005 dan dimanfaatkan pada di pentas grand slam sejak 2007. Teknologi serupa dipakai dalam olahraga kriket. NBA juga sudah membolehkan penggunaan video rekaman ulang untuk memudahkan wasit mengambil keputusan terutama pada momen-momen krusial.
Tayangan video digunakan pada 2 menit terakhir di setiap kuarternya. Kompetisi lain yang sudah menerapkan teknologi adalah National Football League serta Liga Baseball Amerika Serikat.
Kendati permintaan tayangan ulang begitu kuat, FIFA toh tidak bergeming untuk menerapkan teknologi. Presiden FIFA Sepp Blatter memang berjanji akan mendiskusikan soal penggunaan tayangan video tapi dia tetap bersikukuh untuk melarang semua kecanggihan teknologi dipakai di sepak bola.
“Penggunaan teknologi akan merusak ritme permainan dan memungkinkan sebuah tim gagal mencetak gol. Sangat tidak mungkin menghentikan pertandingan setiap dua menit sekali hanya untuk memutuskan sesuatu, ia akan merusak permainan’ papar Blatter.
Pendapat Blatter ini disanggah Guus Hiddink. Pelatih yang sukses membawa Korea Selatan dan Belanda ke semifinal Piala Dunia ini mengatakan Blatter dan FIFA harus berubah.
“Seluruh dunia bereaksi keras dengan sikap keras kepala FIFA yang tetap bersikukuh bahwa teknologi bukan millk sepak bola, Kredibilitas sepak bola ditaruhkan dalam hal ini,” paparnya.
Senada dengan Hiddink, penyerang Jerman Miroslav Klose juga menilai sudah saatnya bagi FIFA untuk berbenah. Dia sepakat kalau wasit perlu dibantu dengan teknologi untuk memutuskan hal-hal sulit.
“Saya tidak terlalu yakin dengan penggunaan tayangan ulang video, tetapi jika ada chip di bola yang bisa mengirim sinyal ke wasit mengapa tidak digunakan? Jika cabang olahraga lain sudah menerapkan teknologi mengapa sepak bola tidak?” papar Klose.
Paul Hawkins penemu Hawk-eye system mengatakan, teknologi tersebut bisa diterapkan dalam Piala Dunia. Terlebih, dalam setiap siaran
langsungnya ada 40 setidaknya kamera televisi yang merekam langsung sebuah pertandingan. “Wasit sepak bola butuh teknologi yang bisa melihat batas garis. Teknologi itu akan membantunya bukan menggantikan tugas mereka,” papar Hawkins.
Sumber : Sindo