BambangAja
New member
PENTAS wayang kancil dimainkan dengan durasi rata-rata 1 jam. Pada awal perkembangannya,
pementasan ini disisipkan sebagai pembuka saat digelar pentas wayang purwa. Targetnya yaitu
para penonton usia anak. Hal itu sengaja dilakukan demi mendekatkan generasi muda kepada
kesenian wayang sejak dini. Durasi bisa molar hingga 2 jam apabila wayang kancil dipentaskan
secara tunggal, artinya tidak disisipkan pada pergelaran wayang purwa. Bahasa yang digunakan
dalam pementasan juga melihat situasinya. Tidak menutup kemungkinan dalang menggunakan
bahasa campuran, yakni bahasa Jawa yang diselingi bahasa Indonesia.
Dewasa ini wayang kancil yang tokoh-tokohnya adalah binatang, seperti ular, harimau,
bekicot, dan buaya, sering dipentaskan menggunakan bahasa Indonesia mengingat banyak
penonton muda kurang memahami bahasa Jawa. Kendati demikian, iringan lagu dalam pergelaran
wayang kancil tetap memakai bahasa Jawa. Pada perkembangannya, mulai 1993 iringan musik
untuk wayang kancil digarap dengan gending-gending dolanan anak, seperti Sluku Siuku Bathok, ,4ku Duwe Pithik, Kupu Kuwi, dan Gundul Pacul.
Belakangan, lagu anak-anak yang berbahasa Indonesia juga digarap antara lain Lihat Kebunku,
Naik Kereta Api, Sayonara, dan Bintang Kecil.
Cerita wayang kancil kerap kali mengeksplorasi sejumlah label Jawa, umpamanya Serat Kancil
Amongsastro yang ditulis Kiai Rangga Amongsastro, seorang pujangga pada pemerintahan Paku
Buwono V di Surakarta. Atau sejumlah cerita seperti Sekar Kancil Kridamartana dan Serat
Kancil Salokadarma. Wayang kancil kini merambah ke mancanegara. Di Inggris,
koleksi wayang kancil dimiliki seseorang bernama Tim Byar-Jones. Di Jerman,
koleksinya bisa ditemui di Ubersee Museum, Bremen. Adapun di Belanda,
koleksi wayang kancil bisa ditemui di Volkenkunding Museum Gerardus van der Leeuw,
Kota Groningen.
Di New York, Amerika Serikat, koleksi wayang kancil dimiliki Tamara Fielding.
Perusahaannya yang bernama Tamara and the Shadow Theatre of Java ‘Wayang Kulit’, bergerak
di bidang pelayanan pertunjukan, ceramah, dan loka karya mengenai wayang kulit.
Di Kanada, beberapa wayang kancil telah dikoleksi Dominigue Major dan pernah dipamerkan
di Museum at Anthropology milik University of British Columbia. Wayang kancil juga
sudah menyebar ke Jepang dan Francis. Wayang kancil diciptakan oleh seniman senior,
Ki Ledjar Soebroto, yang menetap di Yogyakarta. Wayang kancil pertama - dipentaskan
di Gelanggang Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada Agustus 1980.
pementasan ini disisipkan sebagai pembuka saat digelar pentas wayang purwa. Targetnya yaitu
para penonton usia anak. Hal itu sengaja dilakukan demi mendekatkan generasi muda kepada
kesenian wayang sejak dini. Durasi bisa molar hingga 2 jam apabila wayang kancil dipentaskan
secara tunggal, artinya tidak disisipkan pada pergelaran wayang purwa. Bahasa yang digunakan
dalam pementasan juga melihat situasinya. Tidak menutup kemungkinan dalang menggunakan
bahasa campuran, yakni bahasa Jawa yang diselingi bahasa Indonesia.
Dewasa ini wayang kancil yang tokoh-tokohnya adalah binatang, seperti ular, harimau,
bekicot, dan buaya, sering dipentaskan menggunakan bahasa Indonesia mengingat banyak
penonton muda kurang memahami bahasa Jawa. Kendati demikian, iringan lagu dalam pergelaran
wayang kancil tetap memakai bahasa Jawa. Pada perkembangannya, mulai 1993 iringan musik
untuk wayang kancil digarap dengan gending-gending dolanan anak, seperti Sluku Siuku Bathok, ,4ku Duwe Pithik, Kupu Kuwi, dan Gundul Pacul.
Belakangan, lagu anak-anak yang berbahasa Indonesia juga digarap antara lain Lihat Kebunku,
Naik Kereta Api, Sayonara, dan Bintang Kecil.
Cerita wayang kancil kerap kali mengeksplorasi sejumlah label Jawa, umpamanya Serat Kancil
Amongsastro yang ditulis Kiai Rangga Amongsastro, seorang pujangga pada pemerintahan Paku
Buwono V di Surakarta. Atau sejumlah cerita seperti Sekar Kancil Kridamartana dan Serat
Kancil Salokadarma. Wayang kancil kini merambah ke mancanegara. Di Inggris,
koleksi wayang kancil dimiliki seseorang bernama Tim Byar-Jones. Di Jerman,
koleksinya bisa ditemui di Ubersee Museum, Bremen. Adapun di Belanda,
koleksi wayang kancil bisa ditemui di Volkenkunding Museum Gerardus van der Leeuw,
Kota Groningen.
Di New York, Amerika Serikat, koleksi wayang kancil dimiliki Tamara Fielding.
Perusahaannya yang bernama Tamara and the Shadow Theatre of Java ‘Wayang Kulit’, bergerak
di bidang pelayanan pertunjukan, ceramah, dan loka karya mengenai wayang kulit.
Di Kanada, beberapa wayang kancil telah dikoleksi Dominigue Major dan pernah dipamerkan
di Museum at Anthropology milik University of British Columbia. Wayang kancil juga
sudah menyebar ke Jepang dan Francis. Wayang kancil diciptakan oleh seniman senior,
Ki Ledjar Soebroto, yang menetap di Yogyakarta. Wayang kancil pertama - dipentaskan
di Gelanggang Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada Agustus 1980.