Apa Allah itu Ada?

Re: Bls: Apa Allah itu Ada?

pertanyaan mas ivan ini sangat sederhana, wajar aja, karena kita semua belum pernah bertemu dengan Sang Pencipta. Sekarang ini kita seperti hidup sendirian tanpa campur tangan Allah, ya karena Allah sudah membuat suatu Sistem dengan Maha Komputer Nya yang bisa bekerja secara otomatis. Seperti halnya kebanyakan manusia saat ini, nggak mau repot, maunya otomatis. Kalo pengen tau MANUAL BOOKnya Allah, tidak lain dan tidak bukan yaitu AL QUR'AN. Apabila manusia ingin mempelajari SISTEM ALLAH, AL-QUR'AN lah kuncinya. Jadi AL-QUR'AN itu adalah TradeMark nya Allah. Gitu aja. Silahkan mengenal Sistem Nya dulu, pasti bisa mengenal-Nya.

Kalo ngintip manual mulu, gak pake praktek sama aja ye... [<:)
 
Untuk mengetahui Allah itu ada atau nggak, kita bisa pelajari melalui 2 cara. Yang pertama dg mempelajari/membaca/memperhatikan ciptaan-Nya atau dg kata lain mempelajari ayat-ayat kauniyah-Nya... Misalnya, kenapa sih langit nggak runtuh, padahal nggak ada penyangganya? Kenapa gas yang kita hirup cuma oksigen aja, pdhl banyak gas lain di udara? Kenapa planet2 bisa bergerak pd orbitnya dg sndirinya? Siapa yang ngatur? Atau kenapa2 yg lainnya...
Cara yang kedua adalah dengan mempelajari firman2-Nya yg tertulis dlm Al Qur'an.. Atau dg kata lain mempelajari ayat2 qauliyah-Nya. Coba deh dibaca, isi Al Qur'an sama sekali nggak ada yg bertentangan. Mulai dr Surat Al Fatihah sampai An Naas, smwny saling menguatkan.. karena kebenarannya mmg Allah yg menjamin sndiri.
:)

Kamu2 yg muslim, nggak ada salahnya kok kalau mw kenal dg Allah, justru wajib kenalan. yg kita nggak perlu tau adalah zat-nya Allah. kita nggak perlu ngebayangin Allah itu spt apa atau segede apa. karena dijamin deh nggak bakal kebayang,,, yg ada malah jd gila kita...

Apa iya mikirin Tuhan bisa jadi gila?
Ada kejadian nyatanya gak mas/mbak?

IMHO, ini mah agak menyesatkan deh. Sejak kecil, anak-anak muslim (setahu saya, soalnya ini pengalaman pribadi) udah dijejali dengan stigma ini.

"Membayangkan Tuhan = Gila -------> Gila = Gak baik buat kesehatan paru-paru dan jantung = Gak keren = Gak usah mikirin Tuhan"

Saya sering menyesalkan orangtua/guru yang bilang kayak begini sama anak-anak (termasuk oknum yang dulu bilang hal ini sama saya). Mending dikasih dulu pemahaman bahwa ada pencipta alam semesta ini dengan penjelasan yang bener (dari sumber agama islamnya sendiri : Alquran & Hadis) + ditambah dengan "suplemen" dari sains dan pengetahuan lainnya. Kalo ada anak yang niat mau nyari Tuhan itu mah, terserah dia. Gak usah ditakut-takutin bakal jadi gila beneran. Hak dia untuk lebih kenal dengan Tuhannya. Hak dia untuk lebih kenal dengan yang menciptakannya.

Bai de wei... saya gak niat nyolot, maaf kalo tulisan ini kerasa begitu. :D:D:D:D

*KABURRR dulu deh, sebelum ditimpuk...........*
 
Stigma itu saya pikir di tanamkan demi kebaikan. Coba di pikir ketika Ibrohim As (pada ajaran islam) /Abraham mencari tuhan dia tidak mau/berani memikirkan bentuk tuhanya sebab semua bentuk yang ada di alam semesta ini bukanlah tuhan melainkan hanya ciptaannya
 
Stigma itu saya pikir di tanamkan demi kebaikan. Coba di pikir ketika Ibrohim As (pada ajaran islam) /Abraham mencari tuhan dia tidak mau/berani memikirkan bentuk tuhanya sebab semua bentuk yang ada di alam semesta ini bukanlah tuhan melainkan hanya ciptaannya

He he he... ada yg nanggepin jg.

Yang ane sesalkan tuh, kenapa ada aje paham-paham yg bilang kalo membayangkan Tuhan itu bisa jadi gila.

Kalo, alasannya demi kebaikan... saya pikir rancu ya. Wong, tujuan kita membayangkan Tuhan itulah karena demi kebaikan.

Tuhan itu adalah representasi kebaikan--jadi, membayangkannya/mencarinya juga kebaikan dong.

Yang ane tekankan di sini adalah vonis gila dan tidak gila itu... yang ane bilang agak menyesatkan.
 
Saya 30 tahun lamanya mencari Tuhan dengan menggunakan logika...Alhamdulillah nggak jadi gila...:))


-dipi-
 
Kalo Bisa Dipikirkan, Bukan Tuhan Dong Namanya.

Masa Tuhan Bisa Dipikirkan Dengan Logika Manusia (makhluk yang ia Ciptakan sendiri). Memikirkan tuhan itu ada atau tidak merupakan hal yang sia-sia.
 
Kalo Bisa Dipikirkan, Bukan Tuhan Dong Namanya.
Lantas namanya apa dong?
Masa Tuhan Bisa Dipikirkan Dengan Logika Manusia (makhluk yang ia Ciptakan sendiri).
Pernyataan yang aneh...>%|
Lantas mikirnya mesti pake apa?
Memikirkan tuhan itu ada atau tidak merupakan hal yang sia-sia.
Ini malah kontradiksi dengan pernyataannya sebelumnya... |:mad:
Maksudnya, Tuhan adalah hal yang sia-sia dan gak penting dipikirin gitu? :D
 
@Voldie : setuju dikit. memikirkan tentang Tuhan = gila memang agak berlebihan.
sebenarnya hanya di agama Islam-lah, Allah Tuhan satu2nya yg nggak di-personifikasi. bandingkan dg agama2 lain, yg wujud penampakan Tuhannya digambar/diwujudkan patung. dan toh mereka nggak jadi gila.
namun dlm ajaran Islam, Allah adalah serba Maha segalanya, sehingga Dzat Allah tidak akan terbayang oleh manusia.

BTT, apakah Allah itu ada?
buat saya sederhana saja. Jejak ciptaan Allah bertebaran di mana2. semua itu menunjukkan bahwa Allah sang Pencipta memang ada.
 
Buat daku malah lebih sederhana. :))
Apakah Allah itu ada? ada!
Buktinya? Nggak perlu bukti. Karena buatku yang bodoh ini, itu adalah dogma. Period.
 
Tuhan itu Ada (Penyempurnaan Argumentasi Klasik, KeTakTerbatasan - Penelusuran Mundur)

Setelah sekian lama mencari kebenaran dan akhirnya menemukan bukti kebenaran keberadaan Tuhan, … dan setelah mengetahui belum adanya argumentasi dengan eksplorasi pola kedalaman seperti yang telah saya ekplorasi, maka saya memulai publikasi ini. Anda dapat menambah wawasan dengan membaca argumentasi dari Aristotle dan lainnya.

Argumentasi ini menyempurnakan argumentasi yang mungkin telah anda kenal yaitu: “karena penelusuran mundur tak terbatas tidak mungkin, maka akan berakhir kepada Sesuatu yang paling awal (Tuhan)”, dimana penyempurnaan saya lakukan dengan meniadakan alasan yang bersandar kepada “adanya ketidak-terbatasan yang menandakan kemustahilan, dan yang harus ditebus dengan keyakinan adanya tak berawal”. Yaitu dengan melihat apa yang terjadi jika gagasan ketakterbatasan pada argumentasi ini dipertahankan, lalu mengamati konsekuensinya.Anda dapat mengganti variabel “x” dengan apapun, dalam hal ini dapat dipahami pula “x” sebagai suatu batasan tertentu yang bercirikan partikel atau lainnya.

Sebelum lebih jauh anda mempelajari argumentasi tentang “Terbukti Tuhan itu Ada”, maka sebaiknya pelajari terlebih dahulu di bagian Philosophy untuk menyadari seberapa luas dari pemahaman yang terkandung pada bagian tersebut, agar jangan sampai terjadi anda mempertanyakan sesuatu yang sebenarnya sudah terjawab oleh apa yang ada pada bagian Philosophy.

ARGUMENTASI (Terbukti Tuhan itu Ada)

KEBERADAAN TAK BERAWAL ITU ADA
(Konsekuensi Penelusuran Mundur)


Keberadaan sesuatu berasal dari keberadaan sesuatu yang lain dan keberadaan sesuatu yang lain berasal dari keberadaan sesuatu yang lain lagi demikian seterusnya sehingga membentuk sesuatu pola penelusuran mundur yang dimulai dari akibat lalu mundur menuju sebab dengan pola penelusuran mundur yang boleh jadi tak berkesudahan.

“x” < [berasal dari] ~ (tak berkesudahan)

(akibat – yang kemudian) < [berasal dari] (tak berkesudahan – yang sebelumnya)

Dengan mengandaikan bahwa dari “x” tidak muncul keberadaan sesuatu yang lain maka batas yang paling kiri berada pada “x” (akibat – yang kemudian) dengan penelusuran mundur ke arah kanan (sebab – yang sebelumnya) menjauhi “x”.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah pada saat ini dapat terjadi penciptaan ? Ada dua kemungkinan jawaban yaitu:

1. Jika tidak dimungkinkan terjadinya penciptaan berarti tidak ada perubahan jumlah keberadaan sehingga jumlah keberadaan dihitung dari “x” (akibat – yang kemudian) lalu mundur ke arah kanan (sebab – yang sebelumnya) menjauhi “x” adalah sebesar tertentu yang tak bertambah,

“x” < [penelusuran mundur ke] “!” (Terbatas), yang berarti …

“x” < [berasal dari] “!” (Titik Paling Awal)

(akibat – yang kemudian) < [penelusuran mundur ke - dari] “!” (Terbatas – Titik Paling Awal)

2. Kalaupun dinyatakan bahwa dimungkinkan terjadinya penciptaan berarti ada penambahan ke arah kanan (menjauhi “x”):

“x” < [berasal dari] “?” [penambahan] > “y”

(akibat – yang kemudian) < [berasal dari] (“?” – sebab – yang sebelumnya – terletak di posisi yang manapun) [penambahan] > akibat

yang mengakibatkan terbentuknya dua arah penelusuran mundur yaitu:

- penelusuran mundur dari “x” (akibat) menuju ke arah kanan (sebab – terletak di posisi manapun menjauhi “x”),

“x” < [penelusuran mundur] “?”

(akibat – yang kemudian) < [penelusuran mundur] (“?” – sebab – yang sebelumnya – di posisi yang manapun)

- dari “y ” (akibat – – yang kemudian – yang berada di ujung berlawan dengan “x”) terletak di posisi manapun setelah “?” (sebab – – yang sebelumnya – terletak di posisi manapun) menuju ke arah kiri (menuju ke “?”)

“x” < [berasal dari] “?” [penambahan] > “y”

“y” < [berasal dari] “?” [penambahan] > “x”

(akibat – yang kemudian) < [berasal dari] (“?” – sebab – yang sebelumnya – terletak di posisi manapun) [penambahan] > (akibat – yang kemudian)

“y” < [penelusuran mundur] “?”

(akibat – yang kemudian) < [penelusuran mundur] (“?” – sebab – yang sebelumnya – terletak di posisi manapun)

“x” < [berasal dari] “?” [penambahan] > “y”

“y” < [berasal dari] “?” [penambahan] > “x”

“x” [mundur ke kanan] > “?” <[mundur dari arah kanan] > “y”

(“x” – akibat) < [mundur ke kanan] (“?” – sebab) [mundur dari arah kanan] > (“y” – akibat)

(“x” – akibat – yang kemudian) < [mundur ke kanan] (Titik Pertemuan) [mundur dari arah kanan] > (“y” – akibat – yang kemudian)

(“x” – akibat) [menuju ke arah kanan] > (Titik Pertemuan – Paling Awal) < [menuju ke arah kiri] (“y” – akibat)

Bagaimanapun penelusuran diusahakan selalu menunjukkan (menuju ke) titik akhir yang merupakan batas sebagai titik paling awal. Kebenaran ini menegaskan bahwa pola penelusuran mundur yang dimulai dari akibat lalu mundur menuju sebab dengan pola mundur yang tak berkesudahan adalah merupakan kemustahilan sehingga yang benar adalah bahwa pola penelusuran mundur yang dimulai dari akibat lalu mundur menuju sebab adalah merupakan pola penelusuran mundur yang tidak tak berkesudahan sebagaimana yang telah dibuktikan melalui beberapa kebenaran di atas dan hal ini menegaskan secara pasti adanya Keberadaaan Tak Berawal yang bukan merupakan akibat dari sebab yang manapun.

January, 1 – 2000 ~ April, 20 – 2003: 03:00

Dialog ini adalah sebagai usaha untuk mempermudah pemahaman. Terkadang pemikiran logis dapat sedemikian terkesan tidak masuk akal karena menggunakan simbol simbol di dalam penalaran yang jarang (tidak umum) di pakai dalam kehidupan sehari-hari. Dialog ini semoga membantu anda untuk mendapatkan “kesan masuk akal”.

Intinya adalah: apakah kita pergi dari masa lalu menuju masa sekarang atau sebaliknya, tidak terdapat ketidakterbatasan di dalam suatu urutan kejadian.

Saya menggunakan dialog ini untuk lebih menjelaskan. Gunakanlah penalaran imajinatif anda. Sedikit mengenai apakah penalaran imajinatif itu.

Jika argumentasi di atas (TERBUKTI TUHAN ITU ADA) di konversi ke dalam format dialog, maka akan menjadi seperti ini:

ARGUMENTASI (Terbukti Tuhan itu Ada – Versi Dialog)

Saya: “Baiklah infinite, anda harus berlari ke masa lalu sejauh yang anda bisa lakukan”
Infinite: “Benar, saya sedang berlari ke masa lalu”

Saya: “Bisakah anda berhenti untuk sesaat, agar saya dapat menangkap yang paling awal ?”
Infinite: “Tidak bisa, saya tetap berlari ke masa lalu, dan saya tidak pernah berhenti untuk berlari ke masa lalu, oleh karenanya tidak akan pernah ada yang paling awal”

Saya: “Baiklah, bagaimana jika saya membuat tebakan tentang angka tertentu yang mewakili jumlah keberadaan di jalur perjalanan anda ke masa lalu, sebagai angka terjauh (terbesar) ?”
Infinite: “Baiklah, apa angka tersebut?”

Saya: “Angka tersebut adalah kurang dari yang anda miliki”
Infinite: “Anda tidak dapat menangkap saya!, saya selalu berlari ke masa lalu”

Saya: “Angka tersebut adalah sama dengan jumlah keberadaan terakhir yang berada dalam jalur penelusuran anda ke masa lalu?”
Infinite: “Angka anda tidak akan pernah sama dengan angka saya”, “Dan saya masih berlari ke masa lalu, oleh karena itu, angka pada saya masih akan selalu bertambah”

Saya: “Angka tersebut adalah lebih besar dari yang anda miliki”
Infinite: “maka angka tersebut adalah angka saya dan bukan termasuk angka yang melampaui saya, saya masih berlari ke masa lalu dan tidak ada indikasi adanya titik paling awal sebagai titik akhir bagi perjalanan saya ke masa lalu”

Saya: “Dapatkah anda memberitahukan kepada saya angka pada saat ini menurut anda?”
Infinite: “Angkanya adalah ini 1000xxx…!” “Tetapi perlu saya ingatkan bahwa angka ini hanya valid untuk saat ini saja, tetapi nanti ketika saya masih melanjutkan perjalanan ke masa lalu, angka tersebut dapat berubah menjadi angka berbeda yang lebih besar lagi”

Saya: “Baiklah kalau begitu, saya menerima angka anda”
Saya: “Apakah anda berlari mundur ke masa lalu, hanyalah melewati keberadaan di masa lalu, atau setiap saat anda mundur ke masa lalu hal itu mencerminkan kehadiran keberadaan yang lain lagi?
Infinite: “Saya hanya melewati saja, karena kehadiran keberadaan di masa lalu sudah tersedia sebanyak apapun”
Saya: “Ini mustahil, karena ini berarti anda tidak akan pernah berada di titik paling awal di masa lalu dari suatu keberadaan yang aktual”
Infinite: “Baiklah kalau begitu, bahwa sebenarnya saya selalu berada pada titik paling awal yang manapun di masa lalu, dan akan selalu mundur terus”
Saya: “Ini berarti, anda selalu berlari ke masa lalu, dan itu menegaskan selalu adanya kehadiran baru di masa lalu”
Infinite: “Saya menerima koreksi anda”

Saya: “Ini juga berarti bahwa, dari titik manapun di masa lalu, saya dapat melewati beragam kehadiran keberadaan dari arah yang berlawan dengan arah perjalanan anda ke masa lalu”
Infinite: “Benar”

Saya: “Dan saya juga dapat menelusuri mundur dari masa depan pada saat ini menuju masa lalu”
Infinite: “Benar”

Saya: “Ini berarti menegaskan bahwa dari masa yang paling sekarang (di titik manapun), lalu mundur ke belakang, akan bertemu di suatu titik tertentu yang merupakan titik temu dari kedua arah penelusuran mundur. Dari masa depan ke masa lalu, dan dari masa lalu ke masa depan.” “Dan ini menegaskan keberadaan pada titik temu tersebut”
Infinite: “Akhirnya anda menemukan juga titik akhir (titik temu) dari penelusuran anda ke masa lalu saya”

Di dalam suatu deret penelusuran, maka penelusuran pada titik sembarang manapun dari arah kiri atau dari arah kanan, akan bertemu pada dua titik yang saling berdekatan. Salah satu dari dua titik ini harus merupakan akibat bagi lainnya, sehingga salah satunya juga harus merupakan “yang tak berawal” (sebab dan yang menjadi sandaran). Jika tidak ada salah satunya yang merupakan “yang tak berawal”, maka keduanya bukan merupakan sebab, sehingga keduanya (titik yang saling berdekatan) bersandar (sebagai “akibat”) pada ketiadaan (karena memang tidak ada tempat yang merupakan “sebab” bagi sandaran), yang merupakan kemustahilan.

Penyempurnaan argumen saya adalah pada kenyataan bahwa ketika kita memaksa mundur ke belakang sejauh tak terbatas, maka ketakterbatasan itu sendiri menunjukkan kepada kita adanya arah yang berlawan (penelusuran mundur dari masa lalu ke masa depan – ditinjau dari sisi “ketakterbatasan”), yang pada akhirnya akan bertemu di satu titik dengan penelusuran dari sisi kita di masa sekarang ke masa lalu.

Sekali lagi, maaf, jika ada yang tidak berkenan dengan argumentasi saya, karena seseorang tidak selalu sesuai bagi lainnya. Terima kasih :)
 
Last edited:
Tuhan itu Ada (Argumentasi Ada Tiada)

Sebelum lebih jauh anda mempelajari argumentasi tentang “Terbukti Tuhan itu Ada”, maka sebaiknya pelajari terlebih dahulu di bagian Philosophy untuk menyadari seberapa luas dari pemahaman yang terkandung pada bagian tersebut, agar jangan sampai terjadi anda mempertanyakan sesuatu yang sebenarnya sudah terjawab oleh apa yang ada pada bagian Philosophy.

Melanjutkan argumentasi tentang pembuktian keberadaan Tuhan, ini adalah argumentasi dari jurusan yang sama sekali berbeda dari argumentasi yang terdahulu.

Argumentasi saya didasarkan kepada kebenaran axiomatis dan konsekuensi konsekuensinya. Beranikah anda menerima kebenaran ketika ia hadir, walaupun anda merasa ada keanehan dengan yang dialami sehari-hari ? Dan beranikah anda tidak bersepakat tentang suatu kebenaran bukan karena kebenaran tersebut dirasa janggal tidak sesuai dengan pengalaman sehari-hari, tetapi karena anda memang belum paham atau mengakui sebagai ketidakbenaran lalu bersedia berdiskusi lebih lanjut ?

Sebenarnya bagi suatu dugaan kebenaran yang terbukti melanggar salah satu saja dari axioma, sudah menunjukkan ketidak-validan sesuatu dugaan kebenaran tersebut (menjadi tidak benar). Hanya saja ada beberapa orang yang mungkin tidak semudah itu memahami suatu axioma tertentu, maka saya sertakan dua axioma, agar salah satu ada yang dapat dipahami dan pada akhirnya dapat diketahui dimanakah letak pelanggarannya.

Axioma:

1. Ketiadaan tidak memiliki wilayah, maka keberadaan memiliki wilayah adalah benar

2. Sesuatu tidak dapat melampaui dirinya sendiri kecuali mendapatkan penambahan dari lainnya

Konsekuensi 1:

Uji Penciptaan (dari tiada ke ada):

- “Ada” berasal dari “tiada” = “adanya sesuatu” berasal dari “yang tidak memiliki wilayah” = “adanya sesuatu (yang memiliki wilayah)” berasal dari “yang tidak memiliki wilayah” = “wilayah” berasal dari bukan wilayah” = “yang tidak memiliki wilayah” dapat menghadirkan “wilayah” = “yang tidak memiliki wilayah” (harus) memiliki wilayah bagi kehadiran “wilayah” lainnya = “ketiadaan memiliki wilayah” = MELANGGAR AXIOMA TENTANG KETIADAAN

Ini menegaskan bahwa:

1. Penciptaan adalah bukan dari “tiada” menghadirkan “ada”, melainkan dari “ada” menghadirkan “ada” lainnya
2. Penciptaan selalu terjadi di suatu wilayah (keberadaan), sehingga penciptaan dari “ada” menghadirkan “ada” lainnya adalah merupakan “menghadirkan sesuatu di dalam keberadaan”.

Konsekuensi 2:

Uji Penciptaan (dari ada ke ada):

- Penciptaan dari “ada” menghadirkan “ada” lainnya adalah merupakan “menghadirkan sesuatu di dalam keberadaan” yang menambah luas sebelumnya, sehingga sebelum adanya penciptaan, hanya ada wilayah tertentu, dan setelah penciptaan, maka ada penambahan wilayah, sehingga penambahan wilayah ini merupakan perluasan dari wilayah sebelumnya, maka wilayah yang baru tidak bersandar kepada wilayah terdahulu, melainkan wilayah yang baru berdampingan dengan wilayah yang lama, sehingga dari wilayah yang terdahulu telah menghadirkan wilayah lainnya, sehingga telah terjadi yaitu, wilayah dapat bertambah oleh dirinya sendiri, yang berarti juga bahwa, wilayah yang baru berasal dari ketiadaan = MELANGGAR AXIOMA TENTANG PERLUASAN ATAU MELANGGAR AXIOMA TENTANG KETIADAAN

Ini menegaskan bahwa:

1. Penciptaan selalu merupakan menghadirkan “keberadaan yang diliputi” lainnya.
2. Lenyapnya sesuatu “ada” yang dihadirkan harus selalu masih di wilayah (keberadaan), sehingga hadirnya sesuatu selalu berasal dari keberadaan, dan tidak hadirnya sesuatu selalu masih harus di wilayah (keberadaan).

Argumentasi:

1. Jika tidak ada penciptaan di segala penjuru, maka tidak akan ada kehadiran lebih lanjut di segala penjuru, sehingga tidak ada kehadiran yang baru, melainkan hanya ada keberadaan yang telah hadir yang masih dapat bertahan sampai saat ini, sehingga jika ada penciptaan secara terus menerus, maka akan selalu ada kehadiran baru secara terus menerus yang merupakan hadirnya keberadaan yang diliputi lainnya, dan bukannnya kehadiran Yang meliputi lainnya = Konsekuensi 2, Butir 1.

2. Jika seluruh keberadaan yang melalui proses penciptaan (dihadirkan) ditiadakan, maka ketiadaan keseluruhan dari keberadaan tersebut masih selalu di wilayah (keberadaan), sehingga menelusuri mundur sejarah penciptaan dari telah hadirnya segala sesuatu yang pernah diciptakan (dihadirkan) kepada masa dimana keberadaan hasil ciptaan tersebut belum pernah hadir, maka selalu ada keberadaan yang lebih luas (meliputi) dari seluruh keberadaan yang pernah dihadirkan, sehingga selalu berakhir kepada Yang Meliputi yang sama (bukan Yang Meliputi lainnya) = Konsekuensi 2, butir 2.

3. Jika DIPAKSAKAN bahwa selalu ada pencipta Tuhan, atau Yang Meliputi selalu menjadi yang diliputi oleh yang meliputi lainnya, maka ini sama saja menegaskan telah terjadi penciptaan, MAKA mengandaikan adanya penciptaan yang meliputi, sama saja menyatakan adanya kehadiran keberadaan yang baru, dimana kehadiran yang baru ini merubah pemahaman yang meliputi menjadi yang diliputi, maka telah terjadi pelanggaran terhadap axioma 1 ATAU axioma 2. Atau jika dipaksakan juga, maka penciptaan itu hanyalah merupakan menghadirkan keberadaan yang diliputi lainnya, yang merupakan penciptaan dari “ada” ke “ada” lainnya, dan bukannnya menegaskan terjadinya penciptaan dari tiada ke ada = Konsekuensi 1 butir 1 ATAU 2.

Ini menegaskan bahwa:

- Jika tidak ada keberadaan tak berawal, maka ini adalah benar sejauh keberawalan secara terus menerus menunjukkan adanya penciptaan (menghadirkan) keberadaan secara terus menerus di wilayah (keberadaan) itu sendiri (Yang meliputi segala keberadaan yang berawal)

- Ketiadaan tak berawal memberikan konsekuensi bahwa penciptaan keberadaan secara terus menerus (yang meliputi diciptakan oleh yang meliputi lainnya) melibatkan penciptaan dari ketiadaan (melanggar axioma 1 ATAU 2)

*maka: Penelusuran mundur bahkan jika dianggap ketakterbatasan di dalam penelusuran mundur sebagai dimungkinkan, tetap menegaskan tidak adanya penciptaan dari tiada menjadi ada, sehingga diambil dari titik yang paling akhir di dalam proses penciptaan sejauh berapapun selalu dapat ditelusuri mundur kepada keberadaan yang meliputi keseluruhan keberadaan yang diciptakan Yang Merupakan Keberadaan Tak Berawal.
*maka: Adanya Keberadaan Tak Berawal adalah merupakan keberadaan yang meliputi segala keberadaan yang diciptakan (yang diliputi).

June, 22 – 2011: 20:20

Sampai disini, jika anda masih saja terjebak oleh persepsi yang terbiasa oleh adanya sesuatu yang melingkupi, bahwa di luar lingkaran masih ada lingkaran, maka saran saya kembali kepada penalaran logis, dan biarkanlah penalaran berkata apa adanya. Bahkan ketika perasaan, atau persepsi kita telah membuat kesadaran kita sulit menerima kenyataan ini, tetapi justru disitulah tantangan bagi anda seorang pejuang pencari kebenaran. Dimana ketika di awal pencarian sedemikian bersemangat untuk mengabaikan perasaan ataupun jenis persepsi atau kesan apapun yang dianggap tidak masuk akal, maka segera setelah logika menegaskan kebalikannya, sudah seharusnya kita menerima kebenaran, betapapun terasa anehnya. Karena seaneh atau sejanggal apapun suatu kebenaran, haruslah diterima oleh kita ketika logika kita menyepakatinya, dan abaikan kesan seolah-olah tidak masuk akal dikarenakan persepsi kita terjebak oleh pengalaman sehari-hari. Pada mulanya sikap tegas seperti ini (menerima kebenaran secara apa adanya yang bertentangan dengan persepsi di kehidupan sehari-hari) pada beberapa orang menimbulkan “lubang” (kekosongan, missing link dengan perbandingan di dalam kehidupan sehari-hari) di dalam perasaan, seolah-olah tidak masuk akal, janggal dst.

Sekali lagi, beranikah anda menerima kebenaran ketika ia hadir, walaupun anda merasa ada keanehan dengan yang dialami sehari-hari ? Dan beranikah anda tidak bersepakat tentang suatu kebenaran bukan karena kebenaran tersebut dirasa janggal tidak sesuai dengan pengalaman sehari-hari, tetapi karena anda memang belum paham atau mengakui sebagai ketidakbenaran lalu bersedia berdiskusi lebih lanjut ?

Jika suatu kebenaran disetujui di dalam pemikiran anda secara diam-diam oleh penalaran anda, tetapi segera setelah diperbandingkan dengan kebiasaan anda di dalam mempersepsi kehidupan sehari-hari menganggapnya sebagai kejanggalan, maka sebenarnya anda telah tidak bersikap logis. Mengapa ? Ini berarti anda mengharuskan adanya pembuktian di dalam kehidupan sehari-hari, yang berarti untuk setiap prinsip kebenaran di dalam penalaran juga harus terbukti di dalam kehidupan sehari-hari, dan juga berarti harus terbukti di segala penjuru semesta (atau jika anda setuju kebenaran terbukti hanya di kehidupan sehari-hari, maka anda sama saja berpegang kepada probabilitas yang kemungkinannya di tempat lain yang tidak pernah dapat anda kunjungi dapat merubah nilai kepastiannya). Oleh karenanya hanya ada pilihan untuk menerima suatu kebenaran yang axiomatis sebagai memang benar sejauh memang benar walaupun penilaian berdasarkan pengalaman anda dirasakan janggal, maka kebenaran axiomatislah yang menang.

Segera setelah suatu kebenaran axiomatis diketahui, maka ia tidak akan pernah bertentangan dengan kebenaran axiomatis lainnya bahkan juga tidak bertentangan dengan kenyataan empirik yang bagaimanapun. Kegagalan di dalam hal ini, hanyalah dikarenakan kesalahan di dalam memahami sesuatu sebagai merupakan kebenaran axiomatis padahal bukan. Subyektif di dalam menguji kebenaran axiomatis ? Saya terima, dan sepakatkah anda terhadap kebenaran axiomatis yang saya jelaskan disini ? Ya atau tidak ? Saya terima juga. Akhirnya kita hanya berusaha untuk bersepakat, dan setelah diperoleh kesepakatan, maka ditindaklanjuti secara berbeda. Sepakat atau tidak, subyektif atau tidak, paling tidak kita telah berusaha sebaik mungkin.

Sampai disini, dapatkah anda berani menerima kebenaran ? Masih panjang perjalanan, dan ini hanya satu tahap untuk disepakati dan berlanjut ke tahap lainnya, atau tidak bersepakat dan kembali kepada awal pencarian.

Kurang lebih demikian. Smile

Argumentasi ini pernah saya muat di Kaskus Argumentasi 1 & Argumentasi 2 . Atau jika ingin mengikuti dari awal diskusi, anda dapat menuju link ini Kaskus.

Terima kasih, semoga bermanfaat. :)
 
Last edited:
Back
Top