Kumpulan Artikel

Status
Not open for further replies.

nurcahyo

New member
Kualitas Terumbu Karang Indonesia turun hingga 50 persen

Kualitas Terumbu Karang Indonesia turun hingga 50 persen


Selama 50 tahun terakhir, kualitas Terumbu Karang (Coral Reef) Indonesia telah turun hingga 50 persen. Penurunan ini meningkat dari sebelumnya yang 10 persen. Antara tahun 1989-2000, Terumbu Karang dengan tutupan Karang hidup sebesar 50 persen telah menurun dari 36 persen menjadi 29 persen. Demikian disampaikan Silvianita Timotius, Direktur Terangi, saat ditemui reporter beritabumi.or.id di kantornya (Jakarta), Senin (13/11).

Menurutnya, Terumbu Karang di bagian barat Indonesia menghadapi ancaman terbesar. Hal ini berhubungan dengan tingkat pembangunan yang tinggi dan populasi penduduk yang padat di daerah tersebut.

Abrasi pantai merupakan salah satu dampak dari kerusakan Terumbu Karang. Selain itu menyebabkan kerusakan Karang dalam luasan yang cukup besar.

Untuk merehabilitasi Terumbu Karang butuh waktu yang cukup lama. Berbagai upaya untuk melakukan rehabilitasi Terumbu Karang telah dilakukan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun Organisasi non Pemerintah (Ornop). Seperti teknik transplantasi yang dilakukan 40 KK nelayan Karya Segara di Bali untuk melakukan rehabilitasi Terumbu Karang.

Upaya yang perlu ditekankan guna menekan laju kerusakan Terumbu Karang adalah pengentasan kemiskinan, mata pencaharian alternatif, perbaikan pemerintahan, dan peningkatan kepedulian masyarakat akan nilai Terumbu Karang dan perikanan serta ancaman yang dihadapi keduanya.

"Pendidikan kepada masyarakat berguna untuk mengubah pola pikir akan arti penting Terumbu Karang bagi kehidupan," ujar Silvianita.

Terumbu Karang berfungsi sebagai pelindung pantai dan juga tempat bagi berbagai jenis ikan mencari makan. Selain itu Terumbu Karang juga mendukung pertumbuhan Mangrove dan Lamun, menyediakan habitat tempat berlindung yang sangat penting untuk keanekaragaman jenis biota laut dan mencegah terjadinya erosi pantai.

Dijelaskannya bahwa saat ini kondisi Terumbu Karang banyak mengalami kerusakan. Faktor terjadinya kerusakan Terumbu Karang di Indonesia disebabkan oleh alam maupun aktivitas manusia.

"Di Indonesia kerusakan Terumbu Karang lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia," katanya.

Secara umum ada dua faktor terjadinya kerusakan Terumbu Karang di Indonesia yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Pertama adalah pengambilan ikan secara berlebih dan yang kedua adalah pengambilan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan.

"Pengambilan ikan dengan menggunakan bom dan sianida masih sering terjadi di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan kondisi Terumbu Karang di Indonesia terancam," tegasnya.

Dia menerangkan bahwa persentase ancaman akibat penangkapan ikan secara berlebih dapat mencapai 64 persen dari luas keseluruhan, dan mencapai 53 persen akibat penangkapan ikan dengan metode yang merusak.

Sementara menurut estimasi Proyek Terumbu Karang Yang Terancam di Asia Tenggara (TKTAT), luas Terumbu Karang di Indonesia sekitar 51.000 km2. Angka ini belum mencakup Terumbu Karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau yang berada di perairan agak dalam.

"Jika estimasi ini akurat, maka 51 persen terumbu karang di Asia Tenggara, dan 18 persen Terumbu Karang di dunia, berada di perairan Indonesia," ujar Silvianita.
 
Pencurian ikan oleh kapal asing rugikan Indonesia sekitar Rp 30 triliun per tahu

Pencurian ikan oleh kapal asing rugikan Indonesia sekitar Rp 30 triliun per tahun



Menteri Kelautan dan Perikanan (DKP), Freddy Numberi, meminta semua pihak mendukung upaya pemberantasan pencurian ikan atau illegal fishing di perairan Indonesia. Pencurian ikan yang dilakukan kapal-kapal asing telah merugikan Indonesia sekitar Rp 30 triliun per tahun. Sedangkan, potensi perikanan tangkap Indonesia sendiri sekitar enam juta ton per tahun.

"Kapal-kapal asing itu dapat leluasa meraup kekayaan perikanan nusantara, karena dilengkapi mesin dan peralatan canggih, termasuk alat pemantauan dan pelacakan pergerakan ikan. Bahkan, bisa mendeteksi kapal petugas kita yang mendekat," kata Freddy Numberi, di Jakarta, Jumat (13/10).

Menurutnya, kapal asing akan terus merajalela, karena kebutuhan pasokan untuk industri pengolahan ikan di negaranya sangat besar. Misalnya, industri perikanan Thailand dan Filipina membutuhkan pasokan ikan yang sangat banyak dan rutin, karena mereka harus mengekspor ke mancanegara.

Walaupun hanya memiliki perairan jauh lebih kecil dari Indonesia, Thailand menjadi salah satu pengekspor ikan tuna kaleng terbesar di dunia. Demikian pula Filipina, banyak memiliki pabrik pengolahan ikan yang hampir semua bahan bakunya dipasok dari Indonesia.

"Padahal, izin usaha penangkapan ikan Filipina di perairan Indonesia sudah dihentikan sejak 15 Desember 2005, namun usaha perikanan mereka tetap berjalan mulus," tegas Freddy Numberi.

Di samping itu, memang memburu ikan di Indonesia sangat mudah, sebab lautannya terbentang luas dengan pengawasan sangat minimal. Kapal pengawas DKP hanya 16 unit dengan ukuran relatif kecil, tak sebanding dengan wilayah lautnya.

Proses hukum

Freddy Numberi menjelaskan, kapal-kapal ikan ilegal milik Filipina dan Thailand yang berhasil ditangkap hanya segelintir, tak sebanding dengan ratusan kapal lainnya, yang seolah berlomba meraup berjuta-juta ton ikan di perairan Indonesia.

"Kapal dan awaknya yang ditangkap kerap tak jelas kelanjutannya, karena proses hukum dan peradilan di Indonesia belum berjalan dengan baik," kata dia.

Sebenarnya, menurut Numberi, kapal-kapal pengawas milik DKP dan TNI AL telah menangkap ratusan kapal ikan asing ilegal. Namun, diakuinya, masih banyak kapal yang tidak bisa ditangkap dan ratusan ribu ton ikan hasil tangkapan ilegal dibawa ke luar negeri, tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Sehingga sulit didata berapa pastinya ikan yang dicuri.

"Mereka harus tunduk kepada hukum Indonesia. Jika melanggar, harus ditangkap dan diadili dan kapal-kapal disita, lalu dilelang. Masalahnya pengadilan berjalan lamban dan kapal-kapal itu tidak segera dilelang," ujar Freddy.

Untuk itu, dia berencana, salah satu upaya untuk mempercepat proses peradilan adalah membentuk peradilan khusus yang menangani perkara pelanggaran di sektor perikanan, yakni dengan menetapkan hakim khusus dan ad hoc. Dia berharap, para hakim itu nantinya bisa memberikan hukuman yang maksimal kepada para pelaku illegal fishing, termasuk bekingnya.

"Selain itu, sedang diupayakan pemberian insentif, kepada mereka yang terlibat dalam pemberantasan illegal fishing. Besarnya insentif, direncanakan 50 persen dari nilai kapal yang disita setelah dilelang," tuturnya.

Kebijakan pemerintah

Untuk mendorong perkembangan industri perikanan di Indonesia, DKP mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No.17/2006 tentang Usaha Perikanan Tangkap yang berlaku mulai 27 Juli 2006.

Dalam Permen disebutkan, perusahaan asing yang akan melakukan usaha penangkapan ikan di perairan Indonesia, wajib mengembangkan investasi usaha pengolahan ikan dengan membangun industrinya di Indonesia.

Peraturan itu sekaligus sebagai pelaksanaan kebijakan DKP yang menghentikan kerja sama usaha penangkapan ikan dengan pihak asing di perairan Indonesia. Kerja sama usaha penangkapan dengan Filipina, telah dihentikan Desember 2005. Menyusul September 2006 dengan Thailand dan direncanakan Juli 2007 dengan Cina.

"Selama ini, kapal ikan milik asing yang diberi izin sekitar 700 unit dan umumnya berbobot 100 GT ke atas, tetapi yang ilegal diperkirakan mencapai 2.000 unit," jelas Freddy.

Alasan lahirnya kebijakan itu, antara lain untuk memperketat pengawasan dan pengambilan ikan, agar tidak terjadi over fishing dan berkurangnya sumber daya perikanan yang diperkirakan akan melanda dunia pada 2030.

Freddy Numberi mengemukakan, melalui pengembangan industri pengolahan di dalam negeri akan terjadi peningkatan nilai tambah produk perikanan Indonesia dengan target investasi asing sekitar UU$ 300 juta. Kegiatan ini akan membuka banyak lapangan pekerjaan.

Dia optimis, pada tahun 2009, lebih dari 10 juta tenaga kerja bisa tertampung di sektor perikanan. Menurutnya, jika satu orang tenaga kerja menghidupi lima orang anggota keluarga, maka sektor perikanan dapat menghidupi sekitar 50 juta warga Indonesia.

"Target penyerapan tenaga kerja sebesar itu, akan terpenuhi bila industri perikanan bisa berjalan dengan baik. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan semua pihak," minta dia.
 
Ada 1.200 jenis ikan dan 600 jenis karang hidup di Kepala Burung Papua

Ada 1.200 jenis ikan dan 600 jenis karang hidup di Kepala Burung Papua



Penelitian tim penilai potensi konservasi keanekaragaman hayati yang dibentuk Departemen Kehutanan bersama beberapa lembaga, mencatat sedikitnya ada 1.200 jenis ikan dan 600 jenis karang hidup di Teluk Cendrawasih, Fak-Fak, Kaimana (perairan Kepala Burung Papua).

Hasil penelitian yang dilakukan pada Februari dan dilanjutkan pada April hingga Mei ini menunjukkan bahwa ada sekitar 75 persen spesies karang yang telah dikenal di dunia, ditemukan di bentang laut yang luasnya sekitar 18 juta hektar ini.

Dari jumlah temuan tersebut, lebih dari 50 jenis diantaranya belum teridentifikasi dan masih baru bagi dunia ilmu pengetahuan. Beberapa hidupan laut yang baru bagi dunia ilmu pengetahuan itu terdiri dari ikan, udang mantis (stomatopoda) dan karang. Wilayah ini juga merupakan lokasi bertelur penyu belimbing (Dermochelys coriacea) yang terbesar di laut Pasifik, tempat perpindahan berbagai jenis paus (Sperm whale atau Physeter macrocephalus, Bryde whale atau Balaenoptera bryde dan Orca atau Orcanus orca), serta beberapa spesies lumba-lumba.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa perairan Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak, Kaimana, mempunyai potensi keanekaragaman hayati yang unik dan khas yang harus dilindungi. Selain itu merupakan wilayah pemasok utama sumber hidupan laut, seperti larva ikan dan karang, bagi wilayah Indonesia bagian timur dan kawasan Indo-Pasifik secara umum.

"Dan tidak lupa bahwa terumbu karang di Papua juga membutuhkan perhatian khusus untuk dilindungi dari berbagai bentuk usaha perikanan yang tidak berkelanjutan dan ancaman lainnya sehingga dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal," kata Ahmad Fauzi sebagai Kepala Pusat Informasi Kehutanan, saat memaparkan hasil penelitian tim, di Jakarta, 20 September 2006.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa perairan Kepala Burung Papua, mulai dari Teluk Cendrawasih di timur, Raja Ampat di barat dan Fak-Fak, Kaimana di selatan, merupakan wilayah yang perlu dikelola secara berkelanjutan.

Menurut Fauzi, wilayah bentang laut yang telah dikonservasi dalam berbagai bentuk perlindungan alam kurang lebih 11 persen. Yang terbesar adalah Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Untuk itu, Departemen Kehutanan dan pihak-pihak terkait lainnya harus segera mengambil tindakan mempertahankan integritas DAS di sekitar taman nasional.

Terlebih lagi, perambahan hutan yang sangat marak dan kegiatan pertambangan yang menyebabkan erosi dan sedimentasi, dapat merusak terumbu karang (Coral) dan perikanan di sekitar wilayah ini.

Kegiatan penelitian ini merupakan kelanjutan dari kegiatan sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2001 di Raja Ampat, Irian Jaya Barat, tahun 2001. Pihak-pihak yang membentuk tim penilai atau peneliti tersebut berharap, hasil penelitian ini dapat melengkapi data yang terkumpul pada kegiatan sebelumnya.

Tim yang dibentuk untuk melakukan penilaian potensi konservasi keaneragaman hayati itu terdiri dari para ahli di berbagai bidang. Mereka antara lain adalah pakar ikan, karang, udang mantis, terumbu karang, konektivitas genetis, populasi laut, penyu, pariwisata bahari, perikanan, dan sosial. Tim ini diketuai oleh Dr. Mark Erdmann (Senior Advisor Program Kelautan CI Indonesia).

Sedangkan yang membentuk tim sejak Februari 2006 silam adalah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Conservastion International (CI) Indonesia, Universitas Negeri Papua (UNIPA), Balai TN Cendrawasih, BKSDA Papua II dan WWF Indonesia.

Diakui dunia

Kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia sudah diakui oleh dunia internasional. Setidaknya 16 persen flora dan fauna dunia ada di Indonesia. Selain itu, menurut World Conservation Institute, alam Indonesia dihuni setidaknya oleh 2.904 spesies mamalia, 1.519 spesies burung, 270 spesies amfibi, 600 spesies reptilia dan 600 spesies terumbu karang.

Jumlah tersebut akan bertambah, mengingat masih banyak yang belum teridentifikasi. Dengan kawasan hutan yang luas dan tersebar di seluruh nusantara dari pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, maka tentunya masih banyak kekayaan alam Indonesia yang belum tercatat dan diketahui baik oleh Indonesia sendiri maupun oleh dunia internasional.
 
Laut sebagai penampung ataukah sumber karbon

Laut sebagai penampung ataukah sumber karbon



Pantauan laut NASA

Proyek NASA?s SeaWiFS (Sea-viewing Wide Field-of View Sensor) (SeaWiFS) telah memantau lautan selama 24 jam setiap hari sejak September 1997. Hasilnya, data kuantitatif status biologi laut secara global melalui penginderaan warna jarak jauh.

Warna di sebagian besar lautan bermacam-macam dengan konsentrasi klorofil dan pigmen tanaman lain bagian dari fitoplankton, pigmen tanaman terbesar, penyebab warna hijau air. Dengan sensor orbit per kilometer persegi lautan tak berawan setiap 48 jam, data warna lautan yang ditangkap satelit dapat untuk menentukan kelimpahan hidupan laut dan memperkirakan peran lautan dalam perubahan iklim.

Satu pertanyaan penting proyek SeaWiFS yang ingin dijawab adalah apakah lautan merupakan sumber karbon yang menambah karbondioksida ke atmosfer atau sebagai penampung pencucian karbon yang dipindahkan dari atmosfer. Hal ini penting untuk memantau perubahan iklim dan pengambilan langkah yang tepat.

Pertukaran karbon aktif dan pasif

Karbondioksida di atmosfer dapat terlarut di air. Terlebih kawasan lautan yang lebih dingin dan bergolak yang cenderung menyerap karbondioksida. Sebaliknya, kawasan yang lebih hangat dan kurang bergolak melepaskannya, karena karbondioksida kurang dapat larut di air hangat daripada di air dingin. Di awal 1990, lautan diperkirakan menjadi jaringan penampung karbon. Di lautan Atlantik Utara 60 persen karbondioksida terserap oleh lautan, dimana berjumlah sekitar 2 Gt setiap tahun.

Pelepasan karbondioksida dalam keadaan pasif tidak penting. Tetapi karbondioksida dalam keadaan aktif oleh fotosintesis fitoplankton dan pelepasan aktif pernafasan semua komunitas organisme laut, berjumlah sekitar 100 Gt setiap tahun.

Fitoplankton berisi algae hijau mikroskopik yang tumbuh dalam jumlah sangat besar di lapisan permukaan lautan, sebagai penyedia makanan terbesar dalam rantai makanan laut. Populasi fitoplankton yang sedang berkembang akan cenderung lebih menggerakkan karbondioksida melalui fotosintesis daripada yang dihasilkan melalui pernafasan oleh semua komunitas (fitoplankton dengan zooplankton dan organisme hidup lain di lapisan permukaan). Dalam hal ini semua lautan bekerja sebagai penampung karbon yang efektif.

Sebaliknya, jika pernafasan komunitas melebihi fotosintesis, karbon yang dihasilkan lebih banyak daripada yang diikat. Dalam hal ini lautan menjadi sumber karbon.

Pantauan bagaimana plankton di lautan bekerja, menjadi sangat penting untuk memperkirakan iklim dan perubahan iklim.

Atlantik Timur Laut sebagai sumber karbon

Ilmuwan di beberapa universitas Spanyol menggunakan data penjelajahan antara 1991-2000 di subtropikal Atlantik Timur Laut untuk menghitung produksi primer kotor fotosintesis dan pernafasan. Mereka menemukan 2 sampai tiga dari 33 stasiun penyelidikan menunjukkan perbandingan pernafasan lebih besar daripada fotosintesis. Artinya fitoplankton tidak cukup cepat mengikat karbondioksida, dan lautan atau pada akhirnya lautan Atlantik Timur Laut dapat menjadi sumber karbon daripada penampung karbon.

Dalam fotosintesis, karbondioksida dan air bergabung membentuk gula (karbohidrat) dengan evolusi oksigen. Sebaliknya, oksigen diperlukan untuk mengoksidasi gula kembali menjadi karbondioksida dan air dalam pernafasan. Jadi cara yang baik untuk memperkirakan perbandingan fotosintesis dan pernafasan adalah mengukur produksi oksigen (di tempat terang) dan yang dikonsumsi (di tempat gelap).

Para peneliti menemukan bahwa masing-masing fotosintesis di semua stasiun lautan Atlantik Timur Laut adalah 2.600 + 271 mg O2/m2/day, dengan masing-masing pernafasan komunitas 3.821 + 276 mg O2/m2/day. Jelasnya, rasio pernafasan jauh lebih besar dari fotosintesis. Fakta tambahan menunjukkan bahwa pada periode setahun, pernafasan tetap melebihi produksi kotor.

Studi dipusatkan pada kolom air dari kedalaman dimana satu persen cahaya menembus permukaan lautan dengan cahaya penuh, dan tidak termasuk pernafasan organisme hidup dalam kedalaman lebih besar, dimana fotosintesis tidak berlangsung. Jika dimasukkan, maka defisit produksi kotor akan lebih besar. Ilmuwan memperkirakan 0,5 Gt karbon dilepaskan setiap tahun hanya oleh komunitas plankton yang menutupi 5,26 juta kilometer persegi subtropikal Atlantik Timur Laut.

Fakta lain lebih jelas mengindikasikan bahwa penambahan karbondioksida dalam atmosfer dan pemanasan global mengurangi kondisi pertumbuhan fitoplankton. Hal ini berpotensi memusnahkan biota laut yang paling dasar dan memperburuk pemanasan global.
 
Selamatkan puspa dan satwa dengan mewujudkan hutan lestari

Selamatkan puspa dan satwa dengan mewujudkan hutan lestari



Tindakan nyata dalam menyelamatkan puspa dan satwa (flora dan fauna) secara tidak langsung adalah dengan mewujudkan hutan lestari sebagai habitatnya. Namun kondisi hutan Indonesia sudah rawan karena tidak mengindahkannya. Demikian ungkap Rachmat Witolear seusai peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (7/11).

"Kalau ada kegentingan seperti endengered species, ya hilang beneran. Tidak akan balik lagi kecuali menunggu evolusi yang lama. Mungkin hingga 1000 tahun," tegasnya.

Hal itu terjadi karena keserakahan manusia yang mementingkan ekonomi dengan mentelantarkan hutan. Seperti kegiatan mengkonversi lahan, illegal logging dan perdagangan ilegal satwa liar. "Padahal satu pohon banyak diversitasnya (keanekaragaman hayatinya). Apalagi seribu pohon," ungkap Witoelar.

Sementara itu dalam sambutan memperingati HCPSN di kantornya itu, Wakil Presiden Yusuf Kalla menyatakan bahwa perlu adanya keseimbangan antara manusia, puspa dan satwa. Menurutnya di atas bumi ini hanya terdiri dari puspa, satwa dan manusia.

"Dapat kita bayangkan bagaimana bila tidak ada keduanya. Kita akan kesepian luar biasa," ungkap Kalla.

Untuk itu dia meminta semua pihak, selain memperingati juga perlu mencintai dan memelihara flora dan fauna seperti pada diri sendiri. Dengan adanya tumbuhan atau flora atau puspa, maka bencana alam seperti banjir dan kekeringan yang sering terjadi bisa dihindari. Itu karena di saat musim hujan tumbuhan itu bisa berfungsi menahan air dan saat kemarau simpanan air dapat mencukupi kebutuhan air sehingga tidak menimbulkan kekeringan.

"Namun kerusakan lingkungan menyebabkan tumbuhan tidak bisa berfungsi dengan baik. Sehingga bencana banjir dan kekeringan pun sering terjadi," tegasnya.

Sedangkan untuk memelihara flora dan fauna perlu partisipasi semua pihak termasuk masyarakat dan pemerintah daerah selain para pecinta dan penggiat lingkungan yang mendapat penghargaan. Para penerima penghargaan berupa Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan berupa Kalpataru karena dalam sepuluh tahun terakhir aktif dalam melestarikan lingkungan hidup dan pemerhati lingkungan berjumlah delapan.

Diantaranya I Wayan Widastra (Ketua Kelompok Deswa Adat Trikayangan) sebagai pelestari hutan adat dari Banjar Dinas Belantibah, Desa Blimbing, Kec. Pupuan, Kab. Tabanan, Provinsi Bali, Ir. H. SH. Miratul Mukminin, MM., (Pimpinan Pondok Pesantren Sabi?lil Muttaqin) sebagai penyuluh lingkungan melalui dakwah serta mengembangkan pertanian organik, perkebunan dan peternakan di Kel. Takeran, kec. Takeran, Kab. Magetan, Provinsi Jawa Timur dan Ismid Hadad, MPA (Direktur Eksekutif Yayasan Kehati) yang aktif memperkenalkan program-program konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia dan Internasional.

Peringatan HCPSN Tahun 2006 yang tepatnya jatuh pada tanggal 5 November, bertema ?Selamatkan Puspa dan Satwa sebagai Cermin Budaya Bangsa. Diharapkan tema tersebut dapat menyadarkan semua orang agar bersama-sama meningkatkan upaya penyelamatan kekayaan puspa dan satwa dari ancaman kepunahan sehingga dapat mendukung kesejahteraan masyarakat.

Indonesia yang beriklim tropis dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati puspa dan satwa yang sangat beanekaragam, sehingga dijuluki sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia (mega center biodiversity). Namun sayangnya, kesadaran untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati puspa dan satwa sangatlah rendah. Akibatnya terjadi kemerosotan jumlah dan kualitas puspa dan satwa yang memprihatinkan di Indonesia.
 
Burung-burung di kawasan Gunung Merapi kian terancam

Burung-burung di kawasan Gunung Merapi kian terancam



Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Yayasan Kutilang Indonesia (YKI), beberapa jenis burung raptor yang ada di kawasan Gunung Merapi populasinya semakin menurun. Untuk jenis burung elang misalnya, Elang Jawa tinggal 3 ekor (2 betina, 1 jantan) dan Elang Hitam tinggal kurang lebih 9 ekor. Ada juga jenis yang lain seperti Elang Ular Bido dan Elang Brontok.

Swiss Winasis, bagian pengembangan program Yayasan Kutilang Indonesia (YKI), mengatakan hal ini kepada beritabumi, Rabu sore (8/11) melalui sambungan telepon seluler.

Pihaknya juga telah beberapa kali memantau keberadaan burung-burung ini paska letusan gunung Merapi. "Dari pantauan kami, burung-burung tersebut berkumpul di tempat yang tidak terkena letusan. Selain itu, karena kurangnya pakan di alam, burung elang ini memangsa ayam warga sekitar. Ini diketahui karena banyak warga yang mengaku kehilangan ayam-ayamnya karena dimangsa burung elang itu," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa YKI juga melakukan pemantauan terhadap aktivitas migrasi burung yang melewati kawasan Gunung Merapi. Berdasarkan pemantauan tersebut, diketahui beberapa jenis burung berkunjung ke Merapi setiap musim migrasi. Jenis burung itu antara lain Elang-alap Cina (Accipiter soloensi), Elang-alap Nipon ( Agularis), dan Sikep-madu Asia (Pernis ptylorhincus).

Ketika ditanyakan ancaman terhadap keberadaan burung-burung di Merapi, Swiss mengatakan ancaman tersebut antara lain kekurangan pakan karena banyak hutan yang rusak akibat letusan gunung Merapi sehingga kompetisi semakin ketat. Juga akibat perkawinan inbreeding (perkawinan antara keluarga-keluarga dekat atau sedarah, sehingga mengakibatkan kualitas peranakannya menurun, red).

Di samping itu, praktik perburuan liar terutama untuk jenis Elang Hitam menjadi ancaman serius terhadap kelangsungan hidup burung ini. Perburuan dimungkinkan karena di pasaran burung jenis ini harganya cukup mahal, mencapai kisaran ratusan ribu rupiah.

Dalam melakukan pengamatan, monitoring, dan penyelamatan, YKI melibatkan berbagai instansi seperti mahasiswa, pengamat burung, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), masyarakat lokal, dan masyarakat umum. "Bahkan ketika Merapi berstatus siaga, kita terus melakukan monitoring," ujarnya.

Selain itu, untuk memperlancar kegiatannya, sejak dua tahun lalu YKI telah membentuk ?pasukan khusus? yang diberi nama Jogja Bird Rescue (JBR). JBR ini sengaja dibentuk untuk menyelamatkan burung elang dari pencurian para pemburu. JBR hingga kini masih terus berjalan dan menjalankan tugasnya sebagai penyelamat burung di kawasan Gunung Merapi.

Flora dan Fauna Merapi

Berdasarkan data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta, kawasan Gunung Merapi memiliki keanekaragaman hayati yang cukup banyak. Untuk jenis flora, di kawasan tersebut setidaknya terdapat kurang lebih 72 jenis. Pada hutan primernya didominasi oleh jenis Serangan (Castanopsis argentia), dan pada hutan sekunder dan hutan tanaman didominasi oleh jenis Puspa (Schima walicii) dan Pinus (Pinus merkusi). Disamping itu, pada kawasan hutan ini dijumpai jenis Anggrek endemik dan langka, yaitu Vanda tricolor.

Jenis anggrek yang ada di kawasan ini tidak kurang dari 47 jenis, antara lain Dendrobium saggitatum, D. crumenatum, Eria retusa, Oboronia similis, dan Spathoglottis plicata. Jenis-jenis lainnya, antara lain Acacia decurens, Bambusa spp, Albizia spp, Euphatorium inufolium, Lithocarpus elegans, Leucena galuca, L. leucoocephla, Hibiscus tiliaceus, Arthocarpus integra, Casuarina sp, Syzygium aromaticum, Melia azadirachta, Erytrina variegata, dan Ficus alba.

Disamping itu terdapat jenis tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan mereka, yaitu jenis Rumput, Imperata cylindrica, Panicum reptans, Antraxon typicus dan Pogonatherum paniceum.

Sedangkan dari jenis fauna mencakup mamalia, reptil dan burung. Untuk jenis mamalia diantaranya adalah Macan Tutul (Panthera pardus), Kucing Besar (Felis sp), Musang (Paradoxurus hermaprodus), Bajing (Laricus insignis), Bajing Kelapa (Colosciurus notatusi), Kera Ekor Panjang (Macaca fascilcularis), Lutung Kelabu (Presbytis fredericae), Babi Hutan (Sus scrofa vittatus), Kijang (Muntiacus muntjak), dan Rusa (Cervus timorensis).

Berdasarkan hasil inventarisasi tahun 2001 diketahui ada 99 jenis burung. Beberapa diantaranya memiliki status endemik, yaitu jenis burung yang memiliki sebaran terbatas, antara lain Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides), Burung Madu Jawa (Aethopyga mystacalis), Burung Madu Gunung (A. Eximia), Cabai Gunung (Dicaeum sanguinolenium), Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris), Gemak (Turnix silvatica) dan Serindit Jawa (Loriculus pusilus).

Dan beberapa jenis lainnya, seperti Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), Jalak Suren (Strurnus contra), Betet (Psittacula alexandri), Alap-Alap Macan (Falco severus) , Elang Bido (Spilornis cheela), dan Walet Gunung (Collocalia volcanorum). Adapun untuk jenis reptil antara lain Ular Sowo (Dytas coros), Ular Gadung (Trimeresurus albobabris) dan Bunglon (Goneocephalus sp).
 
Peningkatan emisi karbondioksida mengancam kehidupan di laut

Peningkatan emisi karbondioksida mengancam kehidupan di laut


Pengeluaran (emisi) karbondioksida dari pembakaran energi fosil telah mengubah secara dramatis kandungan kimia lautan dan mengancam organisme laut, termasuk karang yang menghasilkan bangunan kerangka dan mendukung kehidupan keanekaragaman hayati lautan.

Laporan yang dikeluarkan 5 Juli lalu melalui situs National Science Foundation (NSF) ini, menunjukkan adanya peningkatan efek karbondioksida atmosfer pada organisme yang berperan dalam proses pengerasan oleh kapur di laut dan merekomendasikan penelitian selanjutnya untuk menentukan luasnya efek tersebut.

"Ini jelas bahwa kandungan air laut akan berubah di masa yang akan datang dan akan mengubah kehidupan laut," kata Joan Kleypas, sebagai ketua penulis laporan ini dan ilmuwan di Pusat Nasional Penelitian Atmosfer (National Center for Atmospheric Research) di Boulder, Colo.

"Kami hanya mulai memahami interaksi komplek antara perubahan kandungan kimia skala luas dan ekologi laut," kata Kleypas. "Ini penting untuk membentuk penelitian strategis yang lebih baik guna mengetahui kerentanan organisme laut yang rentan terhadap perubahan itu dalam jangka panjang."

Laporan berjudul Impacs of Ocean Acidification on Coral Reefs and Other Marine Calcifers tersebut, didanai oleh Lembaga Dana Ilmu Pengetahuan Nasional (National Science Foundation atau NSF) dan Lembaga Administrasi Lautan dan Atmosfer (Natinal Oceanic and Atmosferic Administration) dengan workshop diadakan oleh Pusat Ilmu Pengetahuan Kesatuan Survei Geologi AS (U.S. Geological Survey?s Integrated Science Center) di St. Petersburg, Fla.

"Peningkatan karbondioksida di atmosfer telah menimbulkan efek pada lautan dan menyebabkan peningkatan keasaman," kata Phil Taylor, Directur Program Biologi Laut NSF yang mendanai laporan ini. "Peningkatan keasaman ini berpotensi mengganggu proses pengerasan kapur yang membentuk terumbu karang, salah satunya mengganggu proses serupa pada plankton mikroskopis yang membentuk pusat rantai makanan laut."

Lautan secara alami bersifat alkali dan diharapkan tetap demikian, namun interaksi dengan karbondioksida telah membuatnya lebih asam. Peningkatan keasaman dapat menurunkan kandungan karbonat di air laut, pembentuk kalsium karbonat yang digunakan organisme laut untuk membangun kerangka dan menciptakan terumbu karang. Ini berarti organisme akan tumbuh lebih lambat atau kerangka mereka akan menjadi kurang padat, seperti osteoporosis pada manusia. Sebagai hasilnya terumbu terancam karena mungkin karang tidak dapat membangunnya secepat erosi yang mengenainya.

"Ancaman ini menyerang terumbu karang di waktu yang sama dimana mereka terserang oleh pemanasan yang menyebabkan pemutihan (bleaching) secara besar-besaran," kata Chris Langdon dari University of Miami, sebagai salah satu penulis laporan. Pemutihan karang besar-besaran terjadi ketika temperatur panas tidak biasa menyebabkan karang mengeluarkan algae mikroskopis yang menyediakan makanan bagi polip karang.

"Hal inilah yang telah menimbulkan perubahan yang dramatis besar pada kandungan kimia laut 650.000 tahun lalu," kata Richard Feely, salah satu penulis dan ahli Oseanografi di Laboratorium Lingkungan Hidup Lautan Pasifik NOAA's (NOAA?s Pacific Marine Environmental Laboratory atau PMEL) di Seattle.

Beberapa organisme kapur termasuk plankton laut seperti pteropods, siput laut planktonik terpengaruh perubahan kandungan kimia. Kulit pteropods penting sebagai sumber makanan ikan salmon, mackerel, herring dan cod. Jika organisme kapur seperti pteropods tidak dapat melanjutkan populasinya, beberapa spesies lain akan terpengaruhi.

"Pengurangan kapur pada algae dan binatang laut mungkin berdampak pada rantai makanan laut yang substansial mengubah keanekaragaman hayati dan produktivitas laut," kata Victoria Fabry dari California State University di San Marcos, salah satu penulis laporan ini.

Beberapa ekosistem utama didukung oleh organisme yang mengeluarkan kalsium karbonat kulit yang mungkin terancam oleh proses keasaman laut. Ini termasuk terumbu air dingin, yang secara penuh menyediakan kebutuhan bagi sejumlah spesies ikan penting, khususnya di air laut Alaska.

Laporan ini menekankan penelitian yang akan datang untuk mengetahui konsekuensi dari perubahan iklim. Ketika ilmuwan tidak dapat memperkirakan secara lengkap berapa rasio pengerasan kapur di laut akan berubah di masa datang, laporan ini memperingatkan bahwa pertanyaan yang lebih kritis dijawab adalah: "Apa artinya bagi ketahanan organisme dan ekosistem yang akan datang?"
 
Taman kupu-kupu: hadirkan kupu-kupu di laboratorium alamiah

Taman kupu-kupu: hadirkan kupu-kupu di laboratorium alamiah



Berawal dari hobby dan kecintaan pada kupu-kupu, Herawati ingin menghadirkan kembali binatang berwarna warni itu di seputar lingkungannya. Keinginan itu mendorongnya melakukan upaya yang bermanfaat bagi konservasi kupu-kupu khususnya di Lampung, Sumatera.

"Saya merasa selama ini banyak yang tidak peduli dengan kupu-kupu," ungkap Herawaty di Jakarta, Mei lalu.

Menurutnya kupu-kupu terancam punah, antara lain akibat alih fungsi lahan hutan. Peningkatan kegiatan tersebut mengakibatkan keanekaragaman spesies pakan larva kupu-kupu yang sebagian besar tumbuhan liar baik berupa pohon, semak maupun rumput menjadi berkurang, langka ataupun punah.

"Mengingat pentingnya keberadaan kupu-kupu di dalam kehidupan kita maka diperlukan upaya konservasi kupu-kupu dan menghadirkan kembali kupu-kupu disekitar kita," ungkapnya lagi.

Bersama Yayasan Sahabat Alam (YSA) Lampung, Herawati memulai kegiatan konservasi lingkungan dan keanekaragaman hayati sejak awal 1997. Salah satu kegiatan YSA adalah membuat Taman Kupu-kupu Gita Persada dengan tujuan melakukan konservasi kupu-kupu Sumatera. Upaya konservasi kupu-kupu dilakukan dengan cara penangkaran dan pelepaskan sebagian hasilnya ke alam bebas.

Upaya konservasi kupu-kupu oleh Yayasan Sahabat Alam Lampung diawali dengan mengidentifikasi spesies kupu-kupu yang terdapat di daerah Sumatera khususnya Lampung. Selain itu juga melakukan survei-survei untuk mencari tumbuhan inang bagi pakan larvanya.

Survei keanekaragaman kupu-kupu dilakukan di berbagai lokasi di Lampung, antara lain Tahura G. Betung Lampung, Way kanan, Lampung Barat, Pulau-pulau kecil di Teluk Lampung dan Taman Nasional Way Kambas.

Selanjutnya dilakukan pembuatan Taman Kupu-kupu Terbuka di atas lahan seluas lima hektar. Lokasinya di desa Tanjung Alo, Gunung Betung, Bandarlampung. Tujuannya untuk memperoleh mikro habitat yang sesuai bagi kehidupan kupu-kupu.

Hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan menanam beranekaragam tumbuhan berbunga penghasil nektar seperti: Soka, Lantana, Pagoda, Jarong, Kaliandra. Juga menanam beranekaragam tumbuhan inang bagi pakan larvanya seperti: Aristolochia tagala, Sirsak, Alpukat, Jeruk nipis, Clausena excavata, Ruku-ruku.

Ternyata dalam perkembangannya, masyarakat lampung makin mengenal Taman Kupu-Kupu Gita Persada tersebut. Bahkan masyarakat memanfaatkannya sebagai tempat pendidikan lingkungan. Jumlah pengunjung sekitar 1500 sampai 3000 orang per tahun. Diantara mereka adalah para pelajar dari TK sampai mahasiswa dan masyarakat umum. "Saya jadi berpikir, wah taman ini menjadi laboratorium alamiah," kata Herawati.

Mengenal kupu-kupu

Salah satu manfaat berkunjung ke Taman Kupu-Kupu Terbuka Gita Persada yang dikelola YSA Lampung adalah mengenal kupu-kupu. Beberapa dari 50 spesies kupu-kupu yang hadir dan berkembang biak di Taman Kupu-kupu Terbuka Gunung Betung yaitu Appias libythea, Doleschallia bisaltidae, Catopsilia Scylla, Precis Orithya, Hypolimnas bolina, Eurema sari, Danaus chrysippus dan Euploea core. Kupu-kupu mengalami metamorfosis sempurna. Meliputi 4 macam perubahan dalam siklus hidupnya yaitu: Telur - Larva - Pupa - Kupu-kupu.

Kupu-kupu meletakkan telur-telurnya di daun muda tumbuhan yang menjadi tumbuhan inangnya. Setiap spesies kupu-kupu memiliki larva yang hanya memakan daun spesies tumbuhan tertentu. Larva mengalami beberapa kali instar kemudian menjadi pupa (kepompong). Kemudian setelah beberapa waktu dari dalam kepompong muncullah seekor kupu-kupu.

Kupu-kupu terbang hilir mudik mencari bunga-bunga untuk menghisap madu. Kupu-kupu menghisap madu agar memperoleh energi untuk terbang dan melakukan reproduksi.

Di samping itu penguasaan teknik pembibitan tumbuhan pakan larva mendorong YSA pula melakukan pembibitan beraneka ragam tumbuhan lokal terutama tumbuhan berkayu atau berbuah. Asuransi tanpa premi untuk masyarakat desa di Lampung. Dengan konsep hutan ulayat untuk kesejahteraan masyarakat Lampung, menanami lahan kritis & batas-batas tanah dengan beraneka ragam tumbuhan berkayu atau berbuah dalam jumlah ekonomis (setiap jenis minimal 1000 batang/areal).
 
Keanekaragaman hayati dunia diambang kepunahan

Keanekaragaman hayati dunia diambang kepunahan



Data baru Serikat Konservasi Dunia (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources/IUCN) menunjukkan bahwa hilangnya keanekaragaman hayati dunia semakin meningkat. Dalam Daftar Merah Spesies Terancam Punah 2006 (Red List of Threatened Species 2006), IUCN mengumumkan bahwa 784 spesies flora dan fauna telah punah sejak tahun 1500, dan kini menyusul 65 spesies yang hanya mampu bertahan dalam keadaan ditangkap atau dipelihara.

Seperempat dari 40.177 spesies ditaksir sebagai terancam punah. Di tahun 2004, diantara spesies yang paling terancam adalah satu diantara delapan burung dan satu diantara empat mamalia. Data Merah yang sudah diperbaharui tersebut juga menambahkan satu diantara tiga amfibi dan seperempat pohon-pohon konnifer dunia.

Akhir-akir ini, ancaman seperti perubahan iklim semakin memperburuk keadaan spesies yang terancam punah. Beruang kutub (Ursus maritimus) misalnya, dapat menjadi salah satu korban terpenting akibat pemanasan global. Para ilmuwan memperkirakan bahwa spesies tersebut hingga tahun 2050 akan mengalami penurunan populasi hingga 30% dan Data Merahnya akan berubah tingkat statusnya menjadi Rentan.

"Dengan pemanasan global yang kini digabung dengan penyebab tradisional seperti merajalelanya hilangnya habitat dan dampak penyerbuan spesies, kami semakin kehilangan kehidupan dimuka bumi ini," tutur Russel A. Mittermeier, Presiden Conservation International (CI) dan Ketua Komisi Kelangsungan hidup Spesies Kelompok Primata IUCN. "Krisis kepunahan ini paling nyata terlihat di Amerika Selatan dan Tengah, dimana terjadi penggabungan dampak perubahan iklim dan penghancuran wabah baru yang telah menyebabkan hilangnya 130 spesies amfibi."

Dampak perubahan iklim juga merambah ke laut dan spesies yang berada di dalamnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Daftar Merah, IUCN menerbitkan hasil penaksiran regional yang komprehensif mengenai kelompok laut terpilih, termasuk hiu dan ikan pari. Dari 547 spesies yang terdaftar, 20% diantaranya terancam punah.

Permintaan yang tinggi akan makanan laut dan produk laut seperti minyak, menguras kandungan isi laut lebih cepat ketimbang reproduksi spesies seperti hiu peri (Squatina squatina) dan ikan pari (Dipturus batis) yang berada diambang kepunahan. Berdasarkan data IUCN tersebut, tumbuhan dan hewan tidak lebih aman di biomasa air tawar. Di Mediterania sendiri, dari 252 spesies ikan endemik air tawar, 56% nya berada dalam kondisi sangat terancam.

Data untuk konservasi

Menurut Mike Hoffman di Pusat Ilmu Keanekaragaman Hayati Terapan CI, Daftar Merah IUCN tersebut dikenal luas sebagai sumber data kepunahan yang dapat dipercaya ? "standar emas status ancaman global spesies." Bagaimanapun juga, data tersebut lebih baik ketimbang penemuan sederhana. Dalam prioritas rencana dan upaya perlindungan alam, para ilmuwan dan para pelindung alam di seluruh dunia bergantung pada data Daftar Merah tersebut.

"Segala sesuatu yang CI lakukan sangat tergantung pada Data Merah IUCN," kata Thomas Brooks, Kepala Departemen Sintesa Konservasi CABS. "Data tersebut merupakan dasar bagi kami dalam mengidentifikasi kawasan kunci keanekaragaman hayati, sebagaimana spesies yang membutuhkan tindakan konservasi baik di kawasan laut atau darat melalui koridor konservasi keanekaragaman hayati."

Berdasarkan hal tersebut, maka CI memiliki pegangan atas kualitas, kesesuaian dan kegunaan Daftar Merah tersebut. Sejak 2000, CI telah bekerjasama dengan IUCN, NatureServe dan Bird Life International, berkontribusi dalam bidang keuangan, teknis, dan bantuan sumberdaya manusia untuk menyokong proses penaksiran Daftar Merah. Dengan para mitranya, CI bermaksud meningkatkan lingkup dan ketepatan sumber serta memperlihatkan pola keanekaragaman hayati dan konservasi langsung.

Daftar Merah Spesies yang Terancam Punah 2006 dengan jelas memperlihatkan kecenderungan negatif keanekaragaman hayati, namun juga mencatat kesuksesan konservasi dalam memperbaiki beberapa spesies yang terancam punah. Elang ekor putih Eropa (Haliaeetus albicilla) misalnya, selama 1990-an populasinya meningkat dua kali lipat dan kini tingkatannya menjadi Kuatir Terakhir. Sama seperti di Australia, burung laut Abbott (Papasula abbotti) berangsur membaik dari dampak perusakan habitat dan penyerbuan spesies. IUCN menurunkan statusnya dari Terancam Punah dalam kondisi Gawat menjadi Terancam Punah.

"Contoh-contoh ini memperlihatkan bahwa pengukuran yang dilakukan berdasarkan perlindungan alam membuat adanya perubahan. Namun yang kami butuhkan adalah lebih dari itu," kata Achim Steiner, Direktur Jenderal IUCN. "Kesuksesan pembuatan dokumentasi kami adalah tidak hanya berdiri pasif menyingkap tragedi hilangnya keanekaragaman hayati dan punahnya spesies. IUCN bersama berbagai aktor lainnya dalam masyarakat konservasi global akan melanjutkan dukungan investasi yang lebih besar dalam keanekaragaman hayati dan memobilisasi koalisi baru di semua sektor masyarakat."
 
Ekosistem Perairan Kepulauan Seribu Terganggu oleh Pencemaran

Ekosistem Perairan Kepulauan Seribu Terganggu oleh Pencemaran


Perairan Taman Nasional Kepulauan Seribu lagi-lagi tercemar tumpahan minyak pada tanggal 19 Februari yang lalu. Sebelumnya, pencemaran perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu yang terletak di ibukota Negara Indonesia, Jakarta, sudah sering terjadi. Setidaknya dalam empat tahun terakhir, tercatat telah tujuh kali terjadi kasus pencemaran tumpahan minyak di wilayah yang sama.

Data Jatam menyebutkan bahwa sejak puluhan tahun yang lalu secara teratur perairan konservasi itu terkena pencemaran minyak. Bahkan sampai 2 (dua) kali setahun, yaitu antara bulan Desember-Januari dan antara bulan April-Mei.

Akumulasi puluhan tahun terjadinya pencemaran minyak di Taman Nasional Kepulauan Seribu, telah dapat dibuktikan dengan petunjuk dari Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) sebagai salah satu Indikator Kunci Lingkungan Hidup Laut. Petunjuk kunci yang menunjukkan rusaknya ekosistem Kepulauan Seribu, terjadi baru pertama kali pada tahun 2004 ini, yaitu bahwa rata-rata telur yang diperoleh dari Pulau Peteloran Timur berjumlah 4.363 butir, tetapi pada tahun 2004 ini hanya diperoleh 2.620 butir yang diantaranya 905 butir telur tidak berembrio, 110 butir telur berembrio mati, dan 4 ekor tukik terlahir cacat yang akhirnya mati.

Secara khusus, pencemaran minyak di Kepulauan Seribu telah berdampak dan berakibat nyata pada :

1. Gangguan ekosistem Kepulauan Seribu dalam jangka panjang secara bertahap, baik terumbu karang, padang lamun, mangrove, penyu, maupun biota laut lainnya, termasuk matinya jutaan Biota Laut Kecil di daerah pasang surut dan plankton-plankton. Secara khusus diinformaskan bahwa padang lamun dan mangrove merupakan komponen sangat penting pada ekosistem laut Kepulauan Seribu tetapi sangat rentan terhadap kerusakan dan sangat sulit dan mahal upaya pemulihannya.

2. Gangguan terhadap pengotoran jaring budidaya kelautan. Hal itu akan menurunkan produktivitas kelautan dan perikanan serta akan menurunkan minat bermatapencaharian budidaya kelautan. Sehingga masyarakat akan kembali pada mata pencaharian sebagai Nelayan Tangkap dan Nelayan Pengebom atau menggunakan potasium atau kalium sianida (KCN) yang akan merusak terumbu karang Kepulauan Seribu secara nyata.

3. Gangguan terhadap wisatawan bahari baik WISMAN maupun WISNU. Hal itu akan menurunkan minat berkunjung ke Kepulauan Seribu dan akan menghilangkan arti promosi-promosi yang telah dilakukan berbagai pihak.

Terkait langsung dengan pencemaran minyak 5 Oktober 2004, pada tanggal 10 Oktober 2004 jam 17.10 WIB, ditemukan biota laut dilindungi yang mati karena terkena tarball (zat yang terakndung dalam minyak). Yaitu seekor Lumba-Lumba Hidung Botol (Tursiops trucatus) dengan panjang 1,6 meter dan seekor Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dengan panjang kerapas 60 cm. Keduanya terdampar di Pulau Pramuka bagian Timur.

Selain itu, terjadi kematian ikan bandeng (Chanos chanos) sebagai ikan permukaan (pelagis) secara bertahap di Jaring Apung Gosong Pramuka. Yaitu mulai tanggal 8 Oktober 2004 jam 15.30 WIB sekitar 3.200 ekor, tanggal 9 Oktober 2004 sekitar 3.900 ekor, dan tanggal 10-12 Oktober rata sekitar 600 ekor, dan sampai sekarang masih terdapat puluhan ekor mati setiap harinya. Diperkirakan total kematian bandeng akan mencapai sepuluh ribuan ekor.

Sementara itu ancaman kerusakan yang serius dari aktivitas industri minyak dan gas (migas) yang beroperasi di sekitar perairan Taman Nasional masih menghantui. Bahkan di tahun 2004 saja Kepulauan Seribu sudah 6 kali tercemar minyak. Ironisnya hingga saat ini tidak jelas pihak mana yang bertanggung jawab. Sayangnya pemerintah tidak mampu menggungkap kasus ini dengan cepat.

(Baca juga Kepulauan Seribu Ekosistem Yang Khas dan Rapuh)
 
Kepulauan Seribu Ekosistem Yang Khas dan Rapuh

Kepulauan Seribu Ekosistem Yang Khas dan Rapuh


Kepulauan Seribu memiliki ekosistem yang khas dan unik. Gugusan pulau di laut Jawa, DKI Jakarta itu merupakan Ekosistem Pulau-Pulau Kecil dan Perairan Laut Dangkal. Terdiri dari gugus pulau sangat dan gosong, hamparan pasir dan karang, mangrove pulau kecil, terumbu karang pinggiran (fringing reef), padang lamun (seagrases), dan perairan laut dangkal di sekelilingnya.

Gugus kepulauan ini berjumlah 110 pulau dengan luas antara 200 M2 ? 50 Ha. Gosong besar dan kecil berjumlah sekitar 92 Gosong dengan hamparan pasir dan karang pada beberapa pulau yang mencapai luasan 150-215 hektar. Sedangkan kedalaman perairan lautnya rata-rata sekitar 20-40 meter yang tidak beraturan dan rumit untuk alur pelayaran. Letaknya pada lekukan atau sela antara pulau-pulau sangat kecil dengan hamparan karang berpasir yang sangat tidak beraturan dan rumit untuk alur pelayaran.

Perairan yang khas itu juga memiliki keragaman hayati Mangrove yang didominasi oleh Rhizophora macronata sebagai tumbuhan pioner dan khas di pulau kecil pada substrat pasir karang dan berlumpur sangat kurang. Disamping itu, juga terdapat padang lamun yang didominasi jenis Enhalus dan Thalasia berukuran kecil dan hidup pada substrat n pasir karang dan berlumpur sangat kurang.

Konservasi Laut

Ekosistem pulau-pulau kecil, perairan laut dangkal yang unik, khas dan rapuh itulah yang menjadi alasan kawasan Kepulauan Seribu dipilih sebagai kawasan Konservasi Laut pada tanggal 13 Juni 2004 melalui SK MENHUT Nomor 6310/Kpts-II/2002. Kawasan konservasi laut di Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta ini seluas 107.489 ha. Penetapannya juga disesuaikan dengan kriteria International Union for Conservation and Natural Resources (IUCN).

Kawasan TNL adalah Kawasan Perairan Laut sampai Batas Pasang Tertinggi dan daratan Pulau Penjaliran Barat dan Timur seluas 39,50 ha. Terdiri dari gugus pulau kecil dan gosong, hamparan pasir dan karang, mangrove pulau kecil, terumbu karang pinggiran (fringing reef), padang lamun (seagrases), dan perairan laut dangkal di sekelilingnya.

Zonasi

Sesuai dengan kondisi dan fungsi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, serta tujuan pengelolaannya, kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dibagi atas empat zona, yaitu Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata, dan Zona Permukiman.

1. Zona Inti Taman Nasional seluas 4.449 Ha.

Zona ini merupakan bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan mengalami perubahan apapun oleh aktivitas manusia.

Zona Inti I (1.389 Ha) meliputi perairan sekitar pulau Gosong Rengat dan Karang Rengat, yang merupakan perlindungan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata).

Zona Inti II (2.490 Ha) meliputi daratan dan perairan sekitar pulau Penjaliran Barat dan Penjaliran Timur, perairan sekitar pulau Peteloran Timur, Peteloran Barat, Buton, dan Gosong Penjaliran. Zona ini merupakan perlindungan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Ekosistem Terumbu Karang dan Ekosistem Hutan Mangrove.

Zona Inti III (570 Ha) meliputi perairan sekitar pulau Kayu Angin Bira, Belanda dan bagian utara pulau Bira Besar. Merupakan perlindungan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan Ekosistem Terumbu Karang.

2. Zona Perlindungan Taman Nasional seluas 26.284, 50 Ha.

Zona ini merupakan bagian kawasan taman nasional yang berfungsi sebagai penyangga Zona Inti Taman Nasional. Zona Perlindungan meliputi perairan sekitar pulau Dua Barat, Dua Timur, Jagung, Gosong Sebaru Besar, Rengit, dan Karang Mayang.

3. Zona Pemanfaatan Wisata Taman Nasional seluas 59.634,50 Ha.

Zona yang merupakan bagian kawasan taman nasional yang dijadikan sebagai pusat rekreasi dan kunjungan wisata yang meliputi puluhan pulau-pulau kecil.

4. Zona Permukiman Taman Nasional seluas 17.121 Ha.

Zona sebagai bagian kawasan taman nasional yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan perumahan penduduk masyarakat. Zona Permukiman meliputi perairan sekitar pulau Pemagaran, Panjang Kecil, Panjang, Rakit Tiang, Kelapa, Harapan, Kaliage Besar, Kaliage Kecil, Semut, Opak Kecil, Opak Besar, Karang Bongkok, Karang Congkak, Karang Pandan, Semak Daun, Layar, Sempit, Karya, Panggang, dan Pramuka.
 
Pemerintah mengeluarkan PP No 45/2004 tentang perlindungan hutan

Pemerintah mengeluarkan PP No 45/2004 tentang perlindungan hutan


Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. PP baru ini merupakan penjabaran dari UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 51, 77, dan 80. Demikian siaran pers Departemen Kehutanan yang dikeluarkan tanggal 4 November 2004.

PP ini mengatur pelaksanaan perlindungan hutan yaitu mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, gangguan binatang ternak, kebakaran, kekuatan alam (seperti letusan gunung berapi, tanah longsor, badai, kekeringan, gempa, dan hama/penyakit).

Selain mengenai pelaksanaan perlindungan, PP ini mengatur tentang polisi hutan, penyidik pegawai negeri sipil kehutanan, dan satuan pengamanan hutan.

PP juga mengatur sanksi jika mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa SKSHH. Jika terbukti, mereka yang melanggar bisa dikenakan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

Setiap orang yang memanfaatkan kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwewenang diancam hukum penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Semua hasil hutan tanpa SKSHH dan alat angkut yang digunakan disita untuk negara.

Selain sanksi, PP mengatur mengenai pembinaan, pengendalian, dan pengawasan untuk menjamin tercipta tertib penyelenggaraan perlindungan hutan. Menteri Kehutanan memiliki wewenang untuk membina, mengendalikan, dan mengwasi kebijakan gubernur. Gubernur memiliki wewenang atas pejabat pemerintah di tingkat kabupaten/kota madya.
 
Perpu No.1/2004 tentang izin tambang di hutan lindung cacat hukum

Perpu No.1/2004 tentang izin tambang di hutan lindung cacat hukum


Perpu No.1/2004 yang memberi izin praktek tambang terbuka di hutan lindung dipandang banyak memiliki cacat hukum dan akan menyebabkan dampak lingkungan atau pun masyarakat local. Bila tetap dijalankan akan menyebabkan kerugian negara atas nilai ekologi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sektor pertanian dan perikanan yang tergantung pada sumber kehutanan. Demikian menurut Adi Widianto sebagai Divisi Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

Untuk itu Koalisi Penolakan Alih Fungsi Hutan menjadi Pertambangan (WWF Indonesia, Walhi, JATAM, Yayasan Kehati, Pelangi dan sebagainya) akan melakukan upaya hukum judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Perpu No.1/2004.

Menurut koalisi, cacat hukum dari Perpu No. 1 2004 yaitu telah mengabaikan kepentingan aspek-aspek lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam (hutan lindung) untuk berpihak kepada pemodal pertambangan dengan alasan yang bersifat economic oriented yang berlebihan, untuk mendapatkan kepercayaan investor. Sehingga dapat dikatakan pemerintah telah mengesampingkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang seharusnya menjadi visi pembangunan pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPR.

Selanjutnya cacat hukum Perpu No.1/2004 juga dapat ditinjau secara substansi dan perumusan normanya. Secara substansi, tidak memenuhi unsur negara dalam keadaan genting yang memaksa, tidak memenuhi unsur penyelamatan negara. Sedangkan secara perumusan normanya yaitu izin praktek tambang di hutan lindung dalam Perpu No.1/2004 sebagai dispensasi dari UU No.41 1999 yang memuat pelarangan praktek tambang di hutan lindung, seharusnya dirumuskan dalam UU No.41/1999, bukan di dalam peraturan lain (Perpu No. 1/2004).

Disamping itu, secara formil maupun substansiil Perpu No.1/2004 diterbitkan untuk merubah UU No.41/1999, dengan demikian perpu No.1/2004 bertentangan dengan Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Tata urutan Peraturan Perundang-Undangan. Tap MPR No.III/MPR/2000 menentukan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) berkedudukan di bawah Undang-Undang, sehingga Perpu di bawah Undang-Undang tidak dapat mengubah atau mencabut materi muatan dalam Undang-Undang.

Kemudian alasan yang menyatakan keluarnya Perpu No.1/2004 untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang izin pertambangan menjadi rancu. Hal ini karena UU No.1/2004 tidak sama sekali melanggar asas non retroaktif (berlaku surut), dimana yang diberlakukan UU No.1/1999 untuk menghentikan dan mencegah kegiatan pertambangan di hutan lindung, baik oleh pemegang izin ataupun pemohon izin, diduga kuat tanpa adanya dispensasi. Sehingga tidak ada hubungannya dengan masalah kepastian hukum bagi pemegang izin untuk mendapatkan dispensasi.

Fakta lain untuk mendukung upaya judicial review yaitu dijelaskan Adi Widianto,? Adanya fakta yang terungkap pada Jumat, 23 Juli 2004 melalui konferensi pers di DPR bahwa ada penyuapan kepada beberapa anggota DPR dalam pengesahan Perpu No. 1 2004, membuktikan bahwa terbitnya perpu tersebut bukan berasal dari pembahasan perdebatan argumentasi yang logis dan ilmiah, tetapi karena hal lain yaitu penyuapan.?

Menurut Adi Widianto bahwa anggota DPR yang mengungkapkan kasus penyuapan dalam pengesahan Perpu No.1/2004 itu berharap, pengungkapan ini bisa menjadi perhatian publik, untuk bisa membatalkan Perpu No.1/2004.
 
Malaysia membantah melakukan perdagangan ramin ilegal

Malaysia membantah melakukan perdagangan ramin ilegal


Malaysia kembali membantah telah menadah kayu ramin ilegal dari Indonesia kemudian membuatnya menjadi legal supaya bisa diekspor ke negara konsumen. Wakil Perdana Menteri Malaysia Dato Sri Mohamad Najib bin Tun Haji Abdul Razak, mengatakan tuduhan Environmental Investigation Agency dan Telapak tidak benar.

?Sudah beberapa kali disampaikan oleh Menteri (Menteri Perindustrian Primer ? Red). There is no such thing! Apa isunya, saya tidak paham,? kata Wakil PM Malaysia, dengan nada tinggi menjawab pertanyaan Sinar Harapan, dalam acara jumpa pers seusai ia membuka pertemuan tingkat menteri Konferensi Para Pihak ke-7 Konvensi Keanekaragaman Hayati, tanggal 18 Februari 2004, di Hotel Pan Pacific.

Kemudian Menteri Sains dan Lingkungan Malaysia Dato Sri Law Hieng Ding yang mendampinginya dalam jumpa pers, menambahkan, ?Menteri Perindustrian telah dengan jelas menyampaikan kepada media mengenai ini.?

?Saya yakin isu ini telah ditindaklanjuti oleh Departemen Luar Negeri Malaysia melalui perundingan bilateral,? kata Mohamad Najib ketika ditanya apakah ada langkah membahas isu ini.

Hari Kamis (19/2), Menteri Lingkungan Hidup Indonesia Nabiel Makarim dalam jumpa pers menyatakan, ?Memerangi illegal logging hanya di sisi pensuplai di Indonesia saja tidak akan memberikan hasil yang baik. Dengan segala hormat kami ingin Malaysia menjadi faktor penting dalam mengatasi praktek illegal logging di sisi negara penerima karena Malaysia tetangga terdekat kami.?

Lebih lanjut ia menjelaskan Indonesia sudah mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi masalah illegal logging. Antara lain Nabiel menyebutkan ada 48 kasus illegal logging yang sedang diajukan ke pengadilan dan Menteri Kehutanan telah memusnahkan peralatan yang digunakan untuk menebang kayu illegal.

?Persoalan illegal logging seperti masalah kejahatan internasional lainnya harus diatasi dari dua sisi. Dari sisi suplai dan permintaan. Dari dua sisi harus diatasi secara seimbang,? kata Nabiel.

Sejumlah negara masih tidak perduli antara kayu legal atau kayu ilegal, sebagian lainnya menjadi tempat transit. ?Ini membuat negara pensuplai sulit mengatasi persoalan. Seperti juga perdagangan obat bius yang ilegal. Selama permintaan tinggi tidak akan efektif mengatasi di negara pensuplai. Konsentrasi pada pensuplai saja tidak akan membantu menyelesaikan persoalan.?

?Marilah kita jangan saling menunjuk siapa yang salah. Kita akan merasakan manfaatnya jika bekerja sama. Apalagi kita bertetangga,? ujar Nabiel.

Menteri Perindustrian Malaysia

Selama Konferensi belangsung, EIA/Telapak menyampaikan fakta-fakta telah terjadi ?pencucian? kayu ilegal, terutama jenis ramin, oleh Malaysia. Kayu-kayu ilegal itu berasal dari Indonesia. EIA/Telapak mencoba mendesak Pemerintah Malaysia supaya mengambil langkah konkret menindaklanjuti temuan EIA/Telapak.

Pada saat yang hampir bersamaan, para aktivis EIA, Telapak, dan Greenpeace, bertemu dengan Menteri Perindustrian Utama Malaysia Dr Lim Keng Yaik, yang membawahi industri kehutanan (Malaysia tidak memiliki menteri kehutanan) selama kurang lebih dua jam.

?Sebenarnya mereka meminta pertemuan tertutup, tapi ketika kami tiba di kantornya sudah banyak sekali wartawan dari media Malaysia,? ungkap Direktur Telapak Hapsoro yang ikut hadir di pertemuan itu. Pertemuan menjadi panas dan Dr Lim selalu mencoba membantah semua fakta yang disampaikan dengan nada tinggi dan marah.

Pada awalnya, menurut cerita Hapsoro, pihak Menteri Perindustrian Utama Malaysia yang didampingi oleh sejumlah stafnya dan pengurus Malaysian Timber Council, selalu menolak fakta-fakta yang disampaikan oleh EIA/Telapak. ?Malah beliau menolak melihat film dokumenter yang kami buat. Meskipun pada akhirnya film itu diputar juga.?

Setelah melihat film itu, Dr Lim mengatakan akan menindak para pelaku (perusahaan pengangkutan, perusahaan pengolahan, dan perdagangan) yang diwawancarai di film itu, ungkap Hapsoro.

?Seusai pertemuan saat Dr Lim masuk ke mobilnya, ia masih sempat mengatakan ?Saya tidak takut dengan Prakosa,? mungkin sedikit berseloroh,? cerita Hapsoro.

Nabiel mengingatkan ramin tumbuhnya di daerah gambut, jika ramin terus ditebang pada saat kemarau akan terjadi kebakaran besar. ?Malaysia akan menerima asap akibat kebakaran di lahan gambut yang raminnya sudah ditebang,? kata Nabiel.
 
Penebangan adalah Pilihan Terakhir

Penebangan adalah Pilihan Terakhir

Demi alasan estetika, menjaga kelembutan lanskap kota, dan keselamatan jiwa manusia akibat ancaman tertimpa pohon yang tumbang, Pemerintah Kota Bogor berencana menebang 54 pohon tua yang keropos dan kering. Akankah Kota Hujan itu semakin kehilangan ciri khasnya sebagai Kota Taman?

Pembangunan Kota Bogor belakangan ini begitu pesat. Pusat perbelanjaan berskala mal, factory outlet (FO), dan ruko berdiri di mana-mana. Sayang, semangat memodernkan Kota Taman itu kurang diimbangi perhatian lebih untuk memelihara pohon-pohon besar dan tua agar usia harapan hidupnya bertambah.

Memasuki musim hujan ini, 54 pohon di Kota Bogor dipastikan ditebang. Jumlah itu memang tidak seberapa dibandingkan dengan jumlah pohon besar dan tua yang sekitar 15.000 batang.

Namun, "sedikitnya" pohon yang ditebang bukanlah ukuran konsistensi Pemerintah Kota Bogor, yang mencanangkan diri sebagai Kota Taman, dalam menjaga Bogor agar tetap hijau dan nyaman. Setidaknya itu bila dikaitkan dengan konsep pembangunan kawasan Kota Bogor sebagai kota peristirahatan yang nyaman dan bebas masalah.

Sebatang pohon kenari (Canarium amboinense) di depan Kantor Dinas Tata Kota dan Pertamanan (DTKP) Bogor bisa menjadi contoh. Separuh batang pohon berusia lebih dari 80 tahun itu rapuh.

Menurut Kepala Seksi Pemeliharaan Taman DTKP Abdurahman, dua tahun lalu pohon kenari berdiameter 90 sentimeter itu masih tegak lurus. Kini sudah miring. Bagian utara batang pohon itu gerowong sedalam 30 sentimeter, tepian gerowong itu rapuh hingga ketinggian lebih dari 3 meter.

Yang lebih berbahaya, pohon itu kini miring ke arah gerowongan, sementara akar pohon pada sisi berlawanan tertarik beratnya beban rerimbunan daun dan pohon karet kebo yang membebaninya. Selain menjadi "keranjang" sampah, pangkal pohon kenari itu juga kerap dikencingi atau bahkan dibakar orang-orang jahil.

"Setahun lagi pohon ini diperkirakan mati. Bila tidak ditebang sekarang sangat membahayakan," kata Abdurahman.

Pohon itu hanya satu contoh dari 200 pohon tua yang kini berada dalam kondisi kritis. Dari jumlah itu, yang akan ditebang hanya 54 pohon. Sisanya dilanjutkan tahun 2007.

Lalai merawat

Membandingkan kondisi pohon-pohon di Bogor sekarang dengan 30-an tahun lalu amat jauh berbeda. "Dulu kalau kita masuk Kota Bogor dari arah mana saja, kita seperti masuk terowongan pohon. Jalan A Yani, terus ke Jalan Sudirman sampai ke depan Istana Bogor, wah, rimbun sekali. Saya tahu karena tahun 70-an saya tinggal di Jalan A Yani. Sekarang kondisinya tidak seindah dan seteduh dulu," kata Herwasono Soedjito dari The Indonesia National Man and the Biosphere Committee, LIPI.

Yang sangat dia sesalkan, di bawah pohon-pohon besar di Jalan A Yani (juga ada di jalan lainnya) dibuat bak-bak penampungan sampah.

"Coba perhatikan nasib pohonnya, pasti ada batang atau cabangnya yang rusak karena sempat terpapar api atau uap panas pembakaran sampah. Kalau petugas kebersihan lambat mengangkut, pasti sampah di bak itu ada yang bakar. Kok membangun bak sampah di dekat pohon," katanya.

Pemotongan cabang pohon, karena ada kabel listrik atau telepon, juga masih seenaknya, tidak memerhatikan keselamatan dan keindahan pohon.

Ia juga menyesalkan kebiasaan warga yang suka mengumpulkan sampah kering di seputar batang pohon.

Pengamat perkotaan sekaligus dosen Planologi Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, yang juga warga Bogor mengatakan, Bogor belakangan ini mengalami perubahan luar biasa dalam hal tata kota. Banyak lahan terbuka hijau diubah semena-mena untuk kepentingan komersial.

Pembangunan mal, FO, dan ruko memerlukan lahan parkir. Pemiliknya lalu seenaknya menebang pohon di halamannya. Kalau perlu, pohon di jalan depan ruko juga ditebang.

Karena itu, ia curiga penebangan pohon itu berkaitan dengan perubahan Rencana Umum Tata Ruang 2000-2009 yang mengubah visi Kota Taman menjadi Kota Bisnis.

Pilihan akhir

Melihat langsung kondisi pohon-pohon tua dan sebagian bahkan kering itu, tampaknya penebangan tidak bisa dihindari.

Lihat saja pohon palem raja (Roysconia oleracea) di Jalan Jenderal Sudirman yang gerowong. Pohon-pohon lain batangnya ada yang penuh tanaman dililiti duit-duitan (Cylophorus numularifolius) dan picisan (Drymoglosum sp). Keduanya adalah tanaman merambat parasit yang ganas mengisap sari makan dari pohon inangnya.

Menurut data di DTKP, pohon yang akan ditebang itu ada di Jalan Salak (23), Jalan Pengadilan (3), Jalan Sawojajar (3), Jalan Jalak Harupat (2), Jalan Martadinata (8), Jalan Sudirman (10), Jalan Merdeka (2), dan Jalan Juanda (3).

Jenis pohon yang akan ditebang juga beragam: flamboyan (Poinciana regia), angsana (Pterocarpus indica), mahoni (Sweietenia macrophylla), randu (Ceiba pentandra), cempaka (Michelia champaca), kiengsrot (Spthodea campanulata), kenari (Canarium ambroinese), tanjung (Mimusops elegi), pilisium (Filicium decipients), bungur (Lagerstroemia tomentosa), kupu-kupu (Bauhinia tomentosa), dan palem raja.

"?Penebangan pohon-pohon ini adalah sebuah pilihan terakhir karena kondisi pohon-pohon tersebut sudah sangat rapuh dan membahayakan lingkungannya. Selain itu, pada jalan tersebut sudah dilaksanakan penyulaman atau penanaman pohon baru," kata Abdurahman.

Jadi, meski bisa timbul banyak pertanyaan dari berbagai kalangan, apa boleh buat, penebangan itu harus dilakukan. Sebab, perkuatan dengan menyuntikkan batang kayu atau besi sekalipun tidak akan banyak manfaatnya untuk menyelamatkan pohon-pohon tersebut.

Yang harus diperhatikan selanjutnya adalah bagaimana tetap mempertahankan kesehatan pohon yang masih dalam kondisi baik. Paling tidak, ini untuk memperpanjang umurnya. Karena harus dipahami, pohon adalah makhluk hidup yang juga mengenal batas usia.

Lalu, juga perlu menumbuhkan kesadaran bersama untuk menjaga kesehatan pohon agar harapan hidupnya lebih panjang.
P
 
Kepentingan Energi Versus Pangan

Kepentingan Energi Versus Pangan

Krisis pangan sering terjadi. Akan tetapi, kali ini masalah yang muncul berbeda. Dulu persoalan yang muncul adalah keterbatasan produksi. Sekarang, menyusul harga minyak yang melonjak, krisis pangan terjadi karena perebutan komoditas untuk kepentingan produksi bahan bakar atau untuk produksi pangan.

Tanda-tanda perebutan kepentingan sebenarnya sudah bisa diduga sejak harga minyak mulai mengalami lonjakan sekitar dua tahun lalu. Kenaikan harga minyak dari semula sekitar 40 dollar AS per barrel menjadi sekitar 70 dollar AS per barrel sebenarnya sudah menjadi pertanda buruk bagi penyediaan komoditas pangan.

Pada awalnya dampak yang terjadi adalah kenaikan harga gula. Harga gula di Bursa Berjangka London yang semula sekitar 300 dollar AS melonjak menjadi hampir 490 dollar AS per ton. Kenaikan ini terjadi karena produsen gula seperti Brasil memilih mengonversi komoditas itu menjadi etanol untuk menggantikan atau menyubstitusi bahan bakar minyak.

Namun, situasi ini berubah ketika Amerika Serikat (AS) beberapa bulan lalu mengumumkan hasil risetnya yang menyebutkan komoditas jagung lebih ekonomis dibanding gula dalam produksi etanol. Kontan saja harga gula langsung anjlok dan saat ini bertengger pada kisaran harga 400 dollar AS.

Sebaliknya harga jagung melonjak dari sekitar 135 dollar AS per ton pada bulan Agustus menjadi 210 dollar AS per ton sampai di pelabuhan Indonesia pada bulan Oktober lalu. AS telah memutuskan memproduksi etanol dengan menggunakan jagung, bukan gula. Tanda-tanda itu sebenarnya juga sudah terlihat karena selama setahun, yakni dari Oktober 2005 hingga Oktober tahun ini, AS mulai membangun 54 pabrik etanol.

Direktur Earth Policy Institute Lester R Brown memperkirakan, dengan lama konstruksi satu pabrik sekitar 14 bulan, semua pabrik akan berproduksi pada akhir 2007. Jika semuanya beroperasi akan dihasilkan empat miliar galon etanol. Produksi ini akan membutuhkan 39 ton komoditas biji-bijian yang dipastikan hampir semuanya dari jagung.

Meski demikian, penyelesaian pabrik itu kemungkinan akan lebih cepat dari perhitungan karena sejak November tahun lalu pembuatan bangunan dasar pabrik yang biasanya selesai dalam sembilan hari bisa dipercepat menjadi lima hari pada Juli hingga September tahun ini. Pada bulan Oktober lalu bangunan dasar pabrik bisa selesai dalam sehari.

Dengan demikian, sebelum akhir 2007, pabrik etanol itu telah berproduksi, yang berarti krisis pasokan jagung menjadi lebih cepat jika tidak ada upaya yang berarti dari berbagai produsen jagung dunia.

Kecemasan dari sejumlah negara mengenai dampak dari percepatan pembangunan pabrik etanol di AS sudah dirasakan importir jagung asal AS, seperti Jepang, Mesir, dan Meksiko. Mereka memperkirakan industri unggas dan ternak akan runtuh.

Bukan hanya kalangan industri unggas yang juga mengeluh. Industri minuman ringan yang bergantung pada pemanis buatan asal jagung, negara dengan penduduk pengonsumsi jagung, dan industri makanan berbasis jagung juga mencemaskan situasi ini.

Kondisi kedelai juga tidak kalah merepotkan. Produksi minyak kedelai menjadi andalan ketika produksi minyak jagung terhambat oleh produksi etanol.

Produksi gandum dunia ditandai dengan anjloknya produksi gandum di Australia hingga 55 persen. Stok gandum dunia saat ini tergolong rendah.

Perang

Di mata Brown, fenomena ini memunculkan perang kepentingan antara 800 juta orang konsumen bahan bakar alternatif dan dua miliar orang yang berharap komoditas itu menjadi makanan sehari-hari. Pertempuran ini akan "menghasilkan" 845 juta orang kelaparan atau bergizi buruk dan sekitar 24.000 orang, terutama anak-anak, akan meninggal tiap hari.

Khusus mengenai Indonesia, Brown juga mengingatkan kemungkinan ancaman instabilitas politik sebagai dampak dari situasi itu.

Kalangan pengamat di Indonesia memperingatkan krisis pasokan komoditas biji-bijian berupa jagung, kedelai, dan gandum berujung pada masalah penurunan asupan protein.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung Prof Bustanul Arifin mengatakan, ketahanan pangan yang tidak tercapai akan memengaruhi kinerja politik suatu rezim.

"Mereka yang tidak mendapat akses protein akan menjadi kelompok masyarakat yang tidak cerdas. Kelompok ini akan menimbulkan masalah politik yang tidak kalah peliknya," katanya.

Bustanul mengatakan, problem yang menjadi ujung krisis pasokan komoditas biji-bijian itu akan menambah masalah yang sudah ada sebelumnya, seperti daya beli yang melemah dan juga penurunan konsumsi protein menyusul wabah flu burung.

"Beberapa waktu lalu orang tidak makan daging ayam karena flu burung, kemudian mencari tempe. Akan tetapi, harga tempe akan menjadi mahal karena harga kedelai naik. Kita harus mencari sumber protein alternatif," ujarnya. Ia mengatakan, kemungkinan sumber protein lainnya adalah ikan. Meski demikian, komoditas ini juga tidak mudah diakses karena masih cenderung menjadi monopoli penduduk pantai.

Ketua Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada Prof Sri Rahardjo mengatakan, masyarakat dengan penghasilan rendah akan mencari sumber protein hewani yang tidak bergantung pada ketiga komoditas itu. Ikan menjadi salah satu alternatif.

"Mereka menyiasati pemenuhan protein keluarga dengan mengusahakan sendiri. Mereka mencari ikan bukan dengan cara-cara komersial, tetapi akses langsung," katanya. Di samping itu, mereka akan mengakses sumber protein nabati yang sekerabat dengan kacang-kacangan, seperti kacang koro dan kacang tanah.

"Kita tidak perlu merisaukan pergeseran itu. Masyarakat yang mengonsumsi protein nabati seperti kelompok vegetarian ternyata bisa menunjukkan kualitas manusia yang sehat," ujarnya.

Lalu, apa yang bisa diperbuat dunia agar kompetisi antara energi dan pangan bisa diselaraskan? Brown mengusulkan, dunia butuh kepemimpinan yang mampu membuat strategi "mendamaikan" dua kepentingan itu. AS menjadi penentu dalam krisis itu karena negara ini produsen sekaligus eksportir biji-bijian terbesar di dunia.
 
Perlu Terobosan Baru untuk Selamatkan Petani Jeruk

Perlu Terobosan Baru untuk Selamatkan Petani Jeruk

Lebih dari enam tahun ini harga jeruk di Sumatera Utara terus terpuruk. Saat ini solusi mengangkat petani jeruk mulai diupayakan oleh Masyarakat Jeruk Indonesia dan sebagian peneliti.

?Salah satu upaya yang mesti dilakukan adalah membuka pasar baru, juga manajemen pemasaran harus diperbaiki. Selain itu, petani perlu mengubah pola tanam mereka, agar tidak terjadi panen secara bersama-sama,? kata Ketua Masyarakat Jeruk Indonesia (MJI) Tumbungen Munthe di Medan, Jumat (1/9).

Menurut Tumbungen, manajemen pemasaran jeruk lebih banyak tergantung dari pemerintah daerah, sebagai mediator ke kalangan pengusaha. Terpuruknya petani jeruk di Sumut selalu terjadi pada saat musim panen tiba. ?Pada saat panen produksi jeruk Sumut selalu melebihi kebutuhan pasar. Jadi, sudah wajar jika harganya anjlok,? kata Tumbungen.

Wakil Ketua MJI Sumut, yang juga ahli peneliti utama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumut, TM Gurning MP, mengatakan, pihaknya sudah mengajak pengusaha membuka pasar di Malaysia dan Singapura. ?Komitmen itu sudah disampaikan oleh beberapa pengusaha,? katanya.

Menurut Gurning, perlu ada rekayasa pertanian yang lebih baik sebagaimana tertuang dalam standar prosedur operasi (SPO). Jatuhnya harga jeruk karena petani banyak menggantungkan pada faktor alam. Masa panen berjalan hampir bersamaan untuk tahun ini, Juli hingga Agustus.

?Petani jeruk perlu air yang cukup. Di daerah penghasil jeruk, khususnya di Kabupaten Karo, belum ada manajemen air yang baik. Selama ini petani tidak bisa mengatur masa panennya karena keterbatasan air,? tutur dia.

Bersama peneliti BPTP lain, pihaknya tengah melakukan negosiasi dengan pengusaha, terkait dengan rencana pendirian pabrik pengolahan jeruk kualitas rendah di Medan dan Berastagi.
 
Terjadi Disparitas Harga Jeruk yang Tajam

Terjadi Disparitas Harga Jeruk yang Tajam

Harga jeruk Sumatera Utara di pasaran lokal berbeda tajam mulai di tingkat petani sampai pembeli. Sejumlah petani di Kabupaten Karo bahkan membiarkan jeruk membusuk di pohon karena harga anjlok sampai Rp 500 per kilogram. Sementara harga di tingkat pembeli di Medan Rp 7.000 per kilogram untuk ukuran besar.

Petani maupun pedagang tak mengetahui persis penyebab disparitas harga tersebut. Di tengah keterpurukan petani jeruk, belum ada campur tangan pemerintah untuk membantu petani dan pedagang jeruk.

?Paling murah saya ambil jeruk di pusat pasar buah medan senilai Rp 3.500 per kilogram. Harga tak pernah kurang dari itu. Bahkan saya pernah ambil di Pusat Pasar Buah Medan dengan harga Rp 7.000 per kilogram,? tutur pedagang buah di Pasar Simpang Limun Medan Ita (38) saat ditemui.

Sepi
Ita menjual jeruk Berastagi antara Rp 5.000 - Rp 7.000 per kilogram. Menurut Ita, pasaran pembeli kini sedang sepi. Biasanya jeruk yang dia jual laku 300 kilogram per minggu. Namun, kali ini dengan menjual 200 kilogram jeruk masih ada yang sisa. Terpaksa sebagian sisa dia buang karena busuk dan sebagian yang lain dijual dengan membanting harga agar laku.

Menurut dia, banyak penjual yang memakai mobil. Di tempat itu, harga jeruk jauh lebih murah dibanding harga jeruk di tempat Ita. Karena itu, tingkat penjualan jeruk di tempat Ita lebih sepi ketimbang di penjual yang memakai mobil.

Di pusat pasar buah Medan pedagang menjual jeruk eceran antara Rp 2.500?Rp 6.000 per kilogram. Senada dengan Ita, pedagang jeruk H Ginting (24) mengatakan pasaran jeruk sedang sepi. Biasanya Ginting menjual dua ton jeruk asal Kabupaten Karo langsung diserbu pembeli dan pelanggan tetap. Namun kali ini, dia hanya melayani pelanggan. ?Pembeli eceran sedang sepi,? kata Ginting.

Minggu (27/8) sore, Ginting menjual dua ton jeruk yang tinggal satu ton. Menurut Ginting, jeruk itu akan dia jual sama dengan harga modal antara Rp 1.300?Rp 1.500 jika tak ada yang membeli sampai satu minggu. ?Daripada busuk tidak dapat uang, lebih baik kembali modal,? kata Ginting.

Sebelumnya, petani jeruk Kabupaten Karo Suli Ginting mengeluh harga jeruk terpuruk. Hasil penen jeruk musim kali ini sebanyak tujuh ton hanya laku Rp 500 per kilogram ke tangan penebas. Harga senilai itu tidak mampu menutup ongkos kutip, sorong jeruk dari kebun ke jalan, dan perawatan tanaman selama satu musim. Untuk satu hektar lahan jeruk, dia harus mengeluarkan biaya Rp 20 juta.

?Saya minta pemerintah menolong kami. Sebab banyak petani jeruk yang tidak mampu memanen jeruknya. Entahlah dengan cara bagaimana asal jangan sampai jeruk kami jadi sia-sia,? kata Suli.

Pemasaran
Kepala Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Holtikultura Jhon Robert Panjaitan Dinas Pertanian Sumatera Utara mengatakan persoalan jeruk sekarang terletak pada pemasaran. Mestinya, kata Jhon, pemerintah daerah bisa memfasilitasi pemasaran ini. ?Petani sudah berhasil menanam jeruk dengan kualitas yang baik. Menolong petani satu-satunya hanya dengan membuka jalur pemasaran bagi mereka. Tekonologi pertanian tidak akan berarti apa-apa jika tidak diimbangi dengan jalur perdagangan yang baik,? tutur Jhon.

Salah satu alternatif solusi, kata dia, adalah mendirikan pabrik pengolahan jeruk misalnya mengolah jus jeruk. Dia mengatakan industri bisa berdiri di sekitar produsen jeruk. ?Air jeruk sangat mungkin dimanfaatkan secara komersial untuk membantu petani jeruk,? kata Jhon.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Sumatera Utara, satu-satunya daerah penghasil jeruk terbanyak berada di Kabupaten Karo. Jeruk asal Karo lebih banyak dikenal orang sebagai jeruk Berastagi. Pada 2004, dengan luas panen 9.782 hektar, produksi jeruk di Karo 437.149 ton. Sementara produksi jeruk di Sumut pada 2002 sebanyak 273.803 ton, 2003 berproduksi 431.982 ton, dan 2004 mencapai 499.942 ton.
 
Memburu Durian ke Pulau Garam

Sayang, pada kunjungan akhir Januari itu, durian belum panen. Menurut penduduk setempat, raja buah itu baru siap tuai pada Maret . Maka pada Rabu, 2 Maret 2006, Trubus kembali bertandang ke sana. Pagi itu jarum jam baru menunjukkan pukul 06. 10 WIB ketika Trubus keluar dari hotel menuju lokasi perburuan di Madura. Yang dituju adalah Kabupaten Bangkalan. Itu sentra durian terkenal di sana. Matahari terlihat bersembunyi di balik awan. Toh, mesti mendung menggantung di langit kota Surabaya, niat untuk berburu durian enak tak surut.

Berkendaraan mobil APV biru, Trubus ditemani Ir Moch Fatich Murtadlo, MSi, kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bangkalan, meluncur menuju Bangkalan. Setelah menempuh perjalanan selama 25 menit, mobil tiba di Pelabuhan Perak. Di sana sudah menunggu kapal ferri Citra Mandala Sakti yang akan membawa Trubus melayari Selat Madura menuju Pelabuhan Kamal.

Penyeberangan itu menghabiskan waktu 30 menit. Tak diduga, waktu Trubus bertemu dengan tim dari Balai Penelitian Hortikultura Tlekung, Malang, dan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, tujuan mereka sama. Melakukan eksplorasi untuk menemukan durian andalan.

Tak ingin menghabiskan waktu percuma, rombongan segera bergerak menuju lokasi durian incaran. Baru 5 menit perjalanan sudah terlihat pedagang durian di kiri-kanan jalan. Rata-rata durian yang dijual jenis lokal. Menurut Ir Puguh Santoso, MMA, kepala seksi Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Peternakan Bangkalan, pemandangan itu kerap ditemui pada musim durian.

Se koceng
Jalan lebar beraspal yang Trubus lalui berubah jadi jalan tanah sempit, selebar 2 meter dan becek begitu memasuki Kecamatan Burneh. Suasananya begitu sunyi. Sisi kanan-kiri jalan tampak seperti hutan yang ditumbuhi pohon-pohon rindang. Jalan berliku-liku dan membingungkan buat pendatang. ?Saya sudah sering ke sini tapi tetap saja nyasar ketika pulang, ? ujar Puguh.

Setelah menempuh perjalanan sejauh 9 km selama 20 menit, akhirnya Trubus tiba di Desa Benangkah, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan. Dari sanalah durian-durian enak berasal. Trubus beserta rombongan langsung menuju rumah Islam, pemilik pohon durian.

Wah, benar-benar perjalanan yang menyenangkan. Di rumah Islam, sekretaris Desa Benangkah, sudah tersedia aneka buah-buahan lokal. Durian yang jadi incaran sejak dari Surabaya pun disajikan. Ada 3 durian yang siap disantap:se koceng, se bandeng, dan se topa. Sang tuan rumah lalu membelahkan ketiga durian itu seraya mempersilakan Trubus mencicipi. Setelah mencoba ketiganya, H. Moh. Romli, kepala desa Benangkah, langsung menodong Trubus untuk memilih durian yang terenak.

Tanpa berpikir lama, pilihan jatuh pada se koceng. Dibanding monthong, warna daging buah se koceng lebih kuning. Durian asal Bangkalan itu berserat, legit dengan rasa manis sedikit pahit, dan berbau tajam tanda kandungan alkohol tinggi. Beda dengan durian asal Thailand itu yang sedikit kandungan alkoholnya. Se koceng berbobot 2,5 kg/buah. Dalam satu buah terdiri dari 4 -5 juring. Ternyata pilihan Trubus tak salah, se koceng merupakan durian unggulan di Bangkalan.

Pantas banyak mania durian yang mengincar durian lokal itu. Buah kerap dipanjer meski masih di pohon. Sang pemesan lalu menunggu sampai durian jatuh. ?Agar rasanya lebih enak, ? ujar H. Romli. Alasan lain, durian sulit dipanen karena pohon lebih dari 15 m. Produksi mencapai 150 - 200 buah per tahun. Tekstur daging se koceng lebih liat dibandingkan monthong. Menurut Fatich, monthong memang enak saat dimakan lantaran daging buah tebal dan bijinya kecil. Namun, setelah selesai makan rasa duriannya tidak tertinggal di lidah, hilang begitu saja. ?Sedangkan se koceng membekas atau menempel (di lidah, red). Ketika kita bicara, orang yang diajak bicara pun masih mencium bau durian, ? ujar alumnus Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, itu.

Tertua
Pada kesempatan kali itu juga Trubus manfaatkan untuk melihat langsung kondisi durian di sana. Hampir setiap pekarangan rumah penduduk di Desa Benangkah, ada pohon durian. Seperti durian milik Islam yang tepat berada di belakang rumahnya. Pohon durian setinggi lebih dari 10 m itu berdiri di sela-sela pohon kecapi dan rambutan.

Pohon se koceng berumur lebih tua Trubus jumpai di kebun Marsinah. Menurut nenek berusia 75 tahun itu, pohon durian miliknya berumur lebih dari 50 tahun. Menurut Puguh, pohon se koceng tertua berumur di atas 70 tahun. Namun, pohon se koceng itu bukan pohon induk, melainkan turunannya. Menurut informasi pekebun, jika pohon sudah tua dan tidak berbuah lagi pemilik menebangnya.

Di Kabupaten Bangkalan terdapat sekitar 29.229 pohon durian. Sebanyak 35% adalah se koceng. Lantaran lebih unggul dibanding durian lokal lainnya, pemerintah setempat pun mulai mengembangkan se koceng bekerjasama dengan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur. Antara lain dengan mengganti durian-durian lokal tanpa nama dengan se koceng.

Supaya tak usah lama menunggu tanaman siap berbuah, peremajaan dilakukan dengan teknik top working. Batang pohon durian tua dipotong setinggi 60 -70 cm dari permukaan tanah. Lalu pada bekas potongan dibuat sayatan ke bawah pada kulit sepanjang 5 cm. Entris se koceng yang sudah siap disisipkan di sana. Jadi, tak perlu menumbuhkan se koceng dari awal. Cukup meminta ?bantuan? pohon-pohon yang sudah ada. Dengan cara seperti itu, diharapkan pada umur 3 tahun setelah top working , tanaman mulai belajar berbuah.

Saking asyiknya menikmati suasana di gudang durian Bangkalan, tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 13. 30. Agar tidak terlalu sore tiba di Surabaya, Trubus beserta rombongan pun pamit pulang. Dengan rasa puas Trubus kembali ke Surabaya. Menikmati durian se koceng di Bangkalan tak lagi hanya sekadar impian.
 
Last edited by a moderator:
Siem Berjemur di Tepi Pantai

Siem Berjemur di Tepi Pantai
Oleh trubus



Itulah yang terlihat di kebun milik Basiran di Dusun III, Garongan, Panjatan, Kulonprogo, Yogyakarta. Kebun seluas 1/3 lapangan sepak bola itu berisi 250 pohon jeruk siem berumur 6 tahun. Tanaman dengan tinggi 3 - 4 m itu sarat buah. Bambu-bambu penyangga pun dipasang untuk menopang dahan. Buah seukuran bola golf itu siap dipanen 4 bulan ke depan. Itulah kali ke-4 Basiran memanen jeruk siem di tepi pantai. Produksi tahun ini diperkirakan 85 kg/pohon.

Kesuksesan itu bermula dari inisiatif Basiran memanfaatkan lahan tidur di pinggir pantai. Awalnya pria 44 tahun itu menanam cabai keriting. Ayahnya mengajarkan tanaman tumbuh subur jika kebutuhan haranya tercukupi. Karena lahan pasir minim hara, Basiran pun menambahkan pupuk kandang sebagai sumber makanan bagi tanaman. Ternyata produksi cabai cukup menggembirakan. Ayah 2 putera itu pernah memperoleh 3 kuintal cabai pada petik ke-7 dari lahan seluas 3. 000 m2 . Panen setiap 5 hari sekali selama 1 tahun sejak tanaman berumur 100 hari setelah tanam.
Penuh sandungan

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1999, Basiran beralih ke jeruk siem. Itu lantaran keuntungan yang dihasilkan dari cabai tidak memadai dibandingkan jeruk. Petani di Banyuurip, Purworejo, pada panen ke - 2 memperoleh omzet Rp7-juta dari 100 pohon jeruk. Sedangkan untuk memperoleh Rp5-juta dari cabai yang ditanam pada lahan seluas 3. 000 m 2 itu sangat berat, ujar kelahiran Kulonprogo itu. Alasan lain, siem mudah dijual. Begitu panen, pedagang pengumpul langsung mendatangi kebunnya. Jeruk siem dijual seharga Rp1. 500/kg ke pengumpul.

Keberhasilan budidaya jeruk di tepi pantai itu tak semulus saat ketua Kelompok Tani Ngudi Hasil Bumi Garongan, Panjatan, Kulonprogo, itu menanam cabai. Cemoohan kerap ia terima dari para tetangga. Masak mo nanam jeruk di lahan pasir, ya nggak akan tumbuh, kata Basiran menirukan ejekan tetangganya. Menurut Dr Reza Tirtawinata, ahli buah-buahan di Bogor, sebenarnya tidak ada masalah menanam jeruk siem di tepi pantai karena siem jeruk dataran rendah. Kuncinya, siem dapat tumbuh di lahan berpasir jika batang bawahnya tahan terhadap salinitas tinggi.

Meski mendapat ejekan kanan-kiri, Basiran pantang menyerah. Tanah yang miskin unsur hara itu diberi pupuk kandang dan kompos. Menurut Hendro Soenarjono, pakar tanaman buah di Bogor, pupuk kandang berfungsi sebagai penambah hara, sedangkan kompos untuk mengikat air agar tidak langsung hilang. Kerja keras selama 3 tahun pun akhirnya membuahkan hasil. Panen perdana 25 kg/pohon.
Intensif

Untuk meningkatkan hasil produksi, Basiran melakukan perawatan intensif. Mulai dari pemilihan bibit, pemupukan, penggosokan batang, pengapuran, penyemprotan, dan yang paling penting penyiraman.

Pria kelahiran 1962 itu menggunakan bibit jeruk asal okulasi. Dengan bibit itu 3 tahun kemudian tanaman mulai berbuah, meski jumlahnya masih sedikit, 25 kg/pohon. Pada umur 4 tahun, produksi meningkat jadi 50 kg per pohon. Jumlah itu terus meningkat menjadi 75 kg pada umur 5 tahun.

Bibit ditanam pada lubang tanam berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Saat penanaman, pasir diinjak sampai padat agar pohon tidak goyang bila terkena angin. Lalu siram sampai jenuh. Salah satu kendala budidaya jeruk di lahan pasir adalah air. Karena itu penanaman sebaiknya satu bulan sebelum musim hujan. Bila diprediksi November hujan, maka tanam jeruk pada Oktober. Tujuannya, agar pada saat pertumbuhan kebutuhan air terpenuhi sehingga jeruk tumbuh subur. Untuk mengurangi penguapan, pohon ditanam jarak rapat, 3 m x 3 m.

Agar produksi buah optimal, Basiran membenamkan 5 kg pupuk kandang per pohon di awal penanaman. Dilanjutkan pemupukan rutin setiap 2 bulan dengan NPK 16:16:16 sebanyak 200 g per pohon. Pupuk kimia diaplikasikan dengan cara ditaburkan di sekeliling batang. Areal pemberian pupuk disesuaikan dengan lebar tajuk tanaman. Jika lebar tajuk 1 m, tabur NPK dengan jarak 1 m dari batang.
Penyiraman

Di setiap sela tanaman terdapat pipa-pipa vertikal setinggi 2 m yang berjarak 14 m x 14 m. Di ujung pipa-pipa itu terpasang emiter berupa sprinkler untuk penyiraman. Penyiraman dilakukan satu kali sehari selama 4 jam. Pada musim hujan intensitas penyiraman dikurangi, lantaran kebutuhan tanaman sudah terpenuhi dari air hujan.

Setelah memasuki umur produksi, frekuensi penyiraman diatur. Untuk merangsang keluarnya bunga, Basiran menghentikan penyiraman 2 -3 bulan sebelum musim hujan tiba. Tanaman tidak disiram selama 1 -2 bulan agar layu. Setelah itu diberikan pupuk kandang sebanyak 25 kg/pohon yang dilanjutkan penyiraman sampai jenuh. Tiga bulan kemudian keluar tunas baru disertai bunga.

Ketika buah sudah sebesar jempol tangan berikan pupuk NPK kembali dengan dosis seimbang. Setelah panen, peraih juara 1 Penghargaan Petani Hortikultura Daerah Istimewa Yogyakarta itu kembali melakukan pemupukan. Pupuk yang digunakan adalah ZA, KCl, dan SP36 dengan perbandingan 2:1:2. Dosisnya 1 kg per batang.

Pemangkasan dimulai sejak tanaman berumur 6 bulan setelah tanam. Itu rutin dilakukan setahun sekali. Tujuannya agar tajuk pohon tetap pendek dan terlihat kompak.
Hama dan penyakit

Untuk mencegah hama dan penyakit, Basiran melakukan penggosokan, pengapuran, dan penyemprotan. Penggosokan batang setahun sekali. Tepatnya 1 bulan setelah hujan turun. Bila hujan awal Desember, penggosokan awal Januari agar lumut di batang mudah dihilangkan.

Menurut Hendro penggosokan bermanfaat untuk mencegah penyakit. Bila batang berlumut dan berjamur akan mudah terserang diplodia. Untuk menggosok batang digunakan larutan detergen dengan dosis 2 sendok makan per 5 liter air. Setelah digosok dengan larutan detergen lalu batang disiram dengan air bersih sampai busa hilang.

Pengapuran dilakukan 1 - 2 bulan setelah penggosokan. Gunakan campuran kapur sirih dan belerang dengan perbandingan 2:1. Lalu campuran itu diberi air sampai lengket. Oleskan campuran kapur sirih dan belerang mulai dari pangkal batang sampai 1m dari permukaan tanah. Pengapuran bertujuan untuk mengatasi semut dan jamur agar tidak cepat tumbuh di batang.

Pencegahan hama faktor penting dalam mempertahankan kuantitas dan kualitas buah. Hama utama yang kerap hadir adalah kutu sisik. Kerugian akibat kutu sisik bisa menurunkan produksi sampai 5 persen. Basiran mengatasi hewan pengganggu itu dengan menyemprotkan pestisida, seperti Buldog dan Decis, ke seluruh tanaman. Frekuensi penyemprotan 2 bulan sekali dengan dosis 10 cc/14 l air. Penyemprotan dihentikan bila buah sudah mulai masak.
Keberhasilan itu mendorong Basiran untuk menambah areal penanaman dari 3. 000 m2 menjadi 2 ha yang tersebar di 4 tempat. Langkahnya diikuti petani lain di Kulonprogo. Menurut Sumaryanto, SP, staf Produksi Subdin Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Kelautan Kabupaten Kulonprogo, saat ini tercatat 30 petani di Kecamatan Panjatan yang menanam jeruk siem di tepi pantai dengan total lahan seluas 30 ha.
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top