Pencinta yang Tak Pernah Bosan
Kolektor Anggrek Spesies
Pencinta yang Tak Pernah Bosan
Oleh admin
version
Perjalanan pulang dari Bali ke Jakarta mengendarai mobil VW Combi pada 2002 menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Rudhy T Mintarto. Pasalnya ia sempat tertahan selama 2—3 jam di pos polisi pelabuhan Gilimanuk. Itu lantaran di dalam mobil menumpang lebih dari 25 pot anggrek spesies pesanan istri, Latifah E Kusrini, yang tak dilengkapi surat-surat.
Peristiwa itu sempat terulang di Makassar pada 2004. Hanya saja saat itu Rudhy tak sendiri, sang istri ikut serta. Maklum Latifahlah yang penggemar berat anggrek. Belakangan Rudhy tertular. Anggota Orchidaceae yang mereka bawa tertahan di perusahaan pengiriman selama 2 hari. Penyebabnya pun sama, kerabat vanili itu tak memiliki keterangan lengkap.
“Sebenarnya tak jadi masalah bila dikemas dalam dus kecil, ukuran indomie, tapi waktu itu kita mengemas dalam paket besar ukuran kulkas 2 pintu, sehingga butuh surat,” ujar pria berambut panjang itu. Dua kali mengalami masalah karena anggrek, tak menghentikan langkah Latifah tetap berburu anggrek spesies.
Wanita berusia 44 tahun itu tergila-gila anggrek spesies sejak 3 tahun terakhir. Itu berawal dari penolakan salah satu kebun raya saat Latifah meminta izin untuk melihat koleksi anggrek alam di sana. Penasaran dengan anggrek spesies, akhirnya wanita yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga itu pun mulai mencari dan mengoleksi.
Mulailah Latifah menyambangi nurseri-nurseri di Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Ia pun rela melakukan perburuan ke hutan Kalimantan dan Sulawesi. Beberapa teman yang tahu Latifah mengoleksi anggrek spesies, kerap mengoleh-olehinya. Bulbophyllum lobii, Phalaenopsis gigantea, dan Paraphalaenopsis labukensis, sedikit dari koleksinya yang berjumlah lebih dari 50 jenis.
Semula Latifah sekadar ingin memuaskan rasa ingin tahunya akan rupa anggrek spesies. Namun, sekarang ia malah benar-benar jatuh cinta. Buktinya hampir setiap minggu ia mengunjungi berbagai nurseri untuk menambah koleksi. “Berapa pun uang yang saya bawa pasti habis,” ujarnya. Bahkan ia rela tidak beli baju baru asalkan mendapat anggrek yang diinginkan.
Kini selain mengurus pekerjaan rumah tangga, aktivitas Latifah pun bertambah. Setiap pukul 5 pagi dan 3 sore ia berkeliling halaman rumah untuk menyiram anggrek. Bila hari terik frekuensi penyiraman pun ditambah menjadi 3 kali. Sebelum beranjak ke peraduan di malam hari, istri Rudhy itu sekali lagi menikmati keindahan anggota famili Orchidaceae itu. “Hati yang gundah pun menjadi tenang,” tutur wanita berambut pendek itu.
Edi dan Ina
Hobiis lain yang juga kepincut anggrek spesies ialah Edi Triono dan Oktarina KA. Kecintaan Edi—begitu ia disapa—berawal dari pendekatannya kepada calon mertua. Ia sering mengajak ayah Ina—sapaan Oktarina—yang sangat menyukai anggrek ke Taman Anggrek Ragunan, Jakarta Selatan, untuk membeli kerabat vanili itu. Tak dinyana, Edi yang kelahiran Jakarta itu ikut tersihir oleh pesona anggrek.
Pria kelahiran 35 tahun silam itu pun akhirnya getol mengoleksi. Yang jadi pilihannya anggrek-anggrek unik dan langka, baik spesies maupun mutasi. “Pokoknya miliki yang antik, pasti jarang orang punya,” ujarnya. Oktarina yang pada awalnya tak suka anggrek pun akhirnya terbawa hobi sang suami. Karena memiliki hobi yang sama, waktu luang pasangan suami istri itu pun dihabiskan bersama-sama untuk mencari anggrek.
Hampir setiap minggu mereka mengunjungi nurseri di Jakarta. Tak semua anggrek yang mereka inginkan langsung didapat. Bahkan pasangan yang telah menikah 3 tahun itu harus sabar menunggu satu setengah tahun untuk mendapatkan Dendrobium spesiosum. Kini penantian itu berakhir, 4 pot Dendrobium spesiosum telah jadi koleksi mereka. Saat ini, Edi dan Ina memiliki lebih dari 50 jenis anggrek spesies. Di antaranya, Dendrobium alexandrae, Dendrobium bellatulum, Phalaenopsis javanica, Phalaenopsis gigantean, Vanda coerulea ‘alba’, dan Vanda javieri.
Setiap malam, sepulang dari kantor, pasangan suami-istri itu langsung menyambangi anggrek. Rasa lelah dan penat sehabis bekerja pun sirna. “Apalagi ketika melihat anggrek spesies berbunga,” kata Ina.
Gara-gara Trubus
Kolektor lain, Ramadani Yudha Prasetya. Mahasiswa tingkat satu Institut Pertanian Bogor itu sudah hobi mengumpulkan anggrek spesies sejak kelas 5 SD. Ketertarikannya muncul sejak melihat artikel Trubus yang memuat bulbophyllum. “Bentuk bunganya unik, beda dengan yang lain,” ujar alumnus SMU 8 Jakarta itu. Ia pun meminta orang tuanya untuk mengantar ke Taman Anggrek Indonesia Permai, Jakarta Timur, untuk membeli anggrek itu. Tahu-tahu dalam sekejap, koleksinya sudah berlipat.
Kesedihan mendalam dialami Rama—begitu ia disapa—3 tahun silam. Lebih dari 100 anggrek spesies hilang akibat banjir besar yang melanda rumahnya di Jakarta awal 2002. Namun, kecintaannya pada anggrek tak membuat jera. “Bahkan sejak kejadian itu saya jadi lebih gila,” kata pria kelahiran 18 tahun silam itu. Hampir setiap minggu ia habiskan waktu luang untuk berburu anggrek.
Saat ini Rama memiliki 112 jenis anggrek spesies. Di antaranya, Ascosentrum minitum, Brassavola nodosa, Coelogyne asperta, Dendrobium bellatulum, Paphiopedilum boxaltii, dan Phalaenopsis celebensis. Jauh dari rumah—Rama mesti tinggal di asrama mahasiswa IPB di Bogor—tidak membuat Rama lupa pada koleksi-koleksinya. Setiap 2 hari pria yang punya hobi menari jawa itu menelpon ke rumah untuk mengecek kondisi anggrek-anggreknya. Di akhir pekan saat boleh meninggalkan asrama, Rama langsung menyambangi anggrek-anggreknya tanpa menanggalkan sepatu dan tas begitu tiba di rumah.
Anggrek hutan
Nun di Krayan, Kalimantan Timur, juga ada pencinta anggrek. Hendri Simson memiliki sekitar 100 jenis anggrek spesies hutan. Gara-gara hobinya itu, ia sering mendapat ejekan. “Itu kan tanaman hutan, untuk apa dipelihara,” ujar Hendri menirukan perkataan tetangganya. Toh, ejekan itu tak mengurungkan langkah pria kelahiran 34 tahun silam itu untuk tetap mengumpulkan anggrek.
Kecintaan pada anggota famili Orchidaceae itu bermula 2 tahun silam. Kala itu ada sekelompok pecinta anggrek dari Jakarta dan Nunukan datang ke Krayan. Sepulang dari sana mereka membawa beraneka ragam anggrek hutan. Kebetulan, Hendri sebagai kepala Perwakilan PT Dirgantara Air Service, Bandara Yuvi Semaring, mengetahui dan mencegatnya. “Saya langsung larang mereka. Kalau tetap ngotot tak bisa naik pesawat,” kenangnya. Dari situ ia tahu anggrek hutan banyak dicari hobiis. Tak diduga, mereka yang sempat bersitegang dengan Hendri adalah anggota organisasi Pencinta Anggrek Indonesia (PAI). Mereka mengajak Hendri untuk bergabung. Sejak itulah ia menjadi pencinta anggrek.
Hanya dalam hitungan hari sejak peristiwa itu Hendri langsung berburu ke hutan di 4 bukit di sekitar Krayan. Ketua PAI unit Krayan sejak setahun silam itu pun membangun nurseri ukuran 16 m x 16 m. “Awalnya istri saya protes, tapi saya tetap jalan. Sekarang malah istri saya yang suka anggrek,” katanya. Frekuensi perburuan anggrek hutan hampir setiap minggu Hendri lakukan. Ia pun sering melewati perbatasan Indonesia—Malaysia untuk mencari kerabat vanili itu.
Bila ada waktu ia pun sering mengunjungi kontes anggrek di Nunukan dan Jakarta. “Walau tinggal di pedalaman, perkembangan anggrek tetap harus dipantau. Uang Rp5-juta buat ongkos nggak ada artinya,” kata alumnus Universitas Janabadra di Yogyakarta itu. Kini saban hari sepulang bertugas di bandara, ia habiskan waktu untuk menikmati keindahan anggrek di nurserinya.