Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Sejak saat itu, kami gak ketemu kedua kakak lagi. Aku dan Ari juga bingung. Kami berdua didenda tiga buah kipas angin besar, yang biasanya ditempel di internit.
Aku takut untuk bilang ke Mama.

Aku dan Ari putus asa. Akhirnya mencoba bunuh diri. Dengan minum obat sakit kepala. Aku habis 9 butir. Sedangkan Ari, gak terhitung.. dia bolak balik pingsan. Dan aku.. kenapa waktu itu gak mati, ya? Cuma pusing.

Karena bunuh diri gak berhasil, aku dan Ari berencana kabur dari pesantren.
Hari itu, aku dan Ari udah izin mau pergi keluar untuk membeli sesuatu. Aku juga udah mengambil uang tabungan sebesar 140 ribu rupiah. Kami memakai seragam khusus untuk keluar. Dan membawa tas isinya baju biasa.

Sampailah kami di luar pesantren. Jauh di tengah kota Jombang. Mau ke mana?
Di tengah jalan, kami bertemu seorang teman. Aku gak tau namanya. Tapi, dia membantu kami! Kami harus ganti pakaian. Aku menyarankan, tidak ganti pakaian di masjid. Karena pasti mengenali seragam kami.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Kami menemukan kelenteng yang sangat megah. Patung Budha dan Dewi Kwan Im nya juga indah. Kami masuk. Aku melakukan pai pai tiga kali. Seperti yang sering kakek nenekku lakukan. Seorang biksuni menghampiri kami. Dan kami minta ngampung ke kamar mandi. Alhamdulillah, usaha kabur lancar.
Dari Jombang, kami ke kota Surabaya. Bingung mau ke mana. Ari juga gak berani mengajak ke rumahnya. Kami malah muter-muter ke Tunjungan Plasa. Gak beli apa-apa. Tapi kami mampir ke Texas Chicken. Cuma makan nasi putih dan sebuah perkedel. Itu pun untuk berdua.

Hari semakin sore. Aku berpikir, sebaiknya pulang ke Jember.

Sampai di terminal kota Jember.. Aku ingat, salah satu teman Mama yang sangat akrab denganku rumahnya dekat terminal itu. Dia seorang janda, dan anak-anaknya udah pada menikah dan punya rumah sendiri.
Setelah bertanya ke sana ke mari, ketemu deh rumahnya.
Alangkah kaget ibu itu. Melihatku.. Aku menceritakan apa yang terjadi. Aku heran, kenapa aku gak bisa nangis..

Ibu itu mengizinkan aku dan Ari tinggal.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

aku jadi ingat temen pondokku dulu, muallaf tionghoa juga, teman terbaik dan terakrab, dia punya cerita hidup yg mirip mbak kalin, aku gk pernah ketemu dia lagi selama 7 tahun ini
 
Last edited:
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Oh ya?


Hehe mari lanjut..

Pagi itu setelah sarapan, aku dan Ari duduk di ruang tamu sambil nonton tv.

Tiba-tiba, muncul seorang wanita, yang gak lain adalah mamaku!

Ya pertama, ia menunjukkan kemunafikannya dengan ekspresi sedih. Takut kehilangan aku. Tapi, sesampainya di rumah, aku malah dipukul.. hampir ditusuk pisau dapur! Untung saat itu di rumah lagi banyak orang. Ada nenekku yang ngelindungin aku.
Sementara Ari, dengan diantarkan oleh Omku, dia pulang ke Surabaya.

Seminggu penuh aku di rumah. Hingga dikembalikan lagi ke pesantren itu.
Kata kyai, "Kenapa kamu tuh kok cowok cowok terus?"
Aku jawab, "Bukankah berteman gak boleh pilih-pilih? Tanpa cowok, apa artinya cewek? Pak Kyai juga cowok, kan?"
Mungkin tersinggung. Sehingga obrolan kami dibawa ke dalam pidato maghribnya. Aku cuek.

Teman-teman sekamar semakin banyak yang menjauhi aku. Dan Ari.. ia telah dipindahkan ke asrama lain. Aku gak punya teman lagi..

Aku pasrah. Yang penting belajar belajar belajar.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Aku mulai stress lagi. Tapi aku gak bisa nangis, marah, atau yaa mengekspresikan kesedihan aku lagi. Curhat ke guru BK juga gak bikin puas perasaanku. Aku kembali ke dunia fantasiku. Menulis menulis dan menulis.
Stress membuatku lapar. Aku makan dan makan terus. Sehari bisa habis 10 mangkuk mie instant, dan makanan lainnya. Aku semakin gendut, dan keseksianku hilang. Seperti yang kalian lihat sekarang. Aku gendut. Ya, aku lampiaskan kemarahan ke makanan. Aku punya banyak uang. Gak takut kehabisan.

Aku juga jadi seorang yang individual. Gak peduli dengan siapa pun. Waktuku habis di lab komputer, chatting. Atau perpustakaan, baca. Atau koperasi, belanja. Keliling pesantren, jalan-jalan.

Hingga suatu hari. Ini pengalaman paling buruk untukku.
Aku pura-pura sakit. Dan gak masuk sekolah. Otomatis aku sendirian di kamar.
Sorenya aku merasa baikan, dan mau ambil uang ke bank asrama. Aku ambil sebesar 50 ribu. Aku baru menyelesaikan ketikan novelku. Aku mau mengeprintnya.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Di jalan ke tempat pengetikkan, aku ketemu sama temen sekamar. Dia melihat aku bawa uang 50 ribu itu.

Malamnya..
Semua penghuni kamar diminta berkumpul. Ketua kamar, Ifa mengatakan keperluannya, "Teman kita, Ella kehilangan uang sebesar 50 ribu rupiah. Kami sudah tau pelakunya. Ada di antara kalian. Jadi, mau mengaku, atau ditunjuk?"
Aku dengan spontan menyahut, "Ditunjuk aja. Kalo nunggu ngaku, kelamaan."
Aku sama sekali gak nyangka, Ifa menunjuk aku.
"Lin, kembalikan uangnya Ella."
"Loh, kok aku? Aku kan gak ngambil.."
"Semua bukti udah jelas. Mengarah ke kamu. Kami menanyakan ini pada Pak Cilok. Dia kan bisa lihat. Pelaku berambut pendek, mata sipit, kulit putih, dan sifatnya sulit ditebak. Kamu kan? Sekarang, ngaku aja!"
Aku tetap bersikukuh gak mau mengakui perbuatan yang sama sekali aku gak lakukan.
Trus teman yang tadi melihat aku bawa uang 50 ribu ikut bikin aku terpojok. "Uang yang tadi trus dari mana?"
Aku juga jelaskan. Bahkan mau kasih bukti berupa buku tabungan. Mereka gak percaya.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Mela, cewek tomboy di kamar kami, memegang sapu lidi. Sementara Ema memegang alat penggebuk kasur. Semuanya dipukulkan ke aku. Sakit.. Aku mau kabur, minta tolong sama orang di luar. Mereka dengan sigap dan kuat menahanku.
Sampai pukul sebelas malam.. Aku disiksa seperti itu. Aku dilarang cerita pada siapa pun. Termasuk guru BK.
Lalu nasibku gimana?
Dua hari aku dipaksa mengakui perbuatan itu. Di bawah bayang-bayang sakitnya dipukul. Aku cuma bisa nangis. Ya nangis. Setiap menit setiap detik, aku cuma bisa nangis. Aku mau mengadu, tapi mereka mengawasi aku.
Lagi-lagi aku bertanya, Tuhan ada di mana?

Akhir bulan, mamaku datang. Dia menemui kepala sekolah untuk menanyakan perkembanganku. Dan menungguku di ruangan itu. Aku sempat khawatir, bisa nangis lagi aku.

Duh mataku panas. Ya aku sampai detik ini masih suka nangis kalau ingat.

Benar aja. Aku gak sanggup menahan tangis. Dengan suara yang sulit keluar dari mulutku, aku cerita di depan mama, kepala sekolah, dan guru BK.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Guru BK sampai heran, dan bertanya, "Bagaimana kamu bisa bertahan dan gak cerita sama ibu?"
Aku bilang, "Saya takut, Bu.."
Lalu aku menunjukkan bukti penarikan uang sebesar 50 ribu rupiah pada hari kejadian.
Aku diminta menyebutkan nama-nama yang udah bertindak jahat ke aku. Takut..
Trus kata guru BK, "Kamu jangan takut.."
Aku sebutin, deh. Mereka dipanggil dan diadili. Tapi gak mengusut soal pelaku sebenarnya.

Akhir cerita..
Aku diDO dari sekolah. Karena nilaiku di bawah rata-rata. Sebenernya bisa pindah ke sekolah lain, di pesantren itu. Tapi aku gak mau.
Aku pun pulang ke Jember. Dan melanjutkan sekolah SMAku di MAN Jember 1. Aku menemukan kehidupan baruku di sini. Aku baru bisa merasakan hidup bebas. Kayak abis di penjara..

Hehe aku jadi banyak belajar. Seburuk apapun nasib kita, jangan pernah berhenti berharap untuk yang lebih baik. Aku yakin, secuek-cueknya Takdir, pasti singgah ke kita, untuk memberikan banyak warna perasaan. Love you God..
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

seru juga kisah hidupmu mbak kalin :D
aku juga tamatan pesantren lho (pesantren modern tentunya :D), itulah suka dukanya, kalo aku sih 99% kisahnya suka semua :D

aku juga pernah tinggal di pesantren....sama deh kayaknya yang gua alamin sama non kalin gk betah bgt...
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI


di usia ku yang segitu aku dah bisa mikir seperti orang dewasa..
bahkan, pertama kali aku bisa chatting mirc, aku malah nyari Om-Om atau Mas-Mas yang bisa diajak chatsex.. -_-a tapi sekarang aku dah tobat..

aku juga pernah tinggal di pesantren....sama deh kayaknya yang gua alamin sama non kalin gk betah bgt...

gak betahnya gimana?

i love u pull mbak kalin!! ><
anda motivasi ku hahahah

hehehe kamu di pesantren juga?
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

paling gk betah di pondok krn gk bisa baca komik :D apalagi kalo kena hukuman bersihin WC >8o
paling seru cerita dipondok kalo berhasil "melarikan diri" trus shopping atau makan2 dirumah temen, pas pulang langsung disergap dan digelandang ke bagian keamanan
paling gak suka sayur terong keras, sayur jengkol gk jelas, apalagi mie kawat(bihun) yg tawar
paling jengkel kalau sendal tiba2 lenyap pas pulang dari masjid
paling sedih ketika gk bisa lagi merasakan semua itu dan kini tinggal kenangan berharga bersama temen2 lama
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

paling gk betah di pondok krn gk bisa baca komik :D apalagi kalo kena hukuman bersihin WC >8o
paling seru cerita dipondok kalo berhasil "melarikan diri" trus shopping atau makan2 dirumah temen, pas pulang langsung disergap dan digelandang ke bagian keamanan
paling gak suka sayur terong keras, sayur jengkol gk jelas, apalagi mie kawat(bihun) yg tawar
paling jengkel kalau sendal tiba2 lenyap pas pulang dari masjid
paling sedih ketika gk bisa lagi merasakan semua itu dan kini tinggal kenangan berharga bersama temen2 lama

seperti sekolah yg tinggal di asrama,,,,=b=


@kalina: bukan mbak,,,saya beda agama,dan beruntung agama saya selalu ramah,,hehehe
tapi saya salut sama ke teguhan mbak!!!=b==b=
walau sempat coba bunuh diri tapi untung mbak masi belum di ijin kan pergi, karena harus bercerita disni dlu hehhehe,


di usia ku yang segitu aku dah bisa mikir seperti orang dewasa..
bahkan, pertama kali aku bisa chatting mirc, aku malah nyari Om-Om atau Mas-Mas yang bisa diajak chatsex.. -_-a tapi sekarang aku dah tobat..

cocok dgn novel yg mbak baca,,layu sebelum berkembang,,,
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

memang kalo diliat dr cerita mbak kalin, banyak terkesan pondok tu tempat penyiksaan dan kekerasan.
aku udah pernah mondok di 3 pesantren, 1 dr 3 pondokku memang menggunakan kekerasan dalam hukuman (tapi aku jarang mengalaminya, karena aku santri yg "taat" :D ).
mungkin karena masyarakat yg menganggap kalau pondok tu tempat buangan anak2 nakal, yg gk lulus masuk smp negri, makanya banyak pesantren yg minim kualitas SDMnya (terutama kualitas guru2nya).
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

budaya pesantren yang aku gak suka..

sikap antara santri kepada ustad/ustadzah, hingga ke kyai/nyai. yang santri seperti budak/hamba, yang kalau bertemu mereka walau dalam jarak yang masih jauh, kudu berhenti, dan menunduk sedalam-dalamnya.. kalau udah dekat.. harus duduk di lantai :)

aku? digituin? enak aja! gak pernah tuh.. ada ustad/ustadzah atau kyai/nyai, aku malah lari :D aku menunjukkan, bahwa aku jug mbayar di pesantren itu! aku manusia, dan bukan binatang yang mau disuruh kek begitu!
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

:D kayak di keraton aja
selama aku mondok, sama sekali gk pernah disuruh seperti itu,krn di pesantren modern, kalo pondok klasik/salafy mungkin seperti itu adatnya.
 
Back
Top