spirit
Mod

Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sudah terang-terangan mengajukan diri sebagai calon Ketua Umum (caketum) Partai Golkar. Mereka siap 'bertarung' menggantikan posisi Setya Novanto, yang tersandung kasus di KPK.
"Memang (Titiek dan Airlangga) sama-sama keturunan. Satunya (anak) Hartarto, satunya (anak) Soeharto," kata Peneliti Ilmu Politik LIPI Siti Zuhro, kepada detikcom, Sabtu (9/12/2017).
Titiek merupakan anak ke-4 Presiden Soeharto. Sementara Airlangga adalah anak Hartarto Sastrosoenarto, mantan Menteri Perindustrian periode 1983-1993 atau era Orde Baru. "Ya di Indonesia, patronase itu kan masih hal yang kayak jamak, hal yang normal," imbuh Siti.
Siti mengatakan jika potensi Titiek dan Erlangga dibandingkan untuk bursa caketum Partai Golkar, Airlangga lebih berpotensi dari Titiek. Menurut Siti, sosok Airlangga lebih diterima semua kalangan di partai berlambang pohon beringin itu.
"(Titiek) memang tidak bisa disepelekan, tetapi dalam hal track record lebih kepada Pak Airlangga saat ini. Pak Airlangga juga bukan sosok yang menimbulkan polemik saat ini. lebih bisa diterima semua kubu," ujar Siti.
Siti berpendapat sosok Airlangga mampu membenahi permasalahan yang menimpa Partai Golkar sejak Ketua Umum Setya Novanto terjerat kasus korupsi mega proyek e-KTP di KPK. Siti menyebut kondisi Partai Golkar terancam jelang pesta demokrasi Pilkada Serentak 2018 dan Pileg-Pilpres 2019.
"Golkar sekarang bukan terpuruk lagi, dalam keadaan terancam elektabilitasnya. Bagaimanapun juga kasus Setnov itu ternyata memberikan dampak yang dahsyat bagi institusi Golkar. Integritas dan kredibilitas partai menjadi satu masalah yang serius," menurut Siti.
"Sosok Airlangga bisa membenahi itu, sesuai tujuan munaslub, harus dijawab oleh orang yang kompeten benar. Masa ini belum sampai 2 tahun (Golkar) sudah terjadi munaslub lagi," sambung dia.
Diwawancara terpisah, Pengamat Politik Yunarto Wijaya menjelaskan Titiek Soeharto memiliki dukungan dari tokoh-tokoh tua di Partai Golkar. Namun kemenangan dalam munaslub ditentukan oleh pemilik hak suara, yaitu para DPD tingkat I dan II.
"Nama-nama yang bertemu Mbak Titiek, nama-nama yang mempunyai nama besar, punya pengaruh untuk nama baik Partai Golkar. Tapi masalahnya (pendukung Titiek) bukan pemegang suara. Yang munaslub ini lebih ditentukan bukan oleh tokoh-tokoh besar tadi, tapi betul-betul kepada siapa yang menjadi pemegang suara, DPD I dan DPD II," jelas Yunarto saat berbincang dengan detikcom.
Yunarto melihat potensi Airlangga menjadi Ketum Golkar lebih besar dari Titiek karena 31 dari 34 DPD tingkat I telah mendukung Airlangga, sayap-sayap organisasi partai pun bersikap sama.
"Jadi saya harus mengatakan Airlangga jauh lebih memiliki peluang. Seperti yang kita tahu, 31 DPD I mengatakan mendukung Airlangga. Kemudian sayap-sayap Golkar mengatakan mendukung Airlangga. Mbak Titiek lebih kepada nama besar Pak Harto dan tokoh-tokoh tua, tokoh-tokoh sepuh yang ada di belakangnya," ucap Yunarto.
Yunarto menerangkan arah politik kader-kader Golkar saat ini tak berporos pada senioritas, tetapi kekuasaan. Contohnya, tambah Yunarto, saat Setya Novanto terpilih sebagai ketua umum di Munas Bali.
"Kita tahu kader-kader Golkar ini kan bukan pihak yang menentukan sikapnya hanya didasarkan pada senoritas, tapi lebih kepada mereka akan memilah kekuasaan lebih cenderung mendukung kemana. Itu yang memenangkan Setya Novanto pada saat Munaslub Bali kemarin karena dianggap kekuasaan lebih cenderung ke Novanto," ungkap Yunarto.
Yunarto menyampaikan ada 3 kriteria yang perlu diperhitungkan Partai Golkar terkait pemimpin barunya, usai partai terbeban imej korupsi dan kontroversial Setya Novanto.
"Satu, dia harus bersih dari imej korupsi, tidak tersangkut kasus hukum. Dua, terkait dengan sosok yang baru ini jangan sampai nantinya menimbulkan kesan hanya perpanjangan tangan Novanto. Tiga, sebisa mungkin dia juga memiliki hubungan baik dengan Pak Jokowi, karena Golkar partai pendukung pemerintah," tutup Yunarto.
sumber