Balada Tangsel Mencari Identitas

Dewa

New member
Tepat 27 Maret 2009, tragedi itu pecah. Tanggul Situ Gintung yang jebol menjadi hari memilukan untuk warga sekitar tanggul yang terletak di Kecamatan Ciputat. Air bah yang keluar dari situ buatan pemerintah kolonial Belanda pada 1930-an itu menyebabkan puluhan nyawa melayang. Peristiwa itu disebabkan kelalayan manusia dan bukan disebabkan faktor alam. Jebol tanggul menandakan
perawatan dari pengelolaan situ tidak baik. Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) tidak mau disalahkan karena pengelolaan situ berada di bawah Balai Besar Sungai Ciliwung-Cisadane.
Ternyata, Situ Gintung bukan satu-satunya. Pada 24 September 2010, tragedi serupa nyaris terulang lantaran tanggul Situ Sasak di Kecamatan Pamulang juga mengalami kebocoran dan menyebabkan air situ meluap ke permukiman dengan ketinggian 50 cm. Ratusan jiwa diungsikan ke tempat yang lebih aman. Hingga saat in warga di sekitar Situ Sasak masih dihantui perasaan takut tanggul jebol seperti Situ Gintung.
Sebelumnya, Tangerang Selatan memiliki sembilan situ, yaitu Situ Gintung, Situ Pondok Jagung, Situ Bungur, Situ Pamulang, Situ Ciledug Situ Legoso, Situ Rompong, Situ Antap, dan Situ Parigi.
Namun, satu per satu situ itu menghilang. Pemerhati lingkungan hidup dan Kembara Insani Ibnu Batutah (Ranita) Jarkasih Tanjung mengungkapkan, Situ Antap saat ini sudah hilang. Situ tersebut telah beralih fungsi menjadi perumahan sejak 2009. “Kini, telah menjadi rumah susun,” ujar dia.
Tak hanya Situ Antap, kata Tanjung, Situ Rompong, Situ Kuru, dan Situ Ciledug juga telah beralih fungsi. Seperti Situ Antap, keberadaan Situ Kuru saat ini juga telah tergerus oleh perumahan warga dan tempat usaha. Sartoni, warga asli Cempak Putih, Ciputat Timur, yang rumahnya berdekatan dengan Situ Kuru merasakan kehilangan tersendiri. Dahulu, situ tersebut merupakan tempat rekreasi yang menyenangkan. Awal 1980-an, situ itu ramai dikunjungi banyak warga, baik warga asli maupun warga luar Tangsel,” ungkapnya miris. Masalah situ yang menghilang bukan satu-satunya masalah di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Sejak berdiri dan mengelola pemerintahannya sendiri, sejumlah masalah bertubi-tubi menghantam kota yang berbatasan dengan DKI Jakarta ini. Setelah situ yang menghilang,
sampah hanyalah satu di antara terpahan masalah itu. Kota Tangsel juga mendapat gelar sebagai satusatu nya kota di pinggir Jakarta yang tanpa tong sampah’. Permasalahan ini bukan merupakan hal baru. Dalam 10 tahun belakang, Tangsel memang sudah terkenal dengan gunungan sampah menumpuk. Di trotoar jalan saja, banyak tumpukan sampah yang telah dibungkus plastik.
Di tengah kritikan dan kecamantan, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel mulai memberikan solusi dengan menempatkan bak arm roll di beberapa lokasi. Bak tersebut menjadi media sementara untuk menampung sampah. “Sampah-sampah akan ditampung oleh bak arm roll, nanti petugas kami akan mengangkutnya,” ujar Kepala Dinas Kebersihan Pengamanan dan Pemakaman (DKPP) Kota Tangsel Nur Selamet.
Namun, hingga kini, urusan sampah belum kunjung tuntas. Warga kerap mengeluhkan kondisi bak arm roll yang tenlihat penuh oleh tumpukan sampah. Bau tak sedap dan lalat yang beterbangan, tentu saja, menghadirkan pemandangan yang tidak menyenangkan. Belum lagi ancaman penyakit yang datang.

Sumber : republika
 
Back
Top