Biar Krisis Tetap Konsumtif… Indonesia Banget!

gusrus

New member
prilaku-konsumtif.jpg

Dari pengumuman Pertumbuhan Ekonomi di sepanjang tahun 2009 yang membubuhkan angka sebesar 4,5% (dibanding tahun 2008) dan di triwulan ke empat tahun 2009 hingga mencapai 5,4% (quarter to quarter), dilansir dominan disebabkan oleh tingginya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Keduanya seperti tahun-tahun sebelumnya, kemudian masih menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi di tahun 2009 lalu. Untuk konsumsi rumah tangga sendiri, memberi sumbangan 57% dari keseluruhan pertumbuhan yang ada. Sementara, sektor investasi dan produksi, sejak tahun 2005 belum menunjukkan perbaikan yang berarti, masih terus berkontribusi di kisaran 20%an kepada pertumbuhan. Penurunan suku bunga kredit konsumsi yang sejalan dengan laju inflasi yang cukup terkendali dan bertahan di level yang sangat rendah sepanjang tahun 2009 menjadi pendorong pulihnya daya beli masyarakat, sehingga perlahan masyarakat mulai berani untuk kembali mendorong level konsumsinya.

Jika dibandingkan dengan Cina dan India, pada kedua negara tersebut, ekspor dan investasi produksi -lah yang menjadi penggerak utama dari pertumbuhan ekonomi di tahun 2009. Ini menjadi indikator bahwa fundamental kualitas perekonomian Cina dan India berbasis lebih kepada kompetensi, bukan konsumsi. Rangsangan ekonomi yang diberikan oleh Pemerintah Cina, diutamakan untuk pembangunan infrastruktur, kereta api, dan sektor konstruksi. Kesemuanya ditujukan untuk mengatasi defisit ekspor yang pada perkembangan terakhir di tahun ini sudah berjalan melambat dibanding periode-periode sebelumnya, selaras dengan upaya-upaya pengucuran stimulus perekonomian tersebut. Dengan begitu, wajar saja jika ekonomi Cina dan India tidak hanya diramalkan mampu untuk tetap bertahan di tengah badai krisis yang nyatanya belum juga berlalu, namun juga menjadi “pemancing” bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagangnya di seluruh belahan dunia.

Indonesiaku yang Konsumtif

Indonesia memang sebuah negara yang unik. Bukan hanya sisi keragaman budaya dan bahasanya saja yang patut dibanggakan. Ternyata prilaku dan gaya hidup masyarakatnya pun tidak kalah uniknya untuk diangkat dan diperbincangkan. Di saat seluruh penduduk dunia tengah panik dengan kencangnya tarikan permintaan yang sejalan dengan lonjakan pertumbuhan penduduk dunia, dan dikhawatirkan ke depan semakin tidak dapat diimbangi oleh kapasitas produksi, Indonesia justru terbukti sebagai negara yang menggiatkan perekonomiannya dengan pertumbuhan konsumsi yang tinggi. Di sisi lain, produksi dan investasi belum juga berkesempatan mendominasi perekonomian negara ini.

Kondisi ini bisa jadi disebabkan oleh karena Pemerintah masih terkesan “tarik ulur” dalam merangsang minat para investor dan prilaku ekonomi produktif lainnya, sehingga para investor ini lebih memilih untuk “wait and see” sampai kondisi ekonomi dirasa kondusif untuk melakukan kegiatan investasi. Tidak mudahnya sebuah rencana investasi produktif segera terealisasi, juga disebabkan salah satunya karena masih tingginya faktor tekanan dari ketidakstabilan situasi politik dalam negeri. Dengan begitu, investor lebih tertarik untuk bermain dalam investasi jangka pendek, yang justru kebanyakan tidak produktif, sehingga tidak berdampak positif kepada tingkat tenaga kerja.

Alasan-alasan tadi dapat diindikasikan oleh perkembangan suku bunga perbankan yang perlahan bergerak turun tidak direspon sejalan dengan kenaikan kinerja kredit investasi dan kredit modal kerja. Kedua jenis kredit tersebut seolah masih enggan terakselerasi meskipun telah dirangsang oleh adanya penurunan suku bunga. Kondisi ini menyebabkan sektor produksi atau sisi penawaran seperti tergopoh-gopoh dan fluktuatif dalam mengimbangi peningkatan permintaan yang ada, meskipun daya beli masyarakat sebenarnya belum sepenuhnya pulih paska krisis yang cukup dalam di tahun lalu. Kalau sudah begitu, maka impor menjadi solusinya. Dampaknya, perkembangan harga dalam negeri pun sangat rentan terhadap gejolak eksternal.

Salah satu indikator adanya peningkatan pembiayaan konsumsi adalah meningkatnya transaksi dengan kartu kredit maupun dengan kartu debet/ATM sebagaimana yang ditampilkan oleh grafik berikut (sumber : data Bank Indonesia) :

transaksi-kartu-debet-300x169.jpg

perkembangan-transaksi-kredit1-300x181.jpg

Konsumtif Tetap Positif Asal diimbangi Tingginya Produktifitas

Berkaca pada prilaku dan gaya hidup konsumtif masyarakat yang lebih tinggi dibandingkan prilaku produktifnya, maka fundamental perekonomian Indonesia diperkirakan dapat semakin rapuh dalam menghadapi persaingan ekonomi dalam lingkup global, dalam jangka panjang. Untuk itu, kucuran stimulus ekonomi dan beserta seluruh kebijakan ekonomi pemerintah perlu untuk dikaji dan dievaluasi kembali, agar tidak notabene diprioritaskan kepada investasi dengan mindset jangka pendek. Belajar dari Cina, maka stimulus perekonomian Indonesia sudah sepatutnya juga diarahkan kepada pengokohan pilar-pilar perekonomian yang diutamakan pada sektor produksi dan investasi.

Pembenahan sisi infrastruktur dapat menjadi langkah utama, sehingga ke depan mampu menumbuhkan efisiensi dalam memacu aktivitas perekonomian. Pembenahan birokrasi harus menjadi langkah selanjutnya yang perlu mendapat perhatian yang serius. Kemudian, sikap terbuka dan “bersahabat” dengan para investor asing yang berminat menanamkan modalnya kepada sektor riil di negeri ini juga perlu untuk mendapat tempat khusus, bertolak dari kesadaran akan masih terbatasnya kapasitas produksi dan teknologi yang dimiliki oleh lokal.

Dengan demikian, prilaku konsumsi masyarakat diharapkan tidak lagi menjadi satu-satunya pendorong pertumbuhan ekonomi, yang nantinya hanya memunculkan kekhawatiran timbulnya inflasi tinggi. Konsumsi yang diimbangi dengan tingginya produksi akan mampu menjaga inflasi untuk melaju pada level yang rendah dan stabil, meskipun di tengah tingginya ketidakpastian perekonomian dunia, sebagaimana yang dicita-citakan oleh semua pihak. Semoga.
 
Bls: Biar Krisis Tetap Konsumtif… Indonesia Banget!

Nokia E72 Cuma Tersedia 72 Unit

Jakarta - Indonesia menjadi salah satu negara pertama di dunia yang meluncurkan Nokia E72. Khusus di awal penjualan, Nokia sengaja membatasi penjualan ponsel Qwerty ini, yakni cuma 72 unit.

Regina Hutama Poli, Corporate Communications Manager Nokia Indonesia mengatakan, harga yang dibanderol untuk E72 pada penjualan terbatas itu Rp 4,8 juta. Nokia menjualnya bukan melalui lelang, tapi secara random untuk 72 orang.

"Jualnya di Grand Ballroom The Ritz Carlton mulai jam 16 WIB hari ini, Selasa (15/9/2009). Setelah ini, baru tersedia lagi setelah lebaran," ujarnya kepada detikINET, Selasa (15/9/2009).

Tentu diharapkan, Nokia dapat menampung pengguna setianya di ajang ini. Sebab, menilik pengalaman sebelumnya, Nokia kerap menggunakan strategi seperti ini untuk memancing rasa penasaran pengguna.

Misalnya saja pada saat peluncuran seri Communicator E90 yang dijejali pengguna setia Nokia di tahun 2007 lalu. Kala itu, ketersediaan E90 disambut dengan antusiasme masyarakat Indonesia yang rela mengantri untuk mendapatkan perangkat multifungsi dari Nokia tersebut.

Nah, setelah rasa penasaran pengguna ponsel terbentuk, penjual di toko-toko ponsel biasanya langsung memanfaatkan situasi ini dengan menaikkan harga jualnya.

Riadi Sugihtani, Head of Marketing Nokia Indonesia mengatakan, Indonesia merupakan salah satu pasar utama Nokia di Asia Pasifik dan Nokia Eseries juga memiliki perjalanan panjang di Tanah Air.

"Dimulai beberapa waktu lalu dengan kehadiran Seri Communicator yang luar biasa sukses hingga Nokia E71 yang merupakan peranti Qwerty terlaris Nokia sampai saat ini. Dengan demikian, kami bangga dapat menghadirkan 72 unit Nokia E72 pertama untuk konsumen di Indonesia," sambungnya.

Pemilik Nokia E72 dikatakan dapat menciptakan akun instant messaging (IM) OVI dari Nokia Messaging langsung dari layar utamanya. Hanya dengan memasukan username dan password, pengguna perangkat ini langsung dapat terkoneksi ke akun IM favoritnya seperti Yahoo! Messenger, Google Talk, Ovi, dan masih banyak lagi.

"Nokia E72 membawa pengalaman email bergerak yang kaya dan messaging, menjadikannya sebuah perangkat yang ideal untuk orang yang ingin tetap produktif baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional," tandas Riadi.

Berita diatas bisa menjadi salah satu Indikasi betapa komsumtifnya masyarakat kita, mengapa ... ?
Nokia memperlakukan Indonesia scr istimewa,tentu karena ada alasan kuat, selama ini Indonesia merupakan pangsa pasar Nokia yg paling tinggi kontribusinya.
jika diliat dari segi kebutuhan dengan Produk Nokia secara umum+ konten fasilitas yg ditawarkan melebihi dari cukup.
sebagian besar orang Indonesia memakai HP hanya tuk nelpon + sms, artinya konten2 lain yg dilengkapi pada produk tidak dimanfaatkan secara maksimal, tapi toh masyarakat seneng banget gonta ganti HP serta memburu HP keluaran terbaru..... :D

Demikian pula dengan produk2 lain selain HP, ga beda jauh
 
Bls: Biar Krisis Tetap Konsumtif… Indonesia Banget!

banyak juga masyarakat yang menjadikan hp sebagai status sosial
 
Bls: Biar Krisis Tetap Konsumtif… Indonesia Banget!

Yups betul sekali, betapa miris melihat sebuah realitas yang terbalik, dimana masih banyak masyarakat yang masih butuh bantuan dana untuk meningkatkan kesejahteraan ...
 
Bls: Biar Krisis Tetap Konsumtif… Indonesia Banget!

Solusi terbaik adalah ... rajin rajin lah menabung ...
 
Bls: Biar Krisis Tetap Konsumtif… Indonesia Banget!

wekekkee.. rajin2 lah berinvestasi secara kreatif.. :p

bisa gak kalo kayak gitu?
 
Back
Top