spirit
Mod
Pornografi Mengalihkan Duniamu
Andai saya dipasrahi jadi Ketua Satgas Pencegahan Pornografi (SPP), atau apapun namanya, hari pertama saya akan minta pindah kantor ke Gedung KPK. Hari kedua saya ingin membujuk Ketua KPK untuk lengser. Anak muda itu harus saya iming-imingi pulang kampung sekumis-kumisnya. Ini sesuai janjinya, mudik, jika dalam setahun tak tuntas merampungkan kasus-kasus besar korupsi.
Jabatan Ketua SPP kemudian saya rangkap dengan jabatan yang lebih gres lagi selaku Ketua KPK. Hari ketiga saya mundur dari Ketua SPP. Saya akan konsen sebagai Ketua KPK saja. Biarlah lowongan Ketua SPP itu segera diisi oleh orang-orang yang memang kurang kerjaan.
Mubazir
Seabrek sudah orang-orang yang kurang gawean di Tanah Air. Pihak-pihak berwenang yang tak sanggup mengurangi bocornya pemasukan pajak, apa bedanya dengan penganggur terselubung? Suruh saja mereka jadi Ketua SPP.
Penguasa yang tak sanggup melindungi masyarakat dari preman, apa pula bedanya dengan penganggur berseragam? Suruh saja mereka memimpin SPP.
Birokrat yang tak sanggup membangun jalan raya sehingga jalanan makin bergelombang dan penuh lubang, padahal jelas-jelas tugas mereka adalah membangun dan memelihara infrastruktur, dengan kata lain mereka adalah pejabat yang sejatinya mubazir dan makan gaji buta, suruh saja memegang tampuk SPP.
Tilang
Kenapa Ketua SPP haruslah orang yang kurang kerjaan, karena SPP itu sendiri juga dibentuk oleh orang-orang yang kurang kegiatan pula. Ketemu jodohlah. Mereka cuma orang-orang yang merembet cari-cari masalah lain karena tak mampu mengatasi masalah lain yang lebih hakiki di bidangnya sendiri termasuk korupsi.
Masih mending para aparat lalu-lintas pas nyetop di jalan. Pertanyaan mereka baru merembet ke mana-mana di luar yang hakiki seperti soal SIM dan STNK setidaknya setelah mereka menanyakan dua masalah mendasar itu.
Setelah yang mendasar seperti SIM dan STNK ternyata sudah oke, merembetlah mereka ke pertanyaan apakah lampu sign kita nyala, apakah obat-obatan P3K tersedia di laci mobil, apakah kita membawa segitiga pengaman sehingga kalau mogok di tengah jalan nggak harus ditandai dengan ranting dan daun-daun?
Nah! Apa yang sesungguhnya terjadi dengan SPP? SPP dibentuk sebelum persoalan yang lebih hakiki, yakni korupsi, betul-betul diselesaikan sampai ke akar-akarnya.
Ngeres
Kenapa pekerjaan SPP saya sebut pekerjaan bagi orang yang kurang kesibukan?
Karena "pornografi" pengertiannya sangat tidak jelas, tergantung pikiran masing-masing pengamat. Rok mini misalnya, bisa dianggap pornografis kalau pikiran pengamatnya memang ngeres. Sebaliknya, rok mini tak jadi pornografis jika otak yang menerawangnya tak berpikiran mesum.
Sedangkan korupsi?
Korupsi mau dilihat dari segi positif maupun negatif, tetap saja sudah jelas-jelas merugikan negara. Obyektif. Sudah obyektif begitu saja, eh, masih banyak kasus korupsi terkatung-katung karena, antara lain, kerugian negaranya belum bisa dibuktikan.
Jika untuk korupsi yang tolok ukurnya obyektif dan jelas saja Ketua KPK tak sanggup berkutik banyak, apalagi Ketua SPP yang definisi obyek kerjaannya sangat nggak jelas: Pornografi?
Pepaya
Tak usah melihat belah dada perempuan yang kerah bajunya rendah, laki-laki yang pikirannya memang ngeres menatap buah pepaya tergantung alami di pohon saja sudah terangsang. Sama halnya perempuan yang memang pikirannya ke seks melulu. Mereka melihat tumpukan mentimun dan pisang di pasar saja bisa senyum-senyum sendiri.
Bagi seseorang, porno atau tidaknya suatu hal sangat tergantung pada bagaimana pendidikannya sejak kanak-kanak dari lingkungannya, khususnya dari orangtuanya.
Jika sejak kecil secara bertahap lingkungan sudah mengajar bahwa seks adalah hal alami dan tak jorok, maka generasi itu menjadi kaum yang tak cuma ngiler melihat rok mini. Lebih dalam dari sekadar ngiler, bisa jadi mereka akan mensyukuri keindahan tersebut sebagai karunia Tuhan.
Apalagi jika lingkungan sejak dini mengajar bahwa seks perbuatan yang mesti terselenggara atas dasar cinta sama cinta. Rok mini hanya terhenti sebagai keindahan seperti musik dan lukisan. Perbuatan intim sebagai kelanjutan atas keindahan itu masih memerlukan cinta dan berbagai upacara.
Tapi bagaimana lingkungan akan mengajarkan spirit seks yang suci dan sakral jika khalayak itu masih stres terpuruk kemiskinan, berkubang kemelaratan akibat hak-hak dasar mereka sirna dirampok para koruptor?
Dalam kekufuran seperti itu, lebih-lebih dengan akan naiknya harga BBM, kita malah sibuk membentuk Satgas Pencegahan Pornografi dan justru berusaha secara sistematis memperlemah KPK.
Sumber: twitter sujiwo tejo
Andai saya dipasrahi jadi Ketua Satgas Pencegahan Pornografi (SPP), atau apapun namanya, hari pertama saya akan minta pindah kantor ke Gedung KPK. Hari kedua saya ingin membujuk Ketua KPK untuk lengser. Anak muda itu harus saya iming-imingi pulang kampung sekumis-kumisnya. Ini sesuai janjinya, mudik, jika dalam setahun tak tuntas merampungkan kasus-kasus besar korupsi.
Jabatan Ketua SPP kemudian saya rangkap dengan jabatan yang lebih gres lagi selaku Ketua KPK. Hari ketiga saya mundur dari Ketua SPP. Saya akan konsen sebagai Ketua KPK saja. Biarlah lowongan Ketua SPP itu segera diisi oleh orang-orang yang memang kurang kerjaan.
Mubazir
Seabrek sudah orang-orang yang kurang gawean di Tanah Air. Pihak-pihak berwenang yang tak sanggup mengurangi bocornya pemasukan pajak, apa bedanya dengan penganggur terselubung? Suruh saja mereka jadi Ketua SPP.
Penguasa yang tak sanggup melindungi masyarakat dari preman, apa pula bedanya dengan penganggur berseragam? Suruh saja mereka memimpin SPP.
Birokrat yang tak sanggup membangun jalan raya sehingga jalanan makin bergelombang dan penuh lubang, padahal jelas-jelas tugas mereka adalah membangun dan memelihara infrastruktur, dengan kata lain mereka adalah pejabat yang sejatinya mubazir dan makan gaji buta, suruh saja memegang tampuk SPP.
Tilang
Kenapa Ketua SPP haruslah orang yang kurang kerjaan, karena SPP itu sendiri juga dibentuk oleh orang-orang yang kurang kegiatan pula. Ketemu jodohlah. Mereka cuma orang-orang yang merembet cari-cari masalah lain karena tak mampu mengatasi masalah lain yang lebih hakiki di bidangnya sendiri termasuk korupsi.
Masih mending para aparat lalu-lintas pas nyetop di jalan. Pertanyaan mereka baru merembet ke mana-mana di luar yang hakiki seperti soal SIM dan STNK setidaknya setelah mereka menanyakan dua masalah mendasar itu.
Setelah yang mendasar seperti SIM dan STNK ternyata sudah oke, merembetlah mereka ke pertanyaan apakah lampu sign kita nyala, apakah obat-obatan P3K tersedia di laci mobil, apakah kita membawa segitiga pengaman sehingga kalau mogok di tengah jalan nggak harus ditandai dengan ranting dan daun-daun?
Nah! Apa yang sesungguhnya terjadi dengan SPP? SPP dibentuk sebelum persoalan yang lebih hakiki, yakni korupsi, betul-betul diselesaikan sampai ke akar-akarnya.
Ngeres
Kenapa pekerjaan SPP saya sebut pekerjaan bagi orang yang kurang kesibukan?
Karena "pornografi" pengertiannya sangat tidak jelas, tergantung pikiran masing-masing pengamat. Rok mini misalnya, bisa dianggap pornografis kalau pikiran pengamatnya memang ngeres. Sebaliknya, rok mini tak jadi pornografis jika otak yang menerawangnya tak berpikiran mesum.
Sedangkan korupsi?
Korupsi mau dilihat dari segi positif maupun negatif, tetap saja sudah jelas-jelas merugikan negara. Obyektif. Sudah obyektif begitu saja, eh, masih banyak kasus korupsi terkatung-katung karena, antara lain, kerugian negaranya belum bisa dibuktikan.
Jika untuk korupsi yang tolok ukurnya obyektif dan jelas saja Ketua KPK tak sanggup berkutik banyak, apalagi Ketua SPP yang definisi obyek kerjaannya sangat nggak jelas: Pornografi?
Pepaya
Tak usah melihat belah dada perempuan yang kerah bajunya rendah, laki-laki yang pikirannya memang ngeres menatap buah pepaya tergantung alami di pohon saja sudah terangsang. Sama halnya perempuan yang memang pikirannya ke seks melulu. Mereka melihat tumpukan mentimun dan pisang di pasar saja bisa senyum-senyum sendiri.
Bagi seseorang, porno atau tidaknya suatu hal sangat tergantung pada bagaimana pendidikannya sejak kanak-kanak dari lingkungannya, khususnya dari orangtuanya.
Jika sejak kecil secara bertahap lingkungan sudah mengajar bahwa seks adalah hal alami dan tak jorok, maka generasi itu menjadi kaum yang tak cuma ngiler melihat rok mini. Lebih dalam dari sekadar ngiler, bisa jadi mereka akan mensyukuri keindahan tersebut sebagai karunia Tuhan.
Apalagi jika lingkungan sejak dini mengajar bahwa seks perbuatan yang mesti terselenggara atas dasar cinta sama cinta. Rok mini hanya terhenti sebagai keindahan seperti musik dan lukisan. Perbuatan intim sebagai kelanjutan atas keindahan itu masih memerlukan cinta dan berbagai upacara.
Tapi bagaimana lingkungan akan mengajarkan spirit seks yang suci dan sakral jika khalayak itu masih stres terpuruk kemiskinan, berkubang kemelaratan akibat hak-hak dasar mereka sirna dirampok para koruptor?
Dalam kekufuran seperti itu, lebih-lebih dengan akan naiknya harga BBM, kita malah sibuk membentuk Satgas Pencegahan Pornografi dan justru berusaha secara sistematis memperlemah KPK.
Sumber: twitter sujiwo tejo
Last edited by a moderator: